Surat Terbuka untuk Pemerintah Kabupaten Malang: Jalanan di Jalur Ngantang dan Payung Minim Cahaya dan Tambalan Tidak Rata, Gimana Ini?!

Surat Terbuka untuk Pemerintah Kabupaten Malang: Jalanan di Jalur Ngantang dan Payung Minim Cahaya dan Tambalan Tidak Rata, Gimana Ini?!

Surat Terbuka untuk Pemerintah Kabupaten Malang: Jalanan di Jalur Ngantang dan Payung Minim Cahaya dan Tambalan Tidak Rata, Gimana Ini?! (Pixabay.com)

Orang Kediri dan Malang sepertinya tahu hal ini. Ketika melakukan perjalanan dari Kediri ke Malang melalui Kasembon, tentu saja akan melewati daerah Ngantang dan Pujon melalui jalur Payung. Dua daerah tersebut terkenal dengan jalurnya yang berkelok-kelok dan dipenuhi oleh tikungan tajam khas pegunungan. Sayangnya, jalanan tersebut tidak didukung oleh penerangan yang memadai.

Sebagai pelajar yang hampir setiap minggu pulang ke kampung halaman melalui jalur tersebut, susah sekali rasanya untuk tetap diam kala melintasi jalanan yang gelap gulita—jalur Ngantang dan Payung. Bukannya tidak ada niatan untuk pulang kala matahari masih terang, namun ada beberapa kondisi mendesak yang membuat saya dan beberapa teman untuk pulang kala hari sudah gelap.

Bahkan penyuka kegelapan seperti saya tidak bisa menikmati apa yang dipersembahkan oleh Pemerintah Kabupaten Malang melalui jalanannya. Secercah cahaya baru muncul ketika ada warung-warung milik warga sekitar yang masih buka di malam hari. Itu pun kalau memang benar-benar “manusia” yang membuka warungnya.

Mencari alasan dari minimnya penerangan di area Ngantang dan Payung

Entah apa maksud Pemerintah Kabupaten Malang yang tetap membiarkan jalanan area Ngantang dan Payung tetap gelap. Apakah mungkin stakeholders terkait ingin mengadakan uji nyali di tepian jurang bagi pengendara yang melintas di malam hari? Ide yang bagus, tapi tidak diiringi dengan eksekusi yang matang.

Wos howos-howos, bablas nyowone!

Tindakan membiarkan jalannya gelap gulita oleh Pemerintah Kabupaten Malang merupakan tindakan yang perlu diapresiasi oleh para pengguna jalan yang melewati daerah Ngantang dan jalur Payung. Bagaimana tidak, Pemerintah Kabupaten Malang telah membantu pengendara untuk melakukan senam jantung setiap melewati tikungan yang ada. Tindakan yang sungguh mulia dari Pemerintah Kabupaten Malang.

Baca halaman selanjutnya: Habis gelap terbitlah terang…

Konon katanya, habis gelap terbitlah terang

Pemerintah Kabupaten Malang seolah-olah sedang mengimplementasikan pepatah klise “bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian kepada para pengendara yang melintas. Mengingat letak Kota Wisata Batu yang berada tepat sesudah jalur Payung yang keramat itu.

Muncullah pertanyaan, apakah pengendara bisa merasa bebas usai melewati jalanan era kegelapan tersebut?

Jawaban saya adalah tidak. Mengapa? Karena pengendara akan disuguhkan jalanan yang dipenuhi oleh tambalan tidak rata, tepatnya sepanjang Jalan Ir. Soekarno di Kota Wisata Batu. Dalam hati saya terbesit, “Apakah mungkin ini cara Pemerintah Kota Wisata Batu untuk memberikan pujian kepada (yang katanya) Bapak Pendiri Bangsa tersebut?”

Tidak berhenti sampai di situ, saya juga berangan-angan bahwa istilah “habis gelap terbitlah terang” itu tidak selalu benar. Stimulus yang muncul tentu saja berasal dari pengalaman saya setelah melalui jalanan Ngantang menuju Pujon, lalu dilanjut dengan wisata jalan tambalan di Kota Wisata Batu.

Ah, itu hanya asumsi liar saya saja.

Namun, jika Anda tidak percaya, saya akan berbual seperti orang-orang kebanyakan, potong kelingking saya jika pantat Anda tidak merasa gatal ketika mengendarai motor melintasi jalanan dari depan Pasar Sayur Kota Batu hingga Jatim Park 3.

Mana solusinya, Malang?

Kalimat “makanya jangan pulang malam, mas!” sudah sering saya dan teman-teman konsumsi. Ada baiknya jika langkah-langkah preventif juga dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang, seperti penambahan infrastruktur Penerangan Jalan Umum (PJU) di jalanan Ngantang dan jalur Payung.

Jika bukan karena kepentingan mendesak, buat apa kami pulang ketika hari sudah gelap? Sama saja setor nyawa!

Perlu diingat bahwa kami bukanlah bajak laut yang memanfaatkan cahaya rembulan dan rasi bintang langit selatan untuk navigasi dalam mencari harta karun.

Semoga Pemerintah Malang atau siapa pun yang punya kewenangan segera memberikan penerangan pada tempat-tempat yang saya sebut tadi. Masak ya lampu aja sulit?

Penulis: Hillbra Naufal Demelzha Gunawan
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Malang Memang Beda, Cuacanya Baru Dingin kalo Lagi Musim Maba, Caper, Bos?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version