Baru-baru ini kerap muncul istilah “marriage is scary” di media sosial. Istilah tersebut merupakan bentuk seruan terhadap kasus keretakan rumah tangga. Tak heran, beberapa waktu lalu sempat viral soal banyak anak muda yang enggan menikah. Hal itu berbanding terbalik dengan kasus pernikahan dini pada waktu sebelumnya. Ada kemungkinan anak muda mulai sadar dengan dampak pernikahan dini, atau ada faktor lain yang tidak kita ketahui.
Pernikahan seakan menjadi hal yang menakutkan bagi anak muda. Banyaknya kasus kegagalan dalam rumah tangga mengurangi minat anak muda untuk menikah. Apalagi banyak ditemukan fakta bahwa pernikahan tidak menjamin kebahagiaan. Pernikahan justru menimbulkan masalah-masalah baru yang menakutkan. Masalah-masalah itu timbul karena besarnya ekspektasi anak muda setelah menikah. Berikut ini saya rangkum ketakutan-ketakutan anak muda pada pernikahan.
Daftar Isi
Hanya bersandar pada ekspektasi bahagia
Banyak orang memandang pernikahan merupakan titik awal kebahagiaan. Pernikahan dianggap sebagai sebuah solusi dari permasalahan yang terjadi sebelumnya. Padahal pernikahan justru titik awal munculnya masalah baru yang lebih kompleks. Tidak sedikit orang yang pupus harapan karena tidak kunjung menemukan kebahagiaan setelah menikah. Mereka justru harus berjuang demi kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sebenarnya tidak salah kalau berharap bahagia setelah menikah. Beberapa orang beruntung mendapat kebahagiaan setelah menikah. Namun, kadang-kadang kebahagiaan yang nampak itu malah membuat orang lain merasa iri. Mereka pikir di balik kebahagiaan yang nampak itu tidak ada masalah yang terjadi. Padahal setiap pasangan dalam pernikahan hanya berusaha tidak menunjukkan masalah mereka.
Pernikahan bisa penuh tekanan finansial
Persoalan keuangan menjadi bagian penting dalam pernikahan. Banyak yang mengalami keretakan rumah tangga akibat tekanan finansial. Selain urusan kebutuhan rumah tangga, kehadiran seorang anak juga memerlukan biaya yang cukup besar. Hal ini cukup menjadi ketakutan tersendiri bagi anak muda. Mereka takut tidak berhasil memberikan apa yang menjadi kebutuhan anak.
Tekanan finansial dalam rumah tangga memunculkan niat baru bagi anak muda. Bagi mereka, kesiapan finansial adalah bagian dari kesiapan diri sebelum memutuskan untuk lanjut ke pernikahan. Banyak anak muda yang memilih berkarier daripada menikah di usia muda. Selain takut hidup miskin, mereka juga tidak mau keluarga baru hidup melarat.
Anak adalah anugerah dalam pernikahan, tapi perihal mengasuh anak juga perlu dipertimbangkan apalagi kalau pasangan bekerja
Kehadiran seorang anak dalam pernikahan adalah sebuah anugerah bagi setiap pasangan. Namun, tidak semua pasangan siap dalam mengasuh anak. Banyak pasangan yang memilih untuk mempekerjakan baby sitter untuk membantu mengasuh anak. Biasanya hal ini terjadi karena mereka adalah pasangan pekerja yang tidak sempat mengasuh anak. Tidak hanya itu, perihal mengasuh anak juga kerap dilemparkan kepada orang tua alias kakek nenek. Para kakek nenek ini rela mengorbankan waktu dan tenaga asal cucu-cucu terjaga.
Perihal lain soal tanggung jawab mengasuh anak. Sebagai pasutri, harapannya dapat sama-sama bisa mengasuh anak. Namun, kewajiban mengasuh anak selalu dibebankan kepada istri. Hal ini jadi salah satu ketakutan perempuan untuk menikah. Perempuan juga ingin meniti karier, meskipun sudah berkeluarga.
Keterlibatan orang tua dalam rumah tangga anak
Selain soal pengasuhan, masih banyak orang tua yang terlibat dalam rumah tangga anak. Ini bukan lagi soal peran orang tua dalam rumah tangga. Banyak orang tua yang justru sengaja ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Persoalan semacam ini tentu tidak menguntungkan.
Keterlibatan orang tua dalam rumah tangga menjadi salah satu ketakutan setiap anak muda. Bagaimana tidak, masalah sangat mungkin terjadi saat kita tinggal satu atap dengan orang tua. Apalagi bagi kaum perempuan. Mereka lebih tidak ingin terlibat keributan dengan mertua.
Penyesalan di masa muda
Definisi “pernikahan itu indah” sepertinya hanya ada di cerita-cerita dongeng. Nyatanya, keretakan rumah tangga banyak terjadi di usia baru pernikahan. Apalagi pernikahan dini akibat pergaulan bebas. Banyak orang yang menjadikan pernikahan semata-mata hanya sebagai pelindung dari banyaknya kasus perzinahan.
Kasus-kasus perceraian di usia muda menciptakan sebuah penyesalan. Terutama bagi kaum perempuan. Mereka harus menyandang status janda dan menelan stigma negatif masyarakat. Belum lagi harus berjuang sebagai single parent. Kondisi seperti ini tentu tidak diinginkan banyak orang.
Ketakutan anak muda terhadap pernikahan sebenarnya sedikit memberi peluang mengurangi kasus pernikahan dini. Perspektif soal berkarir dan memperbaiki finansial justru perlu ditanamkan pada pola pikir anak muda. Hal ini selain akan menciptakan kualitas keluarga yang lebih baik juga dapat mengurangi angka perceraian dini.
Penulis: Cicilia Putri Herlinda
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Problem Utama di Tahun Pertama Pernikahan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.