Jika pada Lorong Waktu episode 6 belum ada penjelasan dari Zidan besar kenapa dia bisa berubah drastis, pada Lorong Waktu episode 7, alasannya terpampang nyata dari mulut Zidan besar sendiri.
Seperti yang sudah kita simak bersama, pada episode 6 cerita ditutup dengan kondisi Zidan besar yang memprihatinkan. Nah, pada Lorong Waktu episode 7, dalam keadaan memprihatinkan itu, Zidan besar mengaku takut pada Zidan kecil. Takut kalau-kalau dia akan dibawa pergi oleh Zidan kecil. Zidan besar juga merasa selalu dihantui oleh seekor burung hantu. Papa Zidan sih merasa apa ia alami adalah efek sarapan pagi Zidan sendiri, yakni putaw. Waduh!
Berbeda dengan episode-episode sebelumnya yang unsur komedinya cukup kuat, episode kali ini berfokus pada hal serius. Ya, perkara alasan Zidan yang bisa berubah drastis itu.
Satu-satunya hal lucu yang bisa saya tangkap pada episode kali ini adalah teka-teki nasib Haji Husin dua belas tahun yang akan datang (tahun 2011). Sayang sekali, teka-teki itu masih belum terjawab karena saat Ustad Addin baru mau menjawab pertanyaan Zidan kecil, kakeknya Zidan lagi-lagi datang memotong obrolan. Melihat hal serupa terulang kembali, Haji Husin makin kesal sama kakeknya Zidan.
“Pak Ustad, Pak Haji Husin ke mana sih? Nih, orangnya nanyain,” tanya Zidan kepada Ustad Addin (versi tua) sambil menunjukkan Komunikator 2000 kepada Ustad Addin.
“Zidan, sepuluh tahun yang lalu, Pak Haji Husin sakit keras…,” Ustad Addin menjawab, tetapi kemudian dipotong Kakek Zidan.
“Pak Ustad, kita musti rapat lagi nih.”
“Baik, Pak,” sahut Ustad Addin.
Haji Husin kesal karena pertanyaannya lagi-lagi ngegantung.
“Tuh, kan. Astagfirullahaladzim. Diselak lagi, diselak lagi sama tu orang”
Saking kesalnya, Haji Husin memaksa Ustad Addin menjawab rasa penasarannya, tetapi Ustad Addin di masa Zidan kecil tidak bisa menjawab karena memang tidak tahu.
Meninggalkan Haji Husin dan Ustad Addin, kita balik lagi ke rumahnya Zidan. Mama Zidan masih mau ngurusin Zidan yang sudah sangat berubah dibanding Zidan versi masa kecil. Ketika Zidan besar lagi disuapin sama mamanya, Zidan kecil menyampaikan kepada mamanya bahwa rapat keluarga akan dimulai. Sebelum keluar dari kamar, Mama Zidan menyuruh Zidan kecil untuk menemani Zidan besar. Zidan kecil pun bersedia. Terjadilah obrolan antara Zidan kecil dan Zidan besar.
“Eh, kenapa sih kamu suka mabok?” tanya Zidan kecil kepada Zidan besar.
Orang yang ditanya diam aja.
“Hei… ditaaanyaaa malah diam aja,” Zidan kecil tampak kesal.
“Kamu siapa?” tanya Zidan besar, “Ikut campur urusan orang.”
“Saya Zidan.”
“Ih, nyama-nyamain.”
“Eit, jangan salah. Biar lebih kecil, saya lebih dulu ada daripada kamu. Saya adalah diri kamu, waktu kamu masih kecil,” Zidan kecil menjelaskan dengan ekspresif.
“Eh, mabok lu?” Zidan besar bertanya.
“KAMU YANG MABOK. MASA SAYA DIKATAIN?” kata Zidan kecil dengan nada emosi. “Eh, tahu nggak, Kak Zidan, Zidan kemari untuk menolong masa depan Kak Zidan dan masa depanku juga.”
