Menurut K.H. Anwar Zahid, sedekah itu nggak cuman ikhlas, tapi juga pantas. Berilah sesuai kemampuanmu, jangan melebihi, jangan mengurangi
Suatu ketika saya tidak sengaja melihat satu buku di perpustakaan sekolah. Saya ingat betul nama penulisnya, apalagi judulnya. Orang Pelit Pantatnya Item, kurang lebih begitu judulnya. Tapi ingat jangan membayangkan orang pelit otomatis pantatnya gosong. Bukan demikian yang dimaksud, melainkan hanya sebagai perumpamaan bahwa pelit itu tidak baik.
Hari ini pemaknaan antara hemat dan pelit berada di ambang batas yang tak nentu. Kadang tumpang tindih, bahkan lebih sering orang pelit berkedok hemat. Bagaimanapun, pelit tetap saja pelit yang dalam pandangan agama tidak baik. Padahal, menjadi manusia harus saling berbagi dengan sesama. Penting diingat, kita hidup di muka bumi tidak sendirian. Ada banyak orang di sekitar kita yang butuh uluran tangan.
Membantu sesama itu susah
Oke, mungkin Anda termasuk orang berkecukupan. Makan tidak pernah kurang bahkan sering mubazir. Tepat pada saat yang sama, tidak jauh dari bumi tempat kita berpijak, ada banyak orang yang masih khawatir besok tidak makan. Tidak sedikit orang yang bisa makan sehari dua kali sudah bersyukur sampai pada langit ketujuh. Keadaan sosial yang demikian, menuntut kita untuk peka. Apalagi bentuk kesalehan tidak hanya ritual semata, ada juga kesalehan sosial.
Faktanya, tidak banyak orang yang dengan mudah mengulurkan tangannya terhadap sesama. Kita lebih sering menghabiskan uang untuk kepentingan konsumsi pribadi daripada berbagi. Kita lupa seolah-olah tidak ada orang di sekeliling yang butuh uluran tangan. Padahal, menurut K.H. Anwar Zahid, agar kita mendapat rahmat Allah, salah satu caranya adalah dengan menolong orang lemah. Kasih sayang Allah diberikan pada orang yang sudah membantu orang lemah.
Ketika tampak tetangga kesusahan, melihat tetangga butuh pinjaman uang, pada titik itulah kita harus turun tangan. Hal tersebut sebagai manifestasi dari sikap menolong orang-orang lemah itu tadi. Dengan membantu orang lemah, fakir miskin, yatim, duafa, pasti Allah akan memberikan rizki yang banyak sebagai gantinya. Hitung-hitungan seperti ini yang luput dari perhitungan matematis manusia.
Doa orang miskin menembus langit
Mengapa hal itu bisa terjadi? Kekuatan doa orang yang miskin dan orang yang kita bantu. Kata K.H. Anwar Zahid, orang yang kaya memang punya banyak duit, tapi doanya tumpul. Beda sama orang melarat yang memang tidak punya duit, namun doanya bisa nembus langit. Karena itu, ketika seseorang menyenangkan orang yang sedang susah, maka ia akan didoakan balik. Doa tersebut yang sampai kepada Allah dan kemudian kembali kepada si pemberi.
Ditambah, orang yang mau berteman dengan orang susah akan mendapat pahala. Sebab, orang melarat susah nyari teman, beda dengan orang kaya yang banyak temannya. Kedua, orang melarat kalau ditemani dan didekati akan senang. Karena itu tadi, sedikit orang yang mau berteman dengan orang melarat. Maka, ketika Anda membuat orang senang akan mendapat pahala. Beda sama orang kaya yang kalau ditemani justru khawatir, maksudnya, khawatir duitnya dipinjam.
Lalu, apa manfaat dari berbagi dengan orang yang membutuhkan? Salah satu manfaat dari berbagi dengan orang yang membutuhkan adalah menolak musibah. Seorang yang suka berbagi dengan sesama bisa menolak bala. Karenanya, selain dapat menyenangkan orang sekitar, sedekah juga dapat menghindarkan kita dari musibah. Artinya, musibah dapat ditangkal dengan memperbanyak sedekah.
Tapi, ada satu hal yang sering salah kaprah di dalam bersedekah ini. Tidak sedikit orang di sekeliling kita berpedoman bahwa bersedekah yang terpenting adalah ikhlas. Tidak perlu banyak, asal ikhlas, apa gunanya banyak kalau tidak ikhlas. Prinsip seperti itu yang banyak diamini oleh masyarakat. Tetapi, menurut K.H. Anwar Zahid hal tersebut kurang tepat. Mestinya, ukuran dari sedekah bukan ikhlas tidak ikhlas, tapi pantas tidak pantas.
Sedekah sesuai kepantasan
Kepantasan itulah yang menjadi ukuran dari sedekah. Maksud dari kepantasan tersebut adalah sesuai dengan kadar kemampuannya, bukan ikhlas atau tidaknya. Orang miskin dan orang kaya mempunyai kadar kepantasan masing-masing. Keduanya tidak bisa disamakan dalam hal ini, karena kemampuan keduanya dalam bersedekah pasti berbeda. Karena berbeda kemampuannya, maka tingkat kepantasannya juga pasti berbeda.
Orang kaya sepantasnya dan semampunya bersedekah 100 ribu, ya harus memberi segitu. Orang miskin mampu sedekah 10 ribu, ya jangan memaksakan sedekah 100 ribu. Kalau memaksakan itu namanya, bukan kepantasan. Jadi, sekarang ukurannya bukan lagi perihal keikhlasan, tapi kepantasan. Ingat, kepantasan! Kalau ukurannya keikhlasan, pasti banyak orang yang mampu tapi memberi tidak pantas. Nanti alasannya; yang penting kan ikhlas.
Maka, alasan “yang penting ikhlas” itu perlu dibuang jauh-jauh. Alasan semacam itu hanya sebagai alibi bagi orang mampu yang kikir dan pelit sedekah dengan nominal banyak. Kalau tidak percaya, coba lihat orang yang sering bilang seperti itu, pasti pantatnya item!
Penulis: Moh. Rofqil Bazikh
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Benarkah Kamu Merindukan Ramadan?