Kehadiran Jagat Sinema Bumilangit diharapkan dapat mematahkan stereotip bahwa superhero asli Indonesia tidak kalah bagusnya dengan para Avengers yang telah menjadi film terlaris sepanjang masa.
Siapa yang pernah dengar Jagat Sinema Bumilangit? Kalau belum mendengarnya, mungkin anda masih terasa asing tentang istilahnya dikarenakan Jagat Sinema Bumilangit baru muncul ke permukaan di saat kita beranjak dewasa sehingga kita disuguhkan tayangan superhero Indonesia dari layar TV sejak kecil. Bedanya, kita tidak bisa menyaksikan aksi Panji dan Saras 008 di layar lebar dikarenakan pemerannya sudah pensiun atau belum berniat balik lagi ke ranah entertainment. Sebagai bentuk dukungan, lebih baik kita doakan saja biar mereka kembali seperti halnya Ria Ricis yang hanya pamit selama 2 hari.
Daripada membahas yang tak penting, lebih baik kita memfokuskan diri pada rahasia Bumilangit. Media waralaba ini hampir mirip dengan Marvel Cinematic Universe namun yang membedakannya adalah Bumilangit lebih mengarah pada nilai kearifan lokal. Ceritanya sendiri memang terinspirasi dari kisah legenda zaman dahulu tetapi tetap kental dengan suasana modern. Lebih mengejutkan lagi, Jika film lainnya rata-rata diadopsi dari novel maka Bumilangit bersifat sebaliknya. Bumilangit lahir dari komik karya R.A Kosasih yang dijuluki sebagai Godfather of Indonesian Comic. Komiknya menjadi best seller di era Orde Baru namun sekarang penjualannya turun drastis karena tergusur oleh teknologi. Jadi, bila anda terbiasa mengikuti perkembangan komiknya, anda pantas dilabeli sebagai fans sejati Bumilangit sekaligus tahu semua jalan cerita di Bumilangit tanpa terlewatkan satupun bagiannya.
Sama halnya dengan Marvel, Bumilangit menyajikan pertarungan yang sengit dengan nuansa lokal sehingga anda tidak perlu khawatir soal adegan idola anda berantem seperti para Avengers. Pertarungan antara Gundala dan musuh besarnya yaitu Ghazul hampir disamakan dengan pertarungan para Avengers melawan Loki. Bagaimanapun juga, Gundala dan para Avengers sama-sama bertarung untuk melawan ketidakadilan dan menyelamatkan kota dari ancaman musuh lalu berakhir dengan pengusiran musuh.
Tidak hanya seputar filmnya saja, nama-nama aktor dan aktris ternama pun ikut meramaikan perfilman di Jagat Sinema Bumilangit. Beberapa diantaranya pernah tampil di film fenomenal yang saat ini digandrungi oleh generasi milenal. Sebut saja deretan nama artisnya mulai dari Dian Sastro, Nicholas Saputra, Chelsea Islan sampai aktris pendatang baru Zara eks JKT48.
Meskipun mereka memulai debutnya di film laga, mereka setidaknya tidak kalah keren dengan aktor laga atau stuntman terkemuka. Aksi mereka tentu saja dinantikan oleh pemirsa seluruh Indonesia supaya makin seru menonton penampilan mereka. Kapan lagi melihat artis spesialis drama menunjukkan aksi laga yang spektakuler dan mendebarkan. Sekali-kali mereka keluar dari zona nyaman lalu mengubah image mereka dari yang tadinya biasa saja tanpa perlawanan menjadi garang layaknya Gatot Kaca.
Selain aksinya yang ditunggu-tunggu, film khas Bumilangit sangat berbeda jauh dengan film Avengers baik dari segi cerita maupun kostumnya. Kalau anda keranjingan nonton Film Avengers, anda bisa menebak bahwa Avengers selalu mengandalkan teknologi CGI dan adegan improvisasi khas aktor. Kehebatan Avengers sudah diakui oleh beberapa pihak seperti pengamat film, penonton, bahkan aktornya sendiri sehingga mereka rela menontonnya setiap hari baik lewat bioskop atau media streaming. Istilahnya, Avengers telah mencapai kata “sukses” dalam menaklukkan perfilman dunia sekaligus melambungkan nama artis terkemuka yang awalnya sekedar figuran menjadi seorang superstar.
Jika dibandingkan dengan Marvel, perbedaan kualitasnya dengan Bumilangit serasa 180 derajat layaknya Bumi dan Langit. Harus diakui, perfilman Indonesia yang sukses di dunia Internasional terbilang minim akibat kurangnya perhatian dari pemerintah ataupun tidak ada film yang benar-benar kualitas dengan rating bintang lima layaknya Hollywood.
Selain itu, teknologi CGI di Indonesia bisa dikatakan sangat amburadul karena terlihat seperti behind the scene ketimbang film sungguhan. Mau bagaimana lagi harga CGI saja terbilang mahal sedangkan film Hollywood sudah terbiasa dengan CGI karena didukung oleh SDM dan Pemerintah. Jadi, perbandingannya sangat sebelas-dua belas ribu alias beda kasta.
Berkaca dari penilaian buruk oleh kritikus film mengenai perfilman Indonesia, kita sepatutnya sadar diri bahwa film Indonesia lebih mengedepankan tema yang cenderung membosankan seperti kisah cinta ala FTV sampai drama komedi yang garing. Biarpun ada sedikit perubahan kecil tetap saja film Indonesia kurang menarik perhatian penonton. Hal inilah yang menyebabkan penonton tertarik pada film sekelas Avengers hanya karena efek dentumannya yang luar biasa dan juga paras aktor-aktrisnya yang menawan. Dengan kata lain, mereka menganggap film Hollywood sebagai bentuk pemujaan baru yang harus wajib ditonton seolah-olah mereka melupakan film buatan negeri sendiri.
Sekecil apa pun, Bumilangit bisa menciptakan karakter sendiri tanpa meniru karakter negara lain supaya terlihat rasa orisinalitasnya terutama mewakili budaya Indonesia. Supaya yakin, kita bisa membuktikan diri bahwa Bumilangit mampu melebihi penonton Avengers meskipun harus menunggu seribu tahun lamanya sampai benar-benar sukses di pasaran. (*)