Sementara Zidan kecil dan Zidan besar lagi ngobrol, di luar orang-orang dewasa juga lagi rapat dengan suasana tegang. Usul Ustad Addin untuk memasukkan Zidan ke panti rehabilitasi disetujui oleh mama dan neneknya Zidan, tetapi ditentang oleh papa dan kakeknya Zidan. Alasannya, mereka takut akan jadi bahan omongan orang. Padahal, menurut Mama Zidan, dengan Zidan jadi pemabuk dan pencandu aja pasti sudah jadi bahan omongan orang. Hmm, benar juga sih, yah.
Di kamarnya Zidan, kembali terjadi obrolan seru antara Zidan kecil dan Zidan besar. Apalagi kalau bukan tentang apa sebenarnya yang menyebabkan Zidan bisa berubah.
“Jadi, ini semua gara-gara Kak Zidan patah hati sama Ayu?”
“Iya, dia ninggalin gue gitu aja. Padahal gue cinta banget sama dia.”
Zidan langsung tepuk jidat, lalu ngomong, “Gile bener. Waktu kecilnya temenan. Udah gedenya pacaran.”
Dih, Zidan. Itu sih biasa terjadi.
Saat rapat keluarga—yang saat itu sudah tidak dihadiri lagi oleh Ustad Addin—masih berlangsung, di kamarnya, Zidan besar yang lagi sendirian, berbaring sambil memegang foto Ayu versi sudah besar. Tidak berselang lama, foto itu pun disobek oleh Zidan besar. Selesai menyobek foto Ayu, Zidan mengambil pisau cutter, berniat mengiris pergelangan tangannya.
Dalam suasana menegangkan tersebut, tiba-tiba Ustad Addin versi tua, Zidan kecil, dan Ayu versi sudah besar datang. Oleh mamanya Zidan, Ayu yang memang ingin bertemu dengan Zidan besar diantar ke kamarnya Zidan. Ketika Zidan besar lagi ngobrol dengan Ayu, Ustad Addin versi masa sekarang memberi peringatan kepada Zidan kecil bahwa waktunya Zidan sudah hampir habis. Sebelum pulang, Zidan masih sempat nanya kepada Ustad Addin versi tua:
“Pak Ustad, pertanyan Zidan belum dijawab. Pak Haji Husin ke mana sih?”
“Waktu itu beliau sedang sakit keras, Dan. Saya sudah berusaha membawanya ke dokter, tapi Haji Husin sudah….”
Tombol enter ditekan, petualangan Zidan selesai. Haji Husin kesal bukan main kepada Ustad Addin karena lagi dan lagi, rasa penasarannya tidak terjawab. Haji Husin ngomel-ngomel kepada Ustad Addin. Zidan juga kecewa karena merasa petualangannya nanggung. Cerita belum selesai sudah disuruh balik.
Tadinya, Haji Husin mengira, Zidan masih bisa balik lagi ke masa yang sama, eh tahunya kata Ustad Addin sudah nggak bisa.
“Masa yang Zidan kunjungi itu tidak lebih dari gambaran maya. Fatamorgana yang terbentuk dari pikiran kita saat ini. Kita bisa melihat fatamorgana dari mimpi, ilham, atau firasat,” Ustad Addin menjelaskan. Sebagai pengobat rasa kekecewaan, Ustad Addin juga ngomong ke Zidan dan Haji Husin bahwa, “tapi Zidan dan Pak Haji cukup beruntung karena tidak semua orang punya kesempatan untuk melihat masa depan. Walaupun itu agak membingungkan.”
“Gue jadi merasa beruntung juga, Din. Untung lu kagak jawab pertanyaan si Zidan. Coba kalo lu jawab, jawabannya kagak enak. Ehe, bisa kagak enak makan kagak enak tidur gue, hahaha.”
Menuju akhir cerita, Zidan yang lagi makan malam bersama mama dan papanya bertanya perihal narkotika.
“Seandainya Zidan menjadi pencandu narkotik dan masuk panti rehabilitasi, Mama dan Papa, malu nggak?”
“Itu tidak akan terjadi, sayang. Papa dan Mama akan melakukan yang terbaik,” jawab Mama Zidan. Papa Zidan cuma senyum-senyum.
Cerita pun ditutup dengan doa makan yang dipimpin oleh Zidan. Berakhirlah Lorong Waktu episode 7.
Ikuti sinopsis Lorong Waktu musim 1 di sini serta tulisan Utamy Ningsih lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.