Kepang rambut di VM “Money” yang baru saja dirilis Lisa Blackpink mendapat kritik dari BLINK saat fansign online. Lisa dituduh melakukan cultural appropriation atau perampasan budaya.
Sejak muncul movement Black Lives Matter segala sesuatu yang terkait dengan budaya komunitas Afrika-Amerika seolah jadi sensitif. Padahal, hal-hal yang dipersoalkan tersebut sering kali tak ada hubungannya dengan rasisme sekalipun. Contoh kasusnya, ya, kepang rambut Lisa di VM “Money”.
Sebetulnya, sangat absurd kalau setiap orang atau seleb yang memakai gaya rambut kepang kemudian dituduh merampas budaya komunitas Afrika-Amerika, bahkan sampai dilabel rasis.
Agnez Mo pada 2019 juga pernah mendapat tuduhan yang sama saat mengunggah foto dengan gaya rambut kepang di Instagram. Setelah itu, pada 2021, aktor Park Eun-seok juga mendapat kritikan keras saat berperan sebagai Alex Lee di drama Penthouse Season 3.
Menurut Lisa Blackpink, sih, ia tidak bermaksud melakukan perampasan budaya saat memakai gaya rambut kepang. Lisa hanya berpikir bahwa gaya rambut tersebut bagus dan sesuai untuk lagunya. Meski begitu, Lisa tetap meminta maaf karena menyesal sudah membuat orang lain merasa tak nyaman dan tersakiti.
Permintaan maaf Lisa Blackpink adalah tindakan terpuji sebagai idol. Tapi, balik lagi ke kepang rambut, apa iya bisa serta-merta disebut cultural appropriation?
Secara sederhana cultural appropriation diartikan sebagai konsep yang digunakan untuk menyebut seseorang dari budaya mayoritas (misal kulit putih) yang meminjam atribut budaya minoritas (misal kulit berwarna). Namun, tanpa (pelakunya) menunjukkan bahwa ia memahami atau menghargai budaya yang dipinjam tersebut.
Cultural appropriation adalah sebuah konsep yang sangat sensitif dan kesensitifannya tergantung pada pendapat anggota budaya yang dipinjam. Dengan kata lain, tingkat sensitif pro-apropriasi dipengaruhi oleh sejumlah konteks.
Oleh karena itu, sering kali tuduhan cultural appropriation yang dialamatkan pada seseorang menjadi problematik bahkan sepihak tanpa ada ruang dialog. Supaya lebih fair saat mengkritik atau menuduh orang lain melakukan perampasan budaya, sebenarnya bisa dilihat dari sini.
Satu, atribut budaya dipakai, tapi mengabaikan isu yang terkait pemilik atribut budaya tersebut. Dua, mendapat keuntungan pribadi dari tindakan meminjam atribut budaya. Tiga, memberi label “keren” ketika atribut dipakai seseorang dari budaya mayoritas (yaitu kulit putih) dan label “etnik” (dengan tone negatif) ketika dipakai oleh pemiliknya sebagai minoritas (yaitu kulit berwarna).
Kepang rambut, baju koko, tas anyaman bambu, dan sebagainya, memang bisa disebut melekat pada masyarakat tertentu sebagai atribut budaya. Tapi yang namanya budaya nggak sekuper itu, ia berbaur dan bercampur.
Gaya rambut, gaya berpakaian, perilaku, bahasa, ideologi, bahkan musik, bisa saja saling beririsan dan memengaruhi satu sama lain. Ini akan menghasilkan mode atau fesyen tanpa ada unsur rasisme atau mendiskrimasikan salah satu budaya. Ia murni sebagai ekspresi estetik.
Nah, biar nggak sebentar-sebentar butt-hurt cultural appropriation, kalian sudah kenal konsep cultural apreciation belum?
Jika cultural appropriation adalah bentuk eksploitasi dan ketidaksensitifan pada isu rasisme, cultural appreciation kebalikannya. Ia adalah apresiasi terhadap budaya. Ia meminjam dengan hormat unsur-unsur dari budaya lain dengan maksud untuk berbagi ide dan mendiversifikasi diri sendiri.
Cultural appreciation dibarengi keinginan untuk memahami dan belajar tentang budaya lain. Tujuannya, untuk memperluas perspektif, pengetahuan, wawasan, dan lebih menghargai orang lain dari budaya yang berbeda.
Seperti kepang rambut. Ia memang ditemukan pertama kali di Nigeria 500 tahun sebelum Masehi pada masyarakat Nok. Namun, seiring waktu ia mulai menyebar ke seluruh dunia dengan beragam model. Di masa kini, kepang rambut model cornrow yang digemari musisi, misalnya, identik dengan budaya populer hip hop.
Tak sekadar genre, hip hop adalah gerakan kebudayaan pada 1970-an yang dikembangkan oleh komunitas Afro-Amerika dan Latin-Amerika. Ia muncul pertama kali di The Bronx, di kota New York, Amerika Serikat. Sejak itulah kepang rambut, yang biasa dipakai komunitas Afro-Amerika, menjadi budaya populer sebagai fesyen yang menyertai hip-hop.
Fyi saja, nih, lagu Lisa Blackpink yang berjudul “Money” itu bergenre hip-hop. Konteks genre lagu ini menjelaskan kenapa tuduhan cultural appropriation pada kepang rambut Lisa di VM “Money” itu lebay dan ra mashok blas. Lisa hanya memilih fesyen yang sesuai dengan musiknya. Baik Lisa maupun kepang rambutnya tak bersalah!