Banyak yang memuji bahwa novel Dilan adalah buku yang berisi kiat-kiat mendekati lawan jenis dengan tepat dan hemat. Tepat lantaran tidak berlebihan dan apa adanya (sesuai kemampuan). Sedangkan hemat barangkali dapat dilihat dari cara Dilan memberikan buku TTS kepada Milea sebagai hadiah ulang tahun.
Jika dibandingkan dengan Nandan yang memberikan boneka super besar, Beni yang harus menempuh Jakarta ke Bandung untuk pacarnya dan Kang Adi yang harus kuliah dulu di ITB (karena modal Kang Adi deketin Milea adalah pikiran, bukan cara bikin Milea nyaman, tapi cara Milea terkesan dengan almamaternya), jelas modal Dilan kalah telak.
Walau sejatinya, menyebut Dilan missqueen pun tidak tepat juga. Pada jaman tersebut, kata orangtua saya, yang punya motor itu khusus anaknya orang kaya saja. Walau kontradiksi juga bahwa geng motor itu harus punya motor, berarti semua temennya Dilan adalah anak orang kaya. Ya, setidaknya kita tahu bahwa anak orang kaya banyak juga yang jago berantem.
Pun, jika Dilan mau minta dibelikan mobil, saya yakin orangtuanya sanggup-sanggup saja. Malahan bakal senang, anaknya nggak nggondes lagi dengan bergabung dengan geng motor, tapi geng mobil atau komunitas mobil. Sahabatnya Dilan bukan lagi Piyan dan Akew, tapi Andre, Sule dan Rafi Ahmad.
Mereka kerjaannya bukan berantem nyerang-nyerang sekolah lain, tapi bikin konten YouTube. Ujung-ujungnya bakal masuk podcast Om Deddy, Dilan yang masuk ke dalam circle tersebut pun hanya bisa bilang, “Tenang saja, perpisahan tak menyedihkan, yang menyedihkan adalah bila lupa pasang adsense.”
Eh, tapi kalau podcast klarifikasi nggak bakal luput masang adsense lah ya. Dilan masuk podcast Om Daddy pun bisa saja bukan hanya klarifikasi, bisa juga marah-marahin Rigen atau ngobrol absurd sama Kang Adi, eh, Kang Sule. Nanti Dilan bakal bilang begini sama Kang Sule, “Aku marah sama Akang, biarlah, ini urusanku. Bagaimana Kang Sule marah kepadaku, terserah juga, itu urusan Akang.”
Thumbnail-nya, “JANGAN MARAH, ITU BERAT!!11!! BIAR DILAN SAJA!!11″ pakai fotonya Om Deddy sedang smirking pakai satu alis. Kebayang, kan?
Tapi, menurut saya pribadi, gara-gara Dilan punya motor, bisa saja jatah uang jajan Dilan dikurangi untuk beli bensin dan biaya servis. Namanya orang kepepet, selalu saja muncul ide-ide menarik dan cenderung kreatif macam TTS yang sudah diisi atau deklarasi ketika mereka jadian. Bubuhan materai pun yang beli malah Mba Milea. Ckck.
Dalam perhitungan besaran uang jaman sekarang, mari kita hitung berapa sih pengeluaran Dilan selama mendekati hingga pacaran sama Milea.
Ayah Pidi Baiq tidak pernah menyiratkan secara langsung di mana Dilan dan Milea sekolah. Walau SMA Negeri 20 Bandung menjadi lokasi syuting, belum tentu itu merupakan lokasi sebenarnya walau sutradara Fajar Bustomi mengatakan tipologi sekolah ini sama seperti yang diceritakan dalam novel.
Selain meramal, usaha Dilan untuk Milea adalah mengikutinya menggunakan angkot. Entah tujuannya ke mana, jika dilihat dari intensitas obrolan mereka, jaraknya tidak terlalu jauh. Kalian pasti nggak tahu jika sesudah Dilan bilang “Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore…” Dilan ngasih ongkos tujuh ribu untuk bayar angkot.
Ada juga kado ultah untuk Milea. Dilan harus ragat sekitar sepuluh ribu rupiah. Soalnya, jika beli TTS, nggak boleh beli satuan, harus kelipatan lima ribu. Sedangkan satu TTS di pinggir jalan itu sekitar lima ribu, jika beli tiga dapat korting sepuluh ribu. Dilan beli tiga hanya untuk jaga-jaga. Juga, blio mencari gambar model TTS yang menarik untuk diorek-orek mukanya.
Di warung Bi Eem, Dilan kebanyakan ngunyah bala-bala ketimbang tempe atau tahu susu. Di sinilah ia merencanakan otak dan strategi untuk mendekati Milea. Katakanlah tiap hari, sesudah Akew dan Piyan kasih tahu ada murid baru yang cantik asal Jakarta, Dilan menghabiskan lima bala-bala dan satu kopi pahit. Sehari, Dilan bisa menghabiskan uang jajannya sebesar lima belas ribu.
Ketika Dilan mendeklarasikan perasaanya, ia bermodalkan kertas dan spidol. Sedangkan Milea modal dua materai. Tapi jangan salah, Dilan harus membeli buku Sidu dengan quotes “Experience is the best teacher” atau “You never know till you have tried”. Harganya lima ribuan.
Sehabis makan bakso, pun sehabis Dilan lihat ada pasangan yang sedang gandengan dan takut kehilangan, Dilan bayar ongkos dua bakso, dua es teh manis dan satu kerupuk. Jika ditotal, Dilan bisa saja habis tiga puluh ribu karena jika dilihat dari tekstur baksonya, bakso itu bukan jenis bakso murahan pinggir jalan.
Ingat sewaktu Dilan bilang begini, “Jangan rindu, berat. Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja”? Ingat pula berapa kali Dilan isi ulang koin agar telponnya tidak mati? Nah, jika dikonversi menjadi nominal uang masa kini, bisa dikatakan Dilan habis voucher telfon ke sesama operator kurang lebih sepuluh ribu per lima menit.
Yang terakhir adalah ongkos bensin. Yang ini tidak bisa diprediksi dengan pasti. Yang jelas, Dilan menghabiskan bensin untuk pulang pergi pra Milea mau ia bonceng, maupun pasca. Pra-nya ya ketika ia mengantar informasi batagor tiga rasa dan mengajak Piyan untuk memberikan pengumuman sekolah kepada Milea. Kira-kira saja, dari banyaknya peristiwa, Dilan bisa habis lima ratus ribu saja. Ya, jelas irit, Honda CB100 buosss.
Tapi bagaimana pun juga, Dilan mengusung konsep kesederhanaan untuk meraih kebahagiaan. Jadi bagi kalian yang mau mengadopsi konsep seperti ini, jangan diubah menjadi kesederhanaan untuk meraih keiritan. Tapi, sekali-kali bisa lah Dilan ngajak Milea ke Mas Kobis atau Preksu. Masa ya kalah sama Dilan versi Sleman.
BACA JUGA Begini Jadinya Cerita Dilan dan Milea Jika Pidi Baiq Orang Bantul atau tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.