Bencana yang akan Terjadi jika Malang Dipaksa Menjadi “Selevel” dengan Jakarta

Malang Selevel Jakarta, Sama dengan Bencana (Unsplash)

Malang Selevel Jakarta, Sama dengan Bencana (Unsplash)

Angan menjadikan 40 kota, seperti Malang, menjadi kayak Jakarta, menimbulkan kekhawatiran di benak orang desa.

“Kami memiliki 1 tekad bahwa di dalam pemerintahan yang akan datang, minimal harus dibangun 40 kota baru yang selevel dengan Jakarta. Dengan kemampuan menampung jumlah penduduk, memberikan sarana dan prasarana yang memadai sekaligus kemampuan untuk terjaganya lingkungan untuk sehat. Termasuk kehidupan yang memberikan kenyamanan bagi penduduknya.”

Begitulah gagasan yang disampaikan oleh cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar pada debat beberapa waktu lalu. Setelah menonton debat tersebut dan mengetahui bahwa salah 1 kota dari 40 kota yang dimaksud adalah Malang, seketika sebagai warga asli, saya langsung merenungkannya. Seram sekali.

“Menjadikan Malang selevel Jakarta?” Pertanyaan pemicu yang rasanya mungkin membuat saya memikirkan sudut pandang lain. Bukan tentang hanya sebatas gemerlapnya Jakarta beserta fasilitasnya. Saya cenderung mengkhawatirkan beberapa hal yang tampaknya akan mengubah Malang yang saya kenal.

Desa di Malang tidak akan lagi “ndeso”

Saya hidup di desa di pinggiran Malang dengan banyak persawahan, kebun, pepohonan, dan jalan-jalan kecil dengan sungai sempit di pinggirannya untuk mengairi sawah warga secara gratis. Masih sangat alami. Namun, berangan-angan dan mencoba berpikir bahwa daerah saya akan menjadi Jakarta berikutnya tentu akan ada perubahan.

Saya kira jalanan di sini akan diperlebar hingga sungai sempit kami makin sempit sampai tak terlihat. Mungkin itu bagus karena akan ada sungai besar saat hujan lebat tiba. Bahkan bisa-bisa saya melihat sungai saat bangun tidur. Mungkin saja.

Atau akan ada sawah yang lebih modern? Warga mungkin tidak perlu lagi menanam sampai memanen. Cukup datang ke ruangan ber-AC, dan tinggal pilih saja sayur segar. Pohon di sini pun mungkin akan lebih kokoh dan sulit ditebang. Bahkan bisa dihuni juga oleh manusia karena sudah berubah jadi pohon beton. Mungkin saja. Ya, begitulah mungkin desa saya nanti. Desa yang tidak lagi “ndeso” karena Malang selevel Jakarta.

Bukan lagi kota yang sejuk dan dingin

Siapa yang tidak setuju kalau Malang masih menjadi salah satu kota dengan udara yang sejuk dan suhu dinginnya? Orang-orang luar yang berlibur ke sini saya yakin betah karena sejuk dan dingin. Kalau tidak betah, ya karena mereka belum beli jaket saja. Namun, kalau mereka memang malas beli baju hangat, itu akan sangat pas kalau mereka menunggu realisasi Malang selevel Jakarta.

Malang selevel Jakarta akan lebih hangat berkali-kali lipat. Sampai panas dan bikin gerah luar biasa. Namanya saja metropolitan. 

Kemacetan yang lebih merata seperti Jakarta

Pemerataan akan jelas terlihat jika Malang selevel Jakarta, salah satunya adalah kemacetan. Beberapa jalan di sini belum merasakan kemacetan parah. Tapi, jika sudah selevel Jakarta, saya yakin jalan-jalan itu akan macet, di daerah saya misalnya. Sekarang untuk ke pasar saya butuh waktu 7 sampai 10 menit dengan jarak kurang lebih 7 kilometer, tapi nanti bisa saja 30 sampai 60 menit. Menyenangkan sekali bisa jadi kayak ibu kota yang macetnya dianggap “udah biasa”.

Atau saat berangkat kuliah. Saat ini, terkadang beberapa titik sudah macet, paling tidak saya butuh waktu 35 menit untuk jarak tempuh sekitar 15 kilometer. Namun, jika sudah selevel Jakarta, saya kira bukan lagi beberapa titik, tapi semua titik adalah titik kemacetan. Bagus, sangat merata.

Harga melambung tinggi biar sama kayak metropolitan

Percaya atau tidak, hanya dengan Rp10 ribu, saya sudah bisa makan kenyang di kantin kampus. Di luar kantin kampus juga sama, meski beberapa tempat memang agak mahal. Tapi, saya kira masih sangat wajar karena biasanya yang mahal itu dekat dengan tempat wisata dan semacamnya.

Nah, itu semua akan berubah, saat selevel Jakarta. Bisa saja garam dapur milik ibu mungkin bisa lebih mahal dari harga makan saya di kantin sekarang. Nggak tahu ya, cuma mungkin saja. Intinya sih, harganya pasti jadi merata. Mahalnya.

Polusi udara yang jauh meningkat

Saya tidak tahu ini akan terjadi atau tidak, tapi lagi-lagi bisa saja iya. Menurut saya Malang sekarang masih sejuk, udaranya masih segar, terlebih jika di pedesaan. Langit pun kalau pagi bagus sekali, menjelang siang bisa cerah, menjelang sore juga indah.

Mau jogging tengah hari bolong juga nggak masalah kalau soal udara. Nggak masalah kalau dibandingkan sama Jakarta. Jadi, kalau nanti Malang selevel Jakarta, mungkin jogging cocoknya abis subuh saja. Sekalian biar morning personnya morning banget.

Kekhawatiran orang desa

Pada dasarnya, seperti yang para pakar katakan, menjadikan kota-kota lain bisa selevel Jakarta itu tidak mudah. Kalau tujuannya baik, sih, nggak ada yang nggak setuju.

Namun, sebagai orang desa, wajar kalau saya khawatir. Apalagi hal-hal di atas menjadi gambaran ibu kota sehari-hari. Itu semua dampak dari “kota metropolitan”.

Selain itu, artikel ini tidak menggambarkan pilihan politik saya. Ini hanya asumsi dan kekhawatiran warga desa saja.

Penulis: Muhammad Mundir Hisyam

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Orang-orang yang Datang ke Kayutangan Malang Itu Sebenernya Mau Main atau Nyinyirin Kinerja Wali Kota Malang, sih?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version