Saya mulai tinggal di Cibinong akhir tahun 2009. Sebelum itu, saya pernah menghuni tiga lokasi rumah yang berbeda. Setelah itu, baru pindah ke Cibinong.
Setelah tinggal di Cibinong lebih dari 10 tahun saya bisa bilang kalau Cibinong ya gini-gini saja. Satu pembangunan yang monumental mungkin hanya Cibinong City Mall (CCM), dibangun tahun 2013. Saya masih ingat, sebelum mall itu hadir, saya dan teman-teman kantor sering harus motoran bareng ke Kota Bogor, satu jam perjalanan santai naik motor, sekadar untuk makan di KFC dekat kebun raya, atau ke Botani Square untuk nonton bioskop. Sesekali ke Depok kalau sudah bosan naik ke arah Kota Bogor.
Sederhananya, keseharian di Cibinong adalah jalan macet dan rusak, genangan air saat hujan, angkot di mana-dimana dan tidak tersedianya jalur pedestrian yang bagus. Urusan yang terakhir ini mungkin juga terjadi di banyak kota ya. Saya tinggal di Jogja cukup lama, lima tahun ditambah dua tahun untuk menyelesaikan dua kali studi di UGM. Seingat saya, sampai tahun 2015 ketika menamatkan kuliah, pedestrian di sepanjang Jalan Kaliurang yang dekat kampus juga tidak ramah pejalan kaki. Lebar pas-pasan, banyak dimakan pedagang, dan parkir toko/rumah makan sepanjang jalan.
Namun, ada yang berbeda dengan trotoar dan jalan di Cibinong. Terutama pada sepanjang jalan Pemda, Stadion Pakansari, dan jalan menuju pintu masuk Tol Sirkuit Sentul. Beberapa waktu ke belakang, sedang berlangsung pemasangan gorong-gorong saluran air berukuran besar, betonisasi, aspalisasi, dan pelebaran trotoar. Kondisi ini bikin jalan yang udah macet jadi tambah macet.
Dan sayangnya, yang tersiksa bukan hanya pengendara motor. Namun, juga pejalan kaki. Saya tidak bisa bilang Cibinong adalah tempat yang ramah untuk pejalan kaki. Sebab, trotoar yang ada sudah alih fungsi. Sudah begitu, jalan pun penuh lubang dan dipenuhi kendaraan bermotor.
Sebenarnya, sudah ada perbaikan untuk beberapa titik. Seperti kompleks seputaran Kantor Bupati Bogor sampai arah CCM dan Stadion Pakansari. Perbaikan memang masih terus berjalan. Andai sudah jadi, saya bisa membayangkan betapa enaknya berjalan di daerah tersebut.
Namun, saya juga punya kekhawatiran. Jalan pedestrian yang lebar terkadang justru dinikmati oleh pedagang dan parkir liar. Fasilitas tersebut malah bisa jadi salah sasaran, kalau tidak ada ketegasan.
Sebagai contoh, jalan menuju Stadion Pakansari yang sebenarnya sudah memiliki trotoar lebar, sekarang sudah ditempati banyak pedagang dan terambil sebagian besar oleh toko-toko, rumah makan.
Stadion Pakansari sebelum pandemi, adalah tempat mangkal aneka penjual makanan dan barang-barang kaki lima. Berjejal dari sore sampai malam di trotoar. Kekhawatiran saya tentu bukan tidak beralasan ya. Saat ini saja, sebelum jalan jadi, di sepanjang jalan Pemda dekat CCM sudah banyak pedagang bakso kawi, batagor, minuman, dan lainnya yang memenuhi jalan dari siang sampai malam hari.
Kondisi ini mudah-mudahan sudah masuk dalam perhatian serius dari Bu Bupati dan jajarannya. Orang jualan tentu juga harus mendapatkan kesempatan jualan karena dari situlah mereka menyambung hidup. Namun tentunya perlu dipikirkan di mana mereka bisa ditempatkan dan tetap laku.
Jika saya perhatikan, beberapa kali saya melihat kehadiran Satpol PP yang bikin pedagang beralih tempat. Harus ada solusi permanen yang bisa diterima sebagian besar pihak, karena memuaskan semuanya hampir tidak mungkin. Kucing-kucingan dengan satpol PP mungkin juga bisa memupuk potensi konflik di kemudian hari.
Yang jelas sebagai warga Cibinong, saya bersiap menikmati trotoar luas dan nyaman. Biar Cibinong kayak di Thamrin, biar bisa jogging dengan nyaman seperti di trotoar Pantai Kuta. Dan semoga tidak hanya jalan pemda, Stadion Pakansari, dan Jalan ke Tol Sirkuit Sentul, namun juga untuk banyak wilayah lain di Cibinong.
Sumber Gambar: Pixabay