Buang sampah sejatinya tak beda jauh dari buang hajat, sama-sama membuang sisa. Soal rasa malu, entah keduanya seolah ada perbedaan yang cukup mencolok, ibarat perbandingan harga teh kampul di angkringan dan harga lemon tea di restoran. Manusia boleh jadi lebih beradab dari ayam dan kucing yang suka buang hajat sembarang tempat, tapi tidak dengan “sampah yang lainnya”. Dalam artian, sampah-sampah yang tidak dikeluarkan dari proses buka tutup lubang dubur.
Oknum manusia bumi ini, khususnya kita “orang Indonesia”, seolah terbiasa untuk buang sampah tidak pada tempatnya. Membiarkan tempat sampah berpuasa, tak diberi asupan, kosong bak perut anak kos di tengah malam akhir bulan. Entah apa yang dibatin tempat sampah ketika lebih sering dikacangi manusia “Hei, manusia! Aku bukan singkong, lho.” Begitulah mungkin batinnya. Sayang, manusia malah lebih sering berkhianat dalam membagi asupan sampahnya ke tempat selain “tempat sampah” berikut ini:
#1 Lubang ventilasi
Manusia adalah makhluk Tuhan paling jahat di dunia. Bagaimana tidak? Dengan kejinya salah satu makhluk hidup di bumi ini seolah berusaha memutus silaturahmi antara udara dan ruang beton. Olehnya, lubang beton yang seharusnya menjadi tempat udara dan ruang bercinta, oleh manusia ruang beton itu malah dipaksa bercinta dengan bungkus sampo, bungkus sabun mandi dan sabun cuci, bungkus pasta gigi, hingga mungkin sikat gigi itu sendiri. Sudah memaksa berjodoh dengan benda lain, disuruh poli-hubungan lagi. Manusia, kamu jahattt!
#2 Asbak
Entah bagaimana benda kecil nan mungil ini selalu dicekoki sampah secara paksa oleh manusia. Ya memang asbak juga termasuk tempat pembuangan sampah, tapi hanya sampah-sampah mini seperti abu dan puntung rokok, bukan sampah yang ukurannya melebihi kapasitas asbak sendiri. Asbak sering kali “kemendemenan” ketika dicekoki sampah-sampah yang bukan spesialisnya itu, hingga tak jarang memuntahkannya, yang pada akhirnya meja atau tikar tempat asbak berdiri kebagian jackpot sampahnya.
#3 Piring
Boleh jadi piring memang tempat yang cocok untuk buang sampah sisa makanan, toh nanti juga bakal dicuci. Tapi tragisnya, kadang piring juga dipaksa menampung sampah lain di luar makanan, misalnya abu dan puntung-puntung rokok. Piring dan asbak memang aneh, keduanya sering mendapatkan job desc secara terbalik. Saking lumrahnya mendapat job desc terbalik, saya malah pernah ditegur ketika hendak mengambil asbak untuk menikmati sak ler cigarettes after lunch, “Ini, lho piring. Ngapain ngambil asbak?” Yha.
Masalahnya, saya sendiri punya pengalaman pribadi tidak mengenakan soal ini. Saya pernah melelehkan piring plastik di salah satu warung makan dengan rokok, dan beberapa hari berikutnya ketika saya kembali, ternyata saya kebagian piring yang pernah saya lubangi. Saya benar-benar serasa makan di atas asbak dan membayangkan betapa risihnya orang lain mendapati piring yang saya bolongi ini.
#4 Laci meja
Tempat satu ini adalah sela-sela favorit orang-orang membuang kotoran dari lubang pernapasan, upil. Selain sampah produksi alami manusia ini, tak jarang sela satu ini juga menjadi tempat favorit membuang sisa-sisa bungkus makanan yang kadang masih menyisakan makanan. Entah malas entah keburu menyudahi makan-makan tatkala pengajar datang tiba-tiba tanpa aba-aba. Entah berapa kali semasa saya duduk dan tidur di bangku sekolah, saya sekonyong-konyong mencium aroma bangkai makanan yang telanjur membusuk. Beuh, membusuk di sela-sela jam pelajaran, ujian hingga aroma bangkai di sela-sela murid-murid lain sedang memakan bangkai saudaranya, “Eh, eh, tahu nggak, sih, Njeng.”
#5 Alam
Sebutkan lima buah dalam satu kata? Rujak. Sebuah jawaban di balik bungkus permen. Lantas pertanyaan lain, sebutkan empat jenis tempat sampah selain tempat sampah dalam satu kata? Alam.
Alam adalah rangkuman dari hutan, gunung, sawah dan lautan, yang tatkala menjadi tempat sampah populer “oknum manusia” di bumi bulat kita ini. Memang, semua akan kembali kepada alam, tak terkecuali sampah. Tapi, ibarat kalian diberi sebagian porsi opor ayam oleh tetangga yang berbaik hati dengan rantangnya, bukankah lebih etis mengembalikan rantang tetangga tersebut dalam kondisi bersih dan baik-baik saja? Bukankah itu cara untuk tak menyakiti hati tetangga, begitu pula alam. Kasihan yah, si alam.
BACA JUGA Donasi Bencana Alam Bukan Ajang Pembuangan Sampah Pakaian, Camkan! dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.