Memangnya Kenapa Kalau Fresh Graduate Melakukan Negosiasi Sekaligus Punya Obsesi Gaji yang Tinggi?

Jangan Ngiler Gaji 2 Digit dan Posisi Manager! Fresh Graduate Perlu Tahu 3 Hal Berikut Terminal Mojok

Jangan Ngiler Gaji 2 Digit dan Posisi Manager! Fresh Graduate Perlu Tahu 3 Hal Berikut (Shutterstock.com)

Entah apa sebabnya, diskusi soal gaji di ranah media sosial sudah pasti akan ramai jadi bahan perbincangan sekaligus perdebatan. Ada pekerja dengan posisi tertentu mendapat dua digit, dibilangnya enak betul dan pengin ada di posisi tersebut. Ada pekerja yang membahas menerima gaji tiga juta dengan deskripsi kerja setara 10 juta pun tidak luput dari perdebatan. Teranyar, fresh graduate yang negosiasi gaji saat wawancara kerja juga dipermasalahkan. Dijadikan bahan tubir.

Sebentar, sebentar. Memang, salahnya di mana, sih, kalau fresh graduate melakukan negosiasi gaji saat wawancara kerja atau punya obsesi dengan gaji tinggi? Ya, namanya juga usaha.

Bagi saya, nggak masalah dan nggak perlu dipermasalahkan sama sekali. Toh, hal tersebut menjadi bagian dari dinamika dalam dunia kerja yang sulit ditepis dari arah mana pun. Juga menjadi hak para pelamar kerja, tak terkecuali para fresh graduate.

Jadi, agak nganu jika dijadikan konten shaming di media sosial oleh para masyarakat online. Apalagi kalau ada HRD yang malah ikut-ikutan—melakukan hal serupa. Parah, sih. Nggak perlu kebakaran jenggot sampai kepanasan sendiri. Biasa aja, lah.

Kok gini aja pada ribut

Ente-ente sekalian semisal bekerja sebagai HRD kan tinggal probing, menggali lebih dalam lagi informasi dari kandidat saat wawancara, dan melakukan negosiasi hingga terjalin kesepakatan jika gaji yang diminta dirasa overbudget, kan? Termasuk dari fresh graduate, lho. Bukan hanya yang sudah berpengalaman saja.

Toh, di sisi HRD dan perusahaan, justru di situ seninya, kan? Berebut kandidat dengan perusahaan lain, yang punya potensi atau kompetensi sesuai untuk menempati suatu posisi. Kemudian diberi gaji dan benefit yang sesuai harapan mereka. Hehehe.

Sampai di sini, mestinya kita sama-sama sepakat bahwa, negosiasi gaji adalah hak para pencari kerja. Tak terkecuali para fresh graduate.

Bahkan menurut saya, fresh graduate yang percaya diri untuk nego gaji dengan nominal terbilang tinggi, layak diapresiasi dan digali lebih dalam lagi saat wawancara kerja. Sebab, boleh jadi ia memiliki kompetensi yang dibutuhkan perusahaan, di atas rata-rata, atau potensi melebihi harapan. Jadi, bisa lebih siap dalam menerima tugas satu dan lainnya.

Fresh graduate tak berpengalaman pun nggak masalah ikutan nego gaji

Lantas, bagaimana jika seorang fresh graduate yang belum punya landasan kuat (kemampuan belum terasah, tapi masih baik di bidang lainnya), tapi punya rasa percaya diri cukup tinggi saat nego gaji tinggi?

Selama cocok dengan kebutuhan dan lolos serangkaian tes, termasuk wawancara lanjutan, sampaikan saja kisaran nominal gaji yang akan diberikan oleh perusahaan ada di angka berapa. Jika memang sama-sama sepakat, toh, bukan masalah, kan? Daripada dijadikan konten shaming. Selain hanya untuk memancing keributan dan bising yang nggak ada ujungnya, gunanya apa tuh kalau boleh tahu?

Bukan tanpa alasan saya ada di sisi fresh graduate yang punya harapan atau obsesi gaji tinggi (selama punya kompetensi yang melebihi ekspektasi). Sebab, tiap tahun, dinamika bekerja, tingkat kesulitan, sampai berkembangnya kemampuan kandidat, semakin meningkat—mengikuti perkembangan zaman, teknologi, dan kebutuhan perusahaan.

Jadi, ketika ada fresh graduate yang percaya diri nego gaji di nominal angka tertentu sambil diimbangi dengan skill set yang mumpuni, harusnya HRD atau user nggak perlu megap-megap kayak ikan cupang di toples kaca gitu, kan? Justru sebaliknya, harusnya merasa beruntung karena punya calon karyawan potensial yang tinggal dipoles sedikit saja untuk kemajuan bisnis perusahaan ke arah lebih baik.

Jangan sampai aja, nih. Di waktu zaman dan teknologi sudah sama-sama berkembang, growth mindset pencari kerja pun semakin baik, eh, pola pikir HRD-nya yang mandek. Bahaya banget, sih. Sebab, diskusi mengenai negosiasi gaji nggak akan bergerak ke arah yang lebih baik. Hanya akan berhenti di, “Buset, masih fresh graduate aja minta gajinya nggak ngotak. Ngaca, dong!” atau “Gue yang udah lama kerja aja, gaji masih segini, ini fresh graduate mintanya keblinger.”

Faktor gaji nggak cuman perkara seberapa lama bekerja!

Soal itu, barangkali sampeyan khilaf. Sini biar saya bisikin. Salah satu faktor penentu besarnya gaji karyawan nggak melulu soal berapa lama seseorang sudah bekerja. Tapi juga meliputi skill set yang dimiliki, serta kemampuan apa yang bisa diterapkan untuk kemajuan bisnis perusahaan.

Kalau sampeyan sedikit-sedikit iri sama fresh graduate yang percaya diri melakukan negosiasi gaji dengan nominal tinggi sambil diimbangi skill set yang mumpuni, jangan-jangan kemampuan atau karier sampeyan yang stuck dan perlu dipertanyakan, sih.

Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Kenapa Ekspektasi Gaji Fresh Graduate Kerap Terlalu Tinggi?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version