Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Memang Betul, Berkebun di Masa Pandemi Itu Ternyata Mengasyikkan

Munawir Mandjo oleh Munawir Mandjo
28 Mei 2020
A A
urban farming, Memang Betul, Berkebun di Masa Pandemi Itu Ternyata Mengasyikkan sayuran

Memang Betul, Berkebun di Masa Pandemi Itu Ternyata Mengasyikkan Rekomendasi Jenis Sayuran yang Bisa Ditanam Pemula

Share on FacebookShare on Twitter

Semenjak adanya imbauan pemerintah agar menghabiskan waktu di rumah, saya memiliki kebiasaan baru membantu ibu berkebun. Biasanya, saya hanya mengangkut air atau sekadar menggemburkan tanah dengan cangkul, dan membuat pematang yang nantinya akan ditanami beragam jenis tumbuhan di atasnya. Memang untuk kegiatan yang terakhir ini memiliki nilai estetik tersendiri, karena pematang yang lurus akan membuat tanaman yang tumbuh, akan terlihat lebih rapi.

Kegemaran ibu bercocok tanam, mulai tumbuh sejak remaja. Hidup dari keluarga petani, membuat ia terbiasa dengan aktivitas di sawah. ibu pernah bercerita, dulu sehabis pulang dari SMA, ia dan adik perempuannya langsung melibatkan diri dengan hiruk pikuk persawahan untuk membantu kedua orang tuanya.

Hingga sampai saat ini, kegemaran ibu masih berlanjut. Apalagi ayah, yang juga punya kebiasaan serupa, membuat ia tetap menggeluti aktivitas tersebut. Walaupun keduanya sudah mempunyai penghasilan mapan dari perkejaannya sebagai pegawai negeri sipil.

Kebiasaan bertani ayah dan ibu kemudian mau nggak mau memaksa saya dan kedua saudara saya ikut terjun dalam dunia pertanian. Karena ibu tergolong jenis perempuan yang nyinyir dan ganasnya minta ampun, kata penolakan saat ada ajakan bertani dari ibu, membuat saya menjadi objek omelannya sepanjang hari.

Lantaran nggak tahan dengan omelan yang biasanya disertai ancaman pemotongan uang jajan, panggilan bertani itu pun, terpaksa saya lakoni sejak duduk di bangku SMA hingga menginjak perkuliahan. Dari rentetan pengalaman itu, saya memahami bagaimana proses panjang pengolahan, dari benih padi hingga menjadi nasi yang siap santap. Meskipun, awal terjun ke dalam dunia pertanian, sungguh merupakan rentetan proses yang sangat menyiksa bagi saya.

Coba Anda bayangkan ketika musim tanam tiba. Di bawah terik matahari yang begitu murka, saya harus bergumul dengan lumpur untuk mencabut satu persatu bibit padi yang sudah disemai. Biasanya dengan memanfaatkan tenaga lima orang, dibutuhkan waktu sehari untuk ukuran lahan dengan panjang lebar lima rentangan tangan orang dewasa.

Syahdan, yang membuatnya sulit karena saat dicabut, bibit padi harus diperlakukan lembut, agar bibit nggak terpisah dari akarnya. Proses selanjutnya, lumpur yang menempel pada akar pun harus dibersihkan, sehingga mempermudah mobilitas saat bibit dipindahkan ke lahan yang lebih luas, begitupun saat proses penanaman. Biasanya setelah tuntas, tubuh saya sudah dipenuhi lumpur, dan seperangkat bentol-bentol merah di kulit kaki.

Di situ rentetan penderita saya belum berakhir. Penderitaan itu berlanjut saat proses panen tiba, saya kembali harus memasrahkan diri terpanggang di bawah sinar matahari yang lagi-lagi senantiasa murka. Meskipun telah menggunakan pelindung kepala, tapi hawa panas begitu menyengat, merosotkan nilai fungsional dari pelindung yang saya kenakan.

Baca Juga:

Pengalaman Saya Menjalani KKN Gaib, Sendirian Ngerjain Proker, Tau-tau Selesai

Resistensi Antibiotik, Pemicu Pandemi Mematikan di Masa Depan

Proses panen pun tergolong lama, meskipun kami sudah dibantu lima sampai enam buruh tani, untuk sawah yang berukuran tujuh puluh enam hektar biasanya harus dikerjakan dalam waktu tiga hari,. Dimulai dari memotong batang padi, memisahkan batang dengan bulir padi, membersihkan bulir, dan memasukkan ke dalam karung. Proses itu pun saya lalui dengan rasa tersiksa,.

Namun, dibandingkan dengan saya, orang tua saya nggak pernah terlihat mengeluh, bahkan bersemangat betul. “Saya kan robot!” Celetukan yang selalu ibu lontarkan pada saya, ketika sedang mengeluh. Biasanya dibarengi narasi indah, jika untuk makan sehari-hari, kami nggak perlu mengeluarkan duit buat beli beras. “Betul juga, sih,” batin saya.

Tapi, tiga tahun belakangan ini, karena usia yang sudah semakin tua dan saya pun mulai sibuk berkerja, orang tua saya memutuskan memberikan sawahnya pada orang lain untuk dikelola. Meskipun demikian, semangat bertani ibu tetap militan. Ia kemudian mengaktualisasikan semangat itu lewat berkebun. Dengan memanfaatkan sepetak kecil lahan di belakang rumah dan mulai menanam beragam jenis sayuran serta umbi-umbian.

Nggak hanya di belakang rumah. Ibu juga memanfaatkan pekarangan kecil di halaman depan. Bahkan jika lahan sudah nggak bisa diajak kompromi, ibu memanfaatkan pot atau bekas kaleng susu untuk ditanami beragam jenis tanaman.

Memang, jika dibandingkan bertani, berkebun terkesan lebih gampang, karena nggak perlu lahan luas untuk bisa memulainya. Pot atau kaleng bekas pun jadi, apalagi perawatannya yang sangat sederhana. Cukup diberi air, serta pupuk seperlunya.

Dari hasil pengamatan selama membantu ibu, saya melihat ia sepertinya paham betul cara merawat tanaman. Seolah punya chemistry dengan tanaman. Ibu tahu kapan bibit boleh dipindahkan, kapan harus diberi pupuk, jumlah airnya seberapa banyak, dan tanah apa yang baik digunakan.

Rentetan kesibukan itu mengisi waktunya selama menjalani masa karantina di rumah. Sehingga, ibu seakan bisa melewatinya dengan asyik masyuk tanpa pernah mengeluh diganggu oleh perasaan jenuh. Ibu juga nggak perlu repot ke pasar untuk bisa menikmati beragam jenis sayuran. Apalagi sudah jelas kan, imbauan pemerintah untuk sementara waktu menghindari kerumunan.

Hal serupa juga saya alami. Mengikuti jejak keseharian ibu berkebun, menerbitkan kesenangan tersendiri saat melihat tanaman yang ia rawat bisa tumbuh dengan sehat. Apalagi jika ditambah dengan suasana pagi yang cerah, serta semburat mentari yang memeluk tumbuh saat berkebun, tentu memberi kenikmatan yang paripurna.

Memang harus diakui aktivitas berkebun memiliki banyak segudang manfaat bagi kesehatan mental, seperti meningkatkan kebahagiaan, kepuasan, dan mengusir rasa kesepian. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil penelitian Agnes Evan den Berg dalam sebuah studi yang berjudul, “Allotment Gardening and Healt: A Comparative Survey Among Allotment Gardeners and Their Neighbors Without an Allotment”.

Sampai di sini saya sadar, jika berkebun merupakan kegiatan yang mengasyikkan. Apalagi di tengah pandemi sekarang ini, bisa menjadi salah satu kegiatan yang paling cocok untuk menghilangkan rasa jenuh selama berada di rumah.

BACA JUGA Menciptakan Ketahanan Pangan dari Rumah Ke Rumah atau tulisan Munawir Mandjo lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Mei 2020 oleh

Tags: berkebuncoronapandemi
Munawir Mandjo

Munawir Mandjo

Aparatur Sipir Negara

ArtikelTerkait

istilah asing mojok

Kalau Bisa, Hindari Penggunaan Istilah Asing agar Tak Tercipta Sekat Bahasa

28 Juli 2020
permintaan maaf pak luhut mojok

Pak Luhut Seharusnya Nggak Perlu Minta Maaf ke Masyarakat

19 Juli 2021
tips menanam tomat MOJOK

Tips Menanam Tomat di Pekarangan Supaya Berbuah Lebat

2 Juli 2020
Nolak Ikutan Kampanye Vaksin dengan Alasan Consent Itu Sungguh Ramashok! terminal mojok.co

Nolak Ikutan Kampanye Vaksin dengan Alasan Consent Itu Sungguh Ramashok!

30 Juli 2021

Kombo Menyebalkan Fans Rachel Vennya yang Bilang: Buna Berhak Bahagia

15 Oktober 2021
mahasiswa unjuk rasa mojok

Mahasiswa Sebaiknya Menahan Diri untuk Tidak Demonstrasi di Masa Pandemi

10 Juli 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.