Selain polusi udara, yang paling menyebalkan di jalanan adalah polusi suara. Ia bisa berasal dari klakson, cabe-cabean yang teriak seolah dunia milik mereka sendiri, dan yang tak jarang kita temukan: knalpot.
Knalpot yang bising—saya menyebutnya knalpot grong karena suaranya begitu, merupakan salah satu hal paling menyebalkan di dunia ini. Saya rasa (hampir) semua dari kita tahu, bahwa ia begitu menyakiti kuping—meski tak semenyakitkan kata perpisahan, sebab ia menghujam sampai di hati. Bagaimana tidak, bunyi sekeras itu seolah dipaksa untuk kita dengar. Kita tak menginginkannya. Dan bukankah dipaksa untuk hal yang tak kita suka itu dari dulu selalu takkan berakhir menyenangkan?
Lagipula, memang apa sih kerennya knalpot grong?
Maksud saya—serius, knalpot jenis seperti itu benar-benar mengganggu. Ketika para pengembang otomotif dari waktu ke waktu selalu mengembangkan produknya agar bersuara halus atau bahkan tanpa suara, beberapa orang justru dengan bangganya memamerkan kebisingan sepanjang jalan. Di jalanan apa pun—kecuali jalan sunyi tanpa orang lewat, bunyi knalpot grong itu benar-benar memekakkan kuping.
Saya sudah pernah mendengarnya, baik di jalan raya ataupun jalan desa. Semuanya menyebalkan.
Oke, mari kita bayangkan. Di jalan raya—saya sering melihatnya sepanjang Pantura, knalpot grong membuat perjalanan saya terasa kian panjang. Jika sedang sial, saya harus menghadapi bebarapa gangguan sekaligus: jalan berlubang, asap truk di depan saya, kemacetan, dan knalpot grong. Indra-indra saya seolah diserang dari segala arah.
Yang selanjutnya menyebalkan, tentu saja saat melihatnya di jalan desa sendiri. Yap. Yang punya motor dengan knalpot grong itu, kadang adalah tetangga kita sendiri. Ini berarti, intensitas kite mendengarnya lebih tinggi daripada di jalan raya. Saat saya hendak tidur, kadang saya mendengar. Ketika saya salat, ia tak jarang melewati masjid. Dan saat saya bertelepon ria dengan gebetan, ia juga sering datang.
Pokoknya nyebelin banget deh, Gan, Sis.
Kita jelas terganggu. Bangsatnya, sebab yang punya adalah tetangga, kita tidak berani mengutarakan. Pakewuh. Sikap yang begitu tertanam dalam diri orang Jawa—termasuk saya. Bagaimanapun, mau sekeras apa pun knalpot itu bersuara, saya lebih memilih tutup mulut. Kadang saya khawatir, hubungan dengan akan terganggu—meski sebenarnya: akankah jadi begitu jika saya terus terang?
Namun, ayolah, seharusnya kita harus bisa berpikir sendiri soal itu; bahwa apa pun yang berpotensi mengganggu orang lain, tidak semestinya kita lakukan. Knapot grong itu mengganggu; memasangnya di motor kita berarti memasang bising di kuping orang lain.
Dulu, saat masih kecil, saya sejujurnya pernah melakukan hal yang agak mirip. Saya dan beberapa kawan punya sepeda. Kami sering jalan-jalan mengelilingi desa sendiri dan desa terdekat lain. Saat itu saya benar-benar mengidolakan Valentino Rossi, pembalap MotoGP dengan angka keramat 46.
Lazimnya anak kecil, saya pun menirunya. Saya tentu tak punya knalpot segahar Rossi, apalagi motornya. Saya kemudian putar akal, kemudian menemukan bahwa gelas plastik bekas ale-ale bisa membuat sepeda saya terdengar lebih keren. Gelas itu saya pasang di antara selebor dan ban. Dan ketika ban berputar, suaranya mirip knalpot. Saya senang. Saya merasa keren dan siap mengelilingi desa dengan lebih bersemangat.
Apakah orang dewasa yang memakai knalpot grong juga berpikir seperti itu, bahwa memasangnya di motor bisa membuat mereka keren?
Barangkali iya. Barangkali tidak.
Jika iya, maka itu akan terdengar konyol. Maksud saya, semesta anak kecil dan orang dewasa tentu berbeda. Anak kecil begitu polos, cenderung belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak. Melihat lelaki kecil mencium gadis kecil tetangganya akan berbeda dengan melihat pemuda bangkotan mencium perempuan tetangganya tanpa ikatan pernikahan. Bukankah begitu?
Knalpot grong barangkali dirasa akan bikin pemakainya lebih gagah dan keren. Namun, pada akhirnya, ia tak begitu. Ia bising dan mengganggu. Ia tidak diinginkan.
Hal ini tentu akan berbeda jika ia digunakan di dalam sirkuit. Knalpot grong akan mendapatkan tepuk tangan. Tanpanya, balapan takkan jadi seseru seharusnya. Sebab tempatnya adalah di sana, bukan di jalan raya atau jalan desa biasa.
Sejak dan sampai kapan pun, bukankah menempatkan sesuatu bukan pada bagiannya itu akan selalu berakhir menyebalkan?
Knalpot pun begitu.