Gunungkidul adalah sebaik-baiknya tempat untuk mahasiswa KKN. Kata-kata tersebut saya rasa sampai sekarang masih sangat relevan. Buktinya, di tanah leluhur saya ini, nyaris setiap tahun ada saja mahasiswa KKN yang datang untuk membuat program-program kerja terbaiknya.
Saya rasa, pihak kampus di Kota Jogja dan sekitarnya sering menerjunkan mahasiswanya ke Gunungkidul bukan hanya karena daerah ini banyak sekali masalah-masalah sosial, tapi juga soal daya hidup manusia Gunungkidul yang dikenal menerapkan laku prihatin dan tahan banting. Makanya mahasiswa, khususnya Gen Z, bisa belajar agar tatag dan bakuh-kukuh dalam menjalani kehidupan sehari-hari di sini.
Sudah nggak terhitung berapa banyak kelompok KKN yang datang ke dusun saya. Sebagian besar mereka mengaku cukup nyaman dan kerasan tinggal beberapa bulan di kampung saya. Artinya, kawan-kawan mahasiswa mampu menerapkan adat-istiadat yang berlaku, sehingga diterima warga masyarakat dengan baik.
Nah, buat kawan-kawan yang hendak melaksanakan kerja nyata di Bumi Handayani, saya rasa penting mengetahui tipe-tipe mahasiswa yang nggak cocok KKN di Gunungkidul. Dengan begitu, nantinya bisa menjadi bahan pertimbangan ketika menjalankan program-program KKN. Berikut ini tipe mahasiswa yang nggak cocok KKN di Gunungkidul, antara lain:
Daftar Isi
#1 Mahasiswa yang (terlalu) kritis dan suka protes nggak cocok KKN di Gunungkidul
Secara nggak langsung, saya sering mewanti-wanti dan mengingatkan mahasiswa yang KKN di Gunungkidul agar menyimpan sejenak “ilmu-ilmu filsafat” di kepalanya. Percayalah, mahasiswa yang terlalu kritis dan suka protes saat pertemuan warga kurang disukai masyarakat dan cukup berisiko. Bukannya mendapatkan respek dari masyarakat, justru berpotensi dihujat dan diasingkan dari lingkungan.
Ya, warga lebih menyukai tipe mahasiswa yang langsung turun ke lapangan daripada sekedar mengumbar teori dan kata. Orang yang banyak omong, tapi saat ada kerja-kerja kolektif perannya nol besar, hanya akan dianggap manusia sok-sokan dan terancam kena blacklist sirkel karang taruna.
Kritis bin anarkis sih boleh-boleh saja, tapi ya kudu memperhatikan situasi dan kondisi, dong. Saya rasa nggak lucu debat soal sistem negara dengan ketua RT dan ibu-ibu PKK di balai warga. Kalau mau menggulingkan pemerintahan silakan langsung ke pusat, jangan curhat ke pengurus RW. Sebab, sikap empan papan adalah kunci jika pengin sukses KKN di Gunungkidul.
Baca halaman selanjutnya: Mahasiswa yang kurang paham seni dan budaya…
#2 Mahasiswa yang kurang paham seni dan budaya
Apa pun jurusannya di kampus, tentu sah-sah saja KKN di Gunungkidul. Toh, nanti di lapangan sudah pasti bisa diaplikasikan ke program-program kerja. Tapi, kalau mau KKN di Gunungkidul, penting kiranya memahami sedikit tentang dunia seni dan kebudayaan.
Mayoritas orang Gunungkidul itu menyukai hal-hal berbau seni dan budaya. Ini bisa dilihat dari banyaknya acara kebudayaan yang digelar setiap tahun, contohya tradisi rasulan. Tradisi sedekah bumi ini sampai sekarang masih lestari di Bumi Handayani dan sering diisi acara-acara kesenian kayak wayang kulit, jathilan, pawai, hingga dangdutan.
Peran mahasiswa KKN tentu sangat dibutuhkan saat ada acara tersebut. Biasanya, karang taruna mengajak teman-teman mahasiswa untuk berkolaborasi di bidang seni. Nah, buat mahasiswa yang kurang menyukai dunia kesenian dan budaya, mohon maaf saja kalian nggak cocok KKN di Gunungkidul. Kalau tetap maksa pengin KKN di sini, minimal tahulah lagu campursari dan chord gitar G itu bentuknya kayak apa.
Salah satu modal utama KKN di Gunungkidul adalah srawung atau aktif berinteraksi dengan warga sekitar. Secara umum, warga Gunungkidul menyukai kebiasaan berkumpul bersama tetangga, kerabat, dan orang-orang terdekat. Hal ini bisa dilihat dari tradisi wedangan atau minum teh bersama-sama saat pagi maupun sore hari.
Percayalah, program sebaik apa pun, tapi nggak jago srawung dan cenderung menutup diri dengan warga, sama sekali nggak akan membekas di hati masyarakat. Nggak jarang terjadi konflik antara warga dan mahasiswa KKN karena kurang mampu membangun komunikasi dengan baik. Situasi ini amat sangat rentan terjadi salah paham.
Selain itu, perhatikan juga saat lewat depan rumah orang. Kalau ada warga yang tengah duduk di emperan, pastikan untuk aruh-aruh (menyapa). Jika sedang berkendara, ya usahakan untuk membunyikan klakson. Meski terlihat sepele, hal-hal semacam ini sangat memengaruhi pandangan warga terhadap kelakuan mahasiswa.
Yah begitulah hidup di pelosok dusun Gunungkidul. Kadang ilmu yang dipelajari di kampus belum cukup untuk mamahami kondisi masyarakat akar rumput. Tapi saya rasa, asal mahasiswa KKN tahu situasi, kondisi, dan tempat, di mana pun berada akan mudah diterima oleh warga, tak terkecuali di Gunungkidul.
Selamat KKN di Gunungkidul dan jangan lupa wedangan. Sebab, nggak sedikit masalah-masalah sosial di masyarakat yang bisa diselesaikan cukup dengan wedangan. Salam mahasiswa!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Gunungkidul Adalah Sebaik-baiknya Kabupaten untuk Tempat KKN.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.