Pembangunan sebuah gedung yang konon akan menjadi restoran Mie Gacoan menggegerkan warga Bondowoso. Gimana nggak geger, kepopuleran kuliner yang sudah mencapai taraf nasional ini tiba-tiba saja mau buka cabang di sebuah kota kecil.
Bagi sebagian orang, mungkin ini kabar baik. Maklum, jika orang-orang Bondowoso ingin menikmati Mie Gacoan, harus ke Jember. Namun, bagi saya, kabar ini malah buruk. Bukan buruk bagi konsumennya, melainkan bagi yang membuka usaha ini.
Saya tidak sedang mempermasalahkan apakah pembukaan restoran ini bakal merusak citra kuliner lokal. Namun, produsen Mie Gacoan sepertinya harus mempertimbangkan beberapa hal di bawah ini.
Daftar Isi
Bondowoso belum sepenuhnya siap menerima Mie Gacoan
Mie Gacoan merupakan salah satu bisnis besar yang mewarnai industri perekonomian di Indonesia. Jadi nggak heran restoran ini umumnya menyasar daerah-daerah kota yang sedang berkembang atau sudah maju. Tapi, bagaimana dengan Bondowoso sendiri?
Bondowoso sebenarnya bukan kota yang nggak maju-maju amat. Kota ini masih dalam tahap berkembang. Salah satu yang menjadi indikator adalah potensi besar di sektor pertanian dan pariwisata.
Kalau Bondowoso masuk kategori kota yang sedang berkembang, kenapa Mie Gacoan nggak cocok ada di sini?
Nah, masalahnya, nggak semua kota yang berkembang berarti langsung cocok untuk ekspansi bisnis besar. Bondowoso lebih dikenal dengan wisata alam dan produk lokalnya seperti tape. Bisa jadi gaya konsumsi masyarakat lebih mengarah ke makanan tradisional.
Persaingan ketat dengan kuliner lokal karena lambatnya laju urbanisasi Bondowoso
Kalau membandingkan dengan kota-kota besar di Jawa Timur, tingkat urbanisasi Bondowoso masih rendah. Hal ini berarti penduduknya cenderung menetap di daerah pedesaan dan belum banyak migrasi ke kota untuk, misalnya, mencari pekerjaan. Lantas, apakah kemudian berdampak buruk pada bisnis besar?
Begini. Pembangunan Mie Gacoan di Bondowoso akan menjadi satu-satunya di kota kecil ini. Dan lagi, hanya di daerah kotanya saja yang notabene jauh dari pedesaan.
Karena laju urbanisasi masih terbilang lambat, otomatis jumlah masyarakat yang memiliki gaya hidup urban masih terbatas. Maka, bukannya nggak mungkin kalau masyarakat lokal masih tetap bersikukuh dengan pola konsumsi tradisional.
Emang nggak bahaya kalau Mie Gacoan nggak sesukses di kota-kota maju? Ya bisa gulung tikar itu!
Akses transportasi yang terbatas mempengaruhi distribusi bahan baku Mie Gacoan
Mie Gacoan butuh distribusi bahan baku dalam jumlah besar dan konsisten. Sementara itu, Bondowoso masih belum memiliki akses jalan tol. Akibatnya, bisa saja pengiriman bahan baku dari pusat produksi (misalnya dari Surabaya atau Malang) lebih lambat dan mahal.
Kalau biaya distribusi meningkat, harga jual apa ya nggak ikut jadi lebih mahal? Yang ada, masyarakat Bondowoso mungkin lebih memilih kuliner lokal saja. Selain itu, UMK kota ini terendah nomor 3 di Jawa Timur. Ya, mendingan ke warung-warung mie pinggir jalan aja kalau begitu ceritanya.
Jadi, inilah alasan Mie Gacoan sebaiknya pikir-pikir dulu sebelum buka cabang di Bondowoso? Mungkin niatnya baik, mau membantu laju perekonomian. Tapi, lagi-lagi, kalau soal bisnis, saran saya, sebaiknya dipertimbangkan dulu peluang keberhasilannya.
Penulis: Ahmad Dani Fauzan
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Sama-sama Punya Banyak Cabang, Kenapa Mixue Makin Sepi sementara Mie Gacoan Selalu Ramai?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.