Sebelumnya, saya jelaskan dulu penggunaan kata “Jawa” di sini bukan khusus untuk orang Jawa saja. Saya pakai kata “Jawa” karena kami di Baubau sapu rata menyebut orang yang tinggal di Pulau Jawa sebagai orang Jawa, meskipun di sana ada orang Betawi, Sunda, dan lainnya.
Secara singkat saya perkenalkan dulu kota saya itu itu daerah apa dan di mana letaknya. Baubau adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara. Dulu pernah lama menjadi ibu kota Kabupaten Buton, kemudian berubah status menjadi kota pada 2001.
Sebagai orang asli yang cukup lama tinggal di luar Sulawesi Tenggara, saya sering kesal ketika ditanya sebagian orang tentang kota asal saya. Misalnya, apakah sudah ada pesawat terbang masuk di Baubau. Halo, Anda pikir kota saya itu desa antah berantah di pedalaman Amazon sana? Asal tahu saja, setiap hari pesawat-pesawat penumpang terkenal seperti Citilink, Wings Air, dan Lion Air setiap hari landing dan takeoff dari bandara Sultan Murhum Baubau.
Kesalahan yang juga sering dipahami orang di luar Sulawesi khususnya di Jawa dan sekitarnya sana adalah orang Baubau sama dengan orang Maluku atau Papua. Kadang mereka mencandai kami dengan menggunakan dialek Maluku seperti, “Beta seng ada uang!” atau dengan logat khas Papua seperti, “He pace, ko dari mana?”
Demi Tuhan, dialek kami tidak seperti itu!
Saking seringnya terjadi kesalahpahaman seperti itu saya biasa mempertegas jawaban ketika ditanya berasal dari mana. Saya biasa menjawab, “Dari Baubau, Sulawesi Tenggara.” Saya gunakan “Sulawesi Tenggara” agar mereka tidak bertanya lagi Baubau itu di mana atau dikira salah satu kota di Papua sana.
Namun, beberapa tahun belakangan saya cukup terbantu seiring meroketnya nama penyanyi dangdut Fildan Rahayu sebagai pemuda Baubau yang pernah memenangkan audisi dangdut di Indosiar. Saya tidak perlu lagi sebut Sulawesi Tenggara, karena mereka akan menanggapi, “Oh, Baubau sekampungnya Fildan.”
Bagi yang belum tahu, saya perkenalkan sedikit tentang kota saya untuk meluruskan kekeliruan sebagian orang tentang kota saya ini.
Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
Sebagian orang Jawa menyangka Baubau salah satu daerah di Maluku atau Papua. Padahal kami benar-benar punya bahasa dan etnis yang berbeda dengan Maluku dan Papua. Bahasa daerah orang Baubau adalah bahasa Buton dan masyarakat kami disebut dengan orang Buton. Perlu diketahui juga, para pejabat-pejabat kami yang duduk di dewan sana sedang mengusahakan terbentuknya Provinsi Kepulauan Buton (Kepton). Jika provinsi itu jadi terbentuk–meski tak tahu kapan—yang menjadi ibu kotanya adalah Baubau.
Bekas kesultanan
Sebagian orang menyangka orang Baubau atau orang Buton itu sama dengan orang Papua atau Maluku yang kebanyakan beragama bukan Islam. Ini bukan bermaksud rasis atau apa yah, saya cuma memperjelas bahwa Baubau di masa silam merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Buton. Oleh karena ia kesultanan, maka yang memimpin disebut dengan sultan. Jadi orang Baubau atau orang Buton pada umumnya memeluk agama Islam dengan persentase di atas sembilan puluh persen.
Benteng terluas di dunia
Baubau memiliki banyak peninggalan bersejarah. Salah satu yang terkenal adalah Benteng Keraton Buton. Benteng warisan Kesultanan Buton ini terletak di daerah puncak di Kota Baubau. Ia juga menjadi objek wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan dalam negeri maupun mancanegara. Pada 2006 lalu, Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guiness Book of Record mengukuhkan Benteng Keraton Buton sebagai benteng terluas di dunia dengan luas sekitar 23,375 ha. Baru tahu kan?
Lebih luas dari Makassar
Kalau fakta ini saya juga baru tahu beberapa waktu lalu. Menurut catatan Wikipedia, Baubau memiliki luas wilayah 221,00 km persegi. Ia menempati urutan ke-38 sebagai kota terluas di Indonesia mengalahkan banyak kota besar di Indonesia seperti Makassar (199,26 km persegi), Bandung (167,30 km persegi), Manado (157,25 km persegi), Denpasar (123,98 km persegi), dan Banda Aceh (61,36 km persegi).
Indonesia Tengah, bukan Timur
Ada tiga pembagian wilayah di Indonesia berdasarkan waktu yaitu Barat, Tengah, dan Timur. Masing-masing ketiga wilayah ini memiliki perbedaan waktu satu jam. Orang-orang di Jawa sana sering mengira kami ini berasal dari Indonesia Timur. Apalagi dengan maraknya penyebutan “Orang Timur”. Ini jelas kurang tepat. Selain saya tidak begitu paham apa definisi dari “Orang Timur”, kami orang Baubau tinggal di bagian tengah Indonesia bukan bagian timur. Jadi kalau ada “Orang Timur”, maka kami orang Baubau mungkin lebih pas disebut “Orang Tengah”.
Kota transit
Orang-orang dari Pulau Jawa yang sering bepergian menggunakan kapal Pelni menuju wilayah timur Indonesia pasti akrab dengan Baubau. Kota ini adalah tempat persinggahan kapal-kapal pelni yang berlayar dari Barat ke Timur dan sebaliknya. Tidak sedikit penduduk dari Pulau Jawa dan Bali memilih untuk menetap di kota ini. Biasanya mereka membuka usaha kuliner atau berkebun. Jadi, kota ini bukanlah desa terpencil tanpa bandara, tanpa kampus, mal, dan rumah sakit.
Bahasa dan dialek sendiri
Orang Baubau punya bahasa daerah sendiri dan tidak sama dengan bahasa Maluku atau Papua. Dialek kamipun berbeda dengan dialek orang Sulawesi Tenggara lainnya seperti dialek orang Kendari. Jadi stop berbicara sama orang Baubau dengan menggunakan bahasa ala ala orang Papua, seperti menegur kami dengan menggunakan kata pace, mace, kaka, nona, beta, dan semisalnya.
Penghasil aspal
Sebenarnya penghasil aspal bukan berada di kota ini, melainkan di satu desa di Kabupaten Buton yang letaknya beberapa kilometer saja dari kota ini. Waktu masih SD dulu saya selalu bangga setiap kali bapak ibu guru mengatakan bahwa penghasil aspal di Indonesia berada di daerah kami, Pulau Buton.
Sekian hal-hal yang perlu saya sampaikan tentang kota saya. Ke depannya, saya harap saya tak menemui lagi orang asli Baubau dipanggil pace atau sebagainya. Maksudnya, nggak lucu banggain Indonesia sebagai negara penuh keragaman, tapi nggak paham sama keragamannya sendiri.
BACA JUGA Please, Jangan Manado-kan Semua Daerah di Sulawesi Utara