Kumpul Kebo Mahasiswa Malang Selalu Disorot, padahal Banyak Banget Mahasiswa Malang yang Ikut Kajian Agama dan Tidak Terpengaruh Pergaulan Bebas

Kumpul Kebo Mahasiswa Malang Selalu Disorot, padahal Banyak Banget Mahasiswa Malang yang Ikut Kajian Agama dan Tidak Terpengaruh Pergaulan Bebas

Kumpul Kebo Mahasiswa Malang Selalu Disorot, padahal Banyak Banget Mahasiswa Malang yang Ikut Kajian Agama dan Tidak Terpengaruh Pergaulan Bebas

Sama halnya seperti Jogja, sebutan kota pendidikan juga melekat pada Malang, tempat yang setiap tahun dimasuki ribuan mahasiswa dari penjuru negeri. Dominasi kaum muda rantauan datang dari berbagai latar belakang budaya, yang pada akhirnya membuat Malang menjadi begitu dinamis dan membentuk ekosistem akademik yang subur.

Namun di sisi lain, dominasi mahasiswa rantau sering menjadi bumerang, banyak dari mereka belum siap menghadapi godaan dunia perkuliahan. Mulai dari gaya hidup dan pergaulan yang memerlukan filter serta ketahanan iman tingkat tinggi.

Selama empat tahun menempuh studi di Malang, saya menyaksikan sendiri bagaimana berita-berita miring tentang kehidupan mahasiswa kerap berseliweran, bahkan pelakunya  ada dari orang yang pernah kenal dekat dengan saya. Salah satu Isu yang kerap muncul adalah fenomena “kumpul kebo”, kagetnya lagi  menurut pendapat beberapa teman saya, fenomena ini sudah  biasa di kalangan mereka.

Di balik bayangan, selalu ada cahaya

Namun, bertahun-tahun hidup di Malang membuka pandangan saya bahwa cerita tentang mahasiswa tidak segelap yang diberitakan. Di balik gemerlap kisah cinta yang kebablasan, sisi lain yang jarang terekam adalah sisi agamis mahasiswa di Kota Malang. Banyak dari mereka juga menjadikan Malang sebagai ladang untuk memperdalam ilmu agama (Islam).

Banyak mahasiswa menjadikan masa studi ini sebagai momentum memperkuat pondasi iman. Salah satunya adalah menghadiri kajian, baik yang diadakan di kampus maupun masjid-masjid yang tersebar di Malang Raya.

Sebagai salah satu dari mereka, saya juga termasuk mahasiswa yang bisa dibilang cukup sering hadir di kajian atau majelis ta’lim. Hal ini saya lakukan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi bagaimana mencari lingkungan pergaulan yang sehat.

Sisi agamis Malang yang bikin saya betah

Sebagai mahasiswa rantau, awalnya saya kira hidup di Malang akan penuh dengan drama anak kos: urusan nasi kucing, warkop 24 jam, sampai kisah cinta segitiga yang katanya sering jadi headline gosip mahasiswa. Tapi ternyata, Malang punya wajah lain yang jauh lebih menenangkan, yakni sisi agamis yang diam-diam bikin saya betah.

Diri ini sempat dilanda gundah gulana, sempat merasa cemas karena lingkungan baru yang jauh dari pengawasan keluarga. Untungnya saya masuk asrama  dengan kegiatan agama yang cukup padat. Setiap hari ada salat berjamaah berabsen, kajian kecil, rotiban, tadarus bahkan ta’lim sampai larut malam. Awal terasa beratnya, tapi justru di situlah titik balik saya, membuka pandangan tentang arah kehidupan yang seharusnya saya pilih sebagai seorang mahasiswa.

Nilai-nilai agamis mulai tumbuh lebih kuat dalam diri saya. Bukan sekadar rutinitas, tetapi menjadi kebutuhan batin.

Selepas tidak lagi terikat dengan asrama kampus, saya memutuskan kontrak dengan beberapa teman sekampus. Suasananya jelas berbeda, di kontrakan terkenal lebih bebas. Tentu saya harus mencari peralihan agar sisi agamis tetap bisa saya rasakan.

Singkat cerita saya mulai mencari informasi kajian, cari di Instagram sampai join group WhatsApp. Dari sekadar duduk manis jadi peserta, lama-lama saya ikut jadi volunteer di beberapa masjid dan majelis taklimnya salah satu tokoh masyhur di kota Malang. Bantu ngatur tempat duduk, bagi snack, sampai ikut event yang dihadiri kurang lebih 7 ribu jama’ah. Dari situ, saya ketemu banyak teman baru sesama mahasiswa rantau yang berusaha menjaga iman biar nggak goyah diterpa angin godaan syaiton.

Genre dan akses kajian yang youthful

Kajian di Kota Malang sangat mudah aksesnya mulai dari masjid, kampus, sampai komunitas-komunitas yang membentuk ruang diskusi. Jaraknya pun relatif dekat dengan kampus-kampus besar di Kota Malang. Menariknya lagi bentuk kajian nggak melulu dengan suasana kaku dan bikin ngantuk. Sudah banyak versi kajian yang youthful tapi tetap sesuai dengan kaidah agama islam.

Kajian dikemas sesuai kebutuhan anak muda, misalkan temanya mengangkat tentang mental health, overthinking, sampai keresahan soal pernikahan. Formatnya pun update dari model talkshow, Q&A, hingga ada yang sambil healing. Beberapa komunitas kajian yang banyak diserbu mahasiswa Malang ada dari Yuk Ngaji Malang, Nawak Hijrah, Switch. Adapun masjid yang populer anak muda ada Masjid ASA, Al Ghifari dan masih banyak lagi.

Jangan salah, kajian di Malang nggak kalah rame dibanding konser musik. Bedanya. Tiket masuknya gratis dan suguhan utamanya bukan lagu-lagu dari band indie, melainkan ilmu yang bakal bikin hati adem. Hal ini juga jadi salah satu daya tarik masifnya mahasiswa yang makin banyak hadir di kajian.

Masih banyak mahasiswa Malang yang peduli dengan iman

Sebagai seorang yang beberapa kali ikut dalam event kepanitian kajian, saya jadi saksi bahwa masih banyak mahasiswa khususnya di kota Malang yang masih peduli masalah iman. Melihat mereka nangis di akhir sesi kajian, tangan menengadah, doa berderai penuh penyesalan jadi sisi lain mahasiswa Malang yang jarang disorot. Salah satu temen saya ada yang nyeletuk “hadir kajian ini self healing yang koneknya langsung ke ALLAH, jadi tenang gitu”.

Di balik gosip tentang mahasiswa yang kebablasan, Malang juga punya sisi agamis yang nyata, dan mungkin jarang tersorot media. Sisi yang bikin kami, mahasiswa rantau, tetap punya pagar agar tidak hanyut dalam arus kebebasan.

Penulis: Nimas Yuhyih Wakindiyah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Hari-hari Mahasiswa Malang yang Jalani Kumpul Kebo: Latihan Berumah Tangga, Hidup Layaknya Suami Istri meski Tak Siap Menikah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version