Kemarin saya membaca sebuah tweet yang di-screenshot dan diunggah ulang di Instagram. Kurang lebih isi dari tweet tersebut menyebutkan bahwa hendaknya orang itu kalau ada temannya yang sedang presentasi, kita nggak usah bertanya yang aneh-aneh apalagi menyudutkannya hanya untuk sebuah nilai. Kalau mau tahu lebih jelas, tanyakan setelah usai presentasi karena hal itu termasuk pembunuhan karakter teman kita sendiri.
Sebagai seseorang yang hobi bertanya tiap kali ada diskusi, membaca screenshot-an tweet ini membuat saya langsung “mak deg”. Bukan tersinggung atau gimana, tapi saya jadi mikir: apa saya selama ini sudah sekejam itu membunuh karakter teman sendiri dengan mengajukan pertanyaan yang mungkin tidak mereka jelaskan di presentasi? Namun jujur saja, saya tak pernah kepikiran sampai sana bahwa saya ingin membunuh karakter teman sendiri apalagi menyudutkan mereka di depan umum. Terlebih hanya karena nilai atau caper sama dosen. Dih, nggak ada pikiran kayak gitu sama sekali.
Jadi gini, saya itu dari SD sudah dibiasakan untuk berani bertanya ke guru kalau ada hal yang tidak dimengerti. Lantaran bakat bawaan saya itu bawel dan suka ngomong, akhirnya saya jadi kecanduan sangat suka bertanya tiap kali dibuka sesi tanya jawab atau diskusi kayak gitu. Nggak cuma di kelas aja sih sebenarnya, tapi di acara workshop atau seminar gitu, pasti kalau ada sesi tanya jawab saya langsung mengajukan pertanyaan. Bahkan di IG live pun, saya bisa-bisanya gerak cepat kalau si narasumber menyuruh audiens bertanya.
Nah, masalah pertanyaan sulit atau aneh yang suka diajukan pada teman gini kan relatif ya. Saya biasanya bertanya kalau memang saya tidak paham, kalau saya sudah mengerti dan jawabannya sudah ada di buku atau materi presentasi, yah untuk apa juga saya bertanya? Saya memang suka bertanya, tapi kalau sesuatu itu sudah ada jawabannya yah nggak bakal saya tanyakan juga,lah. Kurang kerjaan banget itu, mah.
Kadang saya menahan diri agar nggak bertanya juga dan memberi kesempatan teman lain untuk bertanya. Namun, sering kali banyak teman saya yang enggan bertanya. Akhirnya si dosen sering senewen karena mahasiswanya nggak aktif dan pada nggak mau bertanya sehingga diskusinya datar. Kalau sudah nggak ada yang bertanya gitu, akhirnya si dosen sendiri yang mengajukan pertanyaan ke kelompok presentasi. Malah lebih susah lagi pertanyaannya biasanya.
Gini ya, sebagian dosen itu kadang juga suka komplain ke mahasiswa yang sering mengajukan pertanyaan receh. Receh di sini maksudnya itu pertanyaan yang jawabannya sudah ada di materi. Si dosen pasti bakalan bilang, “Ini kan sudah ada di materi, kamu nggak membaca materinya atau gimana?”
Saya pernah membaca sebuah novel Jepang karya Yoko Ogawa yang berjudul The Housekeeper and the Professor. Dalam buku itu si profesor jenius yang ahli matematika itu pernah berkata kurang lebih begini, “Dia lebih suka pertanyaan cerdas daripada jawaban cerdas.”
Jadi mengajukan pertanyaan sepele yang jawabannya sudah ada itu mungkin tidak akan membunuh karakter teman sendiri, tapi justru akan membunuh karakter sendiri kan ya kalau gini.
Kalau di tweet itu disebutkan, jika mau bertanya setelah sesi presentasi. Dih, hal kayak gini tuh nggak relate banget sama teman-teman saya. Yang ada baru buka mulut saja, pasti sudah pada nyembur, “Jangan bahas itu lagi, cukup! Kalau mau bertanya di ruang diskusi. Pusing aku!”
Saya nggak tahu, kalau di luar sana mungkin ada jenis orang yang memang punya niatan untuk membunuh karakter teman sendiri hanya untuk sebuah nilai. Namun menurut saya, mengajukan pertanyaan kritis di saat diskusi itu bukan sesuatu yang buruk. Kecuali pertanyaannya itu sudah menyimpang jauh dari materi dan tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan apa yang dijelaskan. Selama sesi diskusi itu sehat, bagi saya pertanyaan kritis itu justru menambah pengetahuan baik peserta lain ataupun si kelompok presentasi.
Biasanya juga kalau presentasi gitu, misal si kelompok tidak bisa menjawab atau jawabannya kurang tepat, maka si dosen bakalan membantu menjawab atau meluruskan jawabannya yang benar. Sehingga secara tidak langsung dosen ini sekalian menjelaskan pada mahasiswa lain, agar semuanya paham.
Katanya mahasiswa itu dituntut untuk kritis, menyusun pertanyaan yang berbobot, bisa berdiskusi, dan menggali masalah agar kita peka. Akan tetapi, kalau hal kayak gini dianggap sesuatu yang tidak baik, yah gimana, sih? Apalagi kalau ada yang sampai dimusuhi teman karena mengajukan pertanyaan kritis. Kalau kayak gini, orang bakalan urung untuk bertanya kan, ya?
BACA JUGA Kata Siapa Presentasi Itu Lebih Gampang Dibanding Ujian? dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.