Masih ingat dengan peristiwa durian yang mengecil dan kebingungan Haji Husin karena tiba-tiba pecinya longgar? Di Lorong Waktu episode 4 ini, Ustad Addin tampak menggalaukan hal itu. Maunya sih, Haji Husin dan Zidan nggak perlu tahu ada yang aneh dari diri mereka. Tapi, nyatanya Haji Husin sadar berat badannya memang berkurang dan masih bertanya-tanya kenapa pecinya tiba