Mi ayam Pak Narto wajib kalian kunjungi jika kalian mengaku pencinta mi ayam!
Selaku penggila mi ayam, lidah saya punya idealisme sendiri. Dalam penilaian amatiran menurut saya, karakter mi ayam yang cocok bagi saya itu minya tidak lodrok (terlalu lembek), dagingnya tidak amis, seladanya tidak lonyot (terlalu matang hingga rasanya pahit), dan kuah itu harus kental, tidak malah cuer, dan bumbunya haram pelit. Mi ayam yang sempurna, bagi saya yang seperti itu.
Hal itu membikin saya jadi musafir pengembara pencari mi ayam. Perjalanan seputar memanjakan lidah kali ini, saya lakukan justru di dekat daerah saya sendiri, yaitu Cebongan, Sleman. Semula kalau bertanya di mana mi ayam yang enak, rata-rata jawabannya itu jauh dari rumah. Mi ayam Tumini, Mekaton (seyegan), dan para maestro mi ayam Jogja hampir semua sudah saya sowani. Tapi ya itu, jaraknya jauh. Kalau tidak jauh, ya harganya bikin dompet dag dig dug.
Daftar Isi
Di sebelah pertigaan jalan depan Polsek Mlati, berdirilah sebuah warung mi ayam menghadap barat yang tampak misterius. Dari tampilannya itu bisa di bilang low profile. Tapi, kok yang parkir di ruas-ruas jalan depan warung rame banget. Saya kira mulanya itu kendaraan orang yang memiliki keperluan di polsek. Tapi saat masuk, ruamene ra njamak!
Warung mi ayam yang saya maksud adalah Mi Ayam Pak Narto. Catat namanya, karena bisa jadi setelah membaca ini, kalian bakal langsung gas.
Warung mi ayam Pak Narto ini bisa dijumpai di Jl. Kebon Agung, Cebongan, Sleman. Kalau dari arah Jl. Kebon Agung, teman-teman bisa bergerak menuju Prapatan Cebongan. Ambil jalan ke selatan, Ikuti jalan sekitar 500 meter. Nanti kalau sudah sampai pertigaan yang depan Polsek, akan sobat jumpai warung mi ayam ini.
Siang itu, Jumat, 8 Mei 2023 saya memutuskan mendatangi warung mi ayam yang dikelola Pak Narto ini. Sebelum Jumat, saya pernah dibawain mi ayam ini sama sodara. Karena pengin nyobain langsung, maka gass juga hari itu.
Bermula ikut orang, hingga miliki pelanggan sendiri
Pak Narto terlahir di Wonogiri, Tanah Suci-nya mi ayam. Sebelum ia membangun warung di Cebongan, Sleman, sesuai penjelasan Bagus (anak Pak Narto), sang ayah pernah mengikuti bisnis orang terlebih dahulu. Sekitar 1993-an ia bekerja di Jakarta untuk berjualan mi ayam. Karena merasa sudah cukup, pada 1999 akhirnya pak Narto memutuskan membangun warung sendiri di tempatnya sekarang. Awalnya hanya berdiri di sepetak tanah sempit. Tapi kini warung sudah makin luas untuk kenyamanan pelanggan yang kian bertambah.
Rasa elit, kantong tetap irit
Warung ini biasa buka jam 9.00 dan biasanya sebelum azan maghrib sudah tutup. Saat menanyakan harga, saya cukup terkaget-kaget. Pasalnya untuk mi ayam biasa dibanderol Rp9000. Sedangkan untuk mi ayam jumbo dan mi ayam bakso itu hanya Rp13000, sangat berbeda dengan beberapa warung mi ayam lain. Maka saya putuskan memesan satu porsi mi ayam jumbo dan segelas es jeruk dengan total harga Rp17000.
Saya cukup kagum dengan ketangkasan sang bakul. Meski warung terpantau rame, tetapi tiga orang yang bekerja di depan saling bahu-membahu menyiapkan mi ayam dengan taktis. Tidak membutuhkan waktu lama, sajian yang saya pesan pun datang, bagai mi ayam yang turun dari surga.
Mi ayam Jakarta yang sudah dimodif
Kesan pertama saat melihat mi ini adalah heran. Kok bisa mi ayam kayak gini cuman 13 ribu. Perpaduan mangkuk yang terisi penuh mi, toping daging ayam yang banyak bin besar, serta selada yang menggoda itu sukses membuat saya ngiler berat . Saat suapan kuah pertama masuk, rasa rempah yang kuat, gurih, rasa manis, dan kental menyatu; membuat Lidah saya sangat di manjakan, euy!
Saat saya amati, mi yang ada ini tidak terlalu besar, cenderung agak pipih. Terus, potongan daging yang besar-besar berwarna kecoklatan ini juga tidak ada bau amis. Saat sudah tercampur saus, sambal, dan kecap, rasanya mantapz. Saat saya konfirmasi dengan Mas Bagus, salah satu pegawai yang juga merupakan anak Pak Narto (sang pendiri warung), ia menjelaskan kalau ini memang genrenya itu mi ayam Jakarta. Tapi sudah mengalami modifikasi dari sang empu. Salah satunya kuah itu tidak dipisah saat penyajian, terus kuah itu cenderung kental dan kekuningan (semi-semi keruh).
“Sebenarnya yang membuat karakter dari rasa mi ayam buatan bapak itu, bukan di air kuahnya, Mas. Melainkan ayam yang digunakan di sini itu ayam basah (ayam yang juga ada kuahnya). Makanya saat ayam itu dimasukkan, kuahnya juga ikut dicampur,” jelas Bagus, saat saya tanya kok kuahnya bisa kental dan rasanya berbeda pada mi ayam biasanya.
Selain itu, Bagus ini juga menjelaskan kalau bumbu minyaknya itu pakai yang hampir mirip yang digunakan dalam mi instan. Untuk bumbu ayam basah saat ditanya, ia menjelaskan kalau bumbu yang digunakan itu seperti pada umumnya. Seperti miri, pala, dan lain-lain.
Warung dengan nuansa sederhana
Nuansa warung yang beberapa bagian menggunakan gedek (dinding dari anyaman bambu), membuat saya merasa nyaman. Serasa di warung-warung pedesaan. Karena terbiasa dengan warung dengan desain moderen, warung mi ayam Pak Narto ini cukup memberikan nuansa ala-ala ndeso. Cukup mengobati rasa penat dari bangunan-bangunan moderen yang semakin ke sini malah memuakkan pandangan. Nah mantap, kan?
Saat selesai makan, saya sempat bertanya pada salah satu pengunjung, yaitu Mas Malik (23). Saat ditanyai bagaimana makanan di sini, ia menjawab, “Rasanya saya suka, Mas. Selain itu, porsinya banyak, dan harganya itu ramah banget untuk golongan mahasiswa seperti saya.” Selain itu, ia juga sangat menyukai konsep warung dengan nuansa tradisional, seperti warung mi ayam Pak Narto ini.
Sekian sharing penemuan warung mi ayam yang saya temukan ini. Teman-teman harus mencoba, terkhusus yang mengaku pencinta kuliner mi ayam. Bisa jadi referensi tempat makan bila sedang berada di wilayah Sleman Barat. Semoga bermanfaat!
Penulis: Wachid Hamdan Nur Jamal
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 10 Warung Mie Ayam yang Perlu Dicoba untuk Tahu Varian Mie di Jogja
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.