Logat yang berbeda
Nah alasan kedua kenapa anak rantau itu nggak perlu-perlu amat berbahasa daerah ya karena masalah logat yang berbeda dengan warga lokal. Kita bisa menebak seseorang berasal dari Jawa karena logatnya yang medok, begitu pula dengan logat orang Batak, Padang, dan lainnya.
Karena logat yang berbeda inilah yang membuat saya tetap mempertahankan bahasa Indonesia ketika berbicara. Sudah sering saya mencoba bicara dengan logat asli orang Makassar, yang ujung-ujungnya ditertawakan. Teman-teman justru bilang logat saya yang berasal dari Sunda ini nggak cocok dengan logat daerah mereka. Lho Jang Hansol yang orang Korea saja bisa medok bicaranya kenapa saya nggak bisa? Mungkin jawabannya memang lidah saya saja yang terlalu kaku.
Bahasa Indonesia bukan bahasa orang kota
Terakhir, alasan mahasiswa rantau itu nggak perlu-perlu amat belajar bahasa daerah ya karena bangsa kita mempunyai bahasa Indonesia. Bahasa pemersatu dari sekian bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Ini bukan berarti nggak bangga dan nggak mau belajar bahasa daerah lho ya. Nggak gitu maksudnya malihhh. Saya menyadari dan meyakini dengan pengalaman tinggal di tanah rantauan bahwa belajar bahasa daerah itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, lidahku dengan lidah warga lokal pun berbeda, jadi tidak bisa langsung bicara bahasa daerah sesuai logat aslinya. Butuh masa bahkan sekian tahun untuk melatih diri lancar berbahasa.
Lagian anggapan bahasa Indonesia itu bahasa orang kota sungguh tidak benar adanya. Wong zaman sekarang sekolah bukan lagi untuk bangsawan saja, kita sudah seharusnya belajar dan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Kan sejak SD bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib di sekolah.
Jadi setuju nggak sih mahasiswa rantau itu nggak perlu-perlu amat belajar bahasa daerah?
Penulis: Raden Fathria Dian Ahmad
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kata Kotor dalam Bahasa Daerah: Berbeda Kosakata, Artinya Sama Jua