Kedua, apparel. Bisnis memang perihal untung dan rugi, namun bisnis ini bisa jadi 90% adalah kerugian. Sedangkan gagalnya kompetisi menambah 9% kemungkinan kerugian di bisnis ini. 1% hanyalah kepasrahan yang hambuuuh bagaimana cara balikin modalnya.
Apparel tim desa ini beberapa adalah jasa konveksi kecil yang bahkan masih menerima pesanan partai kecil. Ada juga yang menerima satu pesanan. Bahkan bersedia menjadi partner sebuah klub futsal anak SMP yang berjumlah sembilan orang saja.
Menjalin kerja sama dengan tim desa, mereka berharap merek jual terangkat. Setelah itu banyak pesanan dari kelompok-kelompok kecil di sekitar tim desa itu berada. Jika kompetisi gagal dijalankan, sekadar membayangkan jalanannya bisnis ini saja rasanya mengerikan.
Entah karena efek domino dari batalnya Liga 3 Zona DIY atau bagaimana, Total SportWear selaku sponsor apparel Persiba Bantul mengadakan super sale jersey latihan, polo, dan jaket. Ya, semoga saja nggak berdampak walau kecil kemungkinannya.
Penolakan kepada Arema FC wajib didukung
Kita belum bahas para penduduk sekitar yang memanfaatkan keramaian stadion seperti pedagang warung kelontong sekitar stadion atau penjual makanan keliling. Setelah dijeda pandemi, kini dijeda oleh sebuah tragedi dengan pihak yang seharusnya bertanggung jawab malah seenaknya sendiri masih mencari cuan di sepak bola. Ini mah namanya mata rantai kebangsatan.
Jadi, penolakan Arema FC main di Bantul menurut saya ya sudah betul. Bukan tentang sentimen atau apalah itu, ini tentang rasa empati saja, sih. Mengutip @segogareng, “Gara-gara kamu Liga 3 Zona DIY nggak jadi bergulir, setelh itu kamu minta home base di sini? Ra nalar blas!”
Penulis: Gusti Aditya
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kesaksian Suporter: Malam Mencekam di Kanjuruhan dan Saya yang Gagal Menjadi Manusia