Dear Maba, Jangan Langsung Sewa Kos Tahunan Kalau Nggak Mau Menderita kayak Saya

Dear Maba, Jangan Sewa Kos Tahunan Kalau Nggak Mau Menderita kayak Saya

Dear Maba, Jangan Sewa Kos Tahunan Kalau Nggak Mau Menderita kayak Saya (Unsplash.com)

Buat para camaba, mendingan kalau mau cari kos sewa yang bulanan dulu aja, jangan langsung cari kos tahunan. Takutnya udah bayar penuh buat setahun, eh, ternyata nggak betah.

Sudah 4 tahun berlalu sejak saya mendapatkan pengumuman terkait kelulusan SBMPTN. Kebetulan saya lolos di salah satu universitas yang lumayan jauh dari tempat tinggal saya. Tapi nggak masalah karena saya memang senang berpetualang.

Saya membayangkan, bahwa saya akan belajar menjadi manusia dewasa karena jauh dari orang tua yang biasanya melindungi dan menuntun arah saya. Setelah euforia diterima di kampus yang diidamkan, saya mencoba mencari tempat kos sebagai tempat tinggal ketika kuliah nanti.

Benar kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Sebagai anak sulung, saya tentu nggak punya tempat untuk bertanya hal-hal terkait perkuliahan. Dan kesalahan yang saya buat saat itu adalah nggak bertanya terlebih dulu ke teman-teman yang lebih senior.

Akhirnya dengan modal nekat, saya langsung mencari kos untuk bisa ditempati saat mulai kuliah. Saya langsung mencari kos tahunan dan langsung membayar uang sewa untuk jangka waktu setahun penuh.

Kesialan menimpa saya di kos tahunan

Siapa sangka kalau ternyata waktu saya masuk kuliah bertepatan dengan pandemi dan kampus memberlakukan kuliah online melalui Zoom. Sialnya, saya sudah tiba di kos yang saya sewa selama satu tahun penuh. Berakhirlah saya tinggal di kos seorang diri.

Mau pulang ke rumah, jelas nggak mungkin karena sudah kepalang bayar. Tapi tinggal di kos pun saya nggak betah karena jadi seperti penjaga kos alih-alih anak kos lantaran benar-benar cuma saya yang ada di sana.

Kesialan saya tinggal di kos tahunan belum berakhir. Saya masih dihantui kesialan lainnya. Salah satunya adalah lokasi kos saya yang jauh dari warung makan. Tambah apes lagi karena di kos saya ini belum ada dapur umumnya karena baru direnovasi.

Akhirnya demi bisa makan setiap hari, saya harus berjalan kaki sekitar 15-20 menit untuk membeli makan. Dan itu saya lakukan 3 kali sehari sesuai jadwal makan saya. Bisa kebayang kan betapa sehatnya masa-masa maba saya karena sering jalan kaki dengan jarak yang lumayan.

Terkadang saya ingin pindah dari kos tahunan tersebut, tapi masalahnya seperti yang sudah saya bilang, saya telanjur membayar penuh uang sewa untuk satu tahun dan uangnya nggak bisa dikembalikan. Ingin mengeluh ke orang tua, tapi saya malu sendiri karena itu adalah kos pilihan saya. Jadi di masa-masa itu, nggak ada yang bisa saya lakukan selain sambat dan bertahan, setidaknya untuk setahun.

Baca halaman selanjutnya: Survei saja nggak cukup…

Survei saja nggak cukup

Saya kemudian menyadari kalau mencari kos itu untung-untungan. Kalau kalian beruntung, ya kalian nggak akan mendapatkan kesialan seperti yang saya alami setahun pertama menjadi maba. Tapi kalau kalian nggak beruntung, bisa jadi kalian mengalami nasib sama seperti saya, atau malah lebih parah.

Sebenarnya masalah kos tahunan ini bisa dicegah kalau mau survei secara mendetail. Apakah fasilitas kos tersebut lengkap, gimana jarak dari kos ke kampus dan tempat publik lainnya, apakah lingkungan kosnya sehat atau malah sebaliknya, apakah pemilik kos terlalu ikut campur urusan anak kos atau biasa saja, dll.

Akan tetapi menurut saya, survei saja masih belum cukup. Kita baru akan menemukan kos yang tepat apabila sudah tinggal langsung di sana. Nah, makanya kenapa kos tahunan nggak saya sarankan buat para maba yang nggak kuat mental. Takutnya sudah telanjur bayar setahun, eh, baru beberapa bulan tinggal di kos malah nggak betah.

Lebih baik lagi jika cari kos bulanan, atau minimal yang bisa dibayar 3-6 bulan sekali. Jadi kalau seumpama kalian nggak betah, kalian bisa pindah dan mencari kos yang cocok tanpa perlu menunggu hingga satu tahun lamanya.

Tulisan soal kos tahunan ini akan saya tutup dengan quote dari Om Ade Rai. Katanya, “Orang cerdas belajar dari kesalahan orang lain dan itu sangat murah karena dari pengalaman orang lain. Orang pintar belajar dari kesalahannya sendiri, tapi harus membayar mahal atas kesalahannya. Dan terakhir, orang bodoh nggak pernah merasa salah, tapi malah menyalahkan orang lain, jadi nggak pernah belajar.”

Penulis: Diaz Robigo
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Hal-hal Absurd yang Hanya Terjadi di Kos Murah.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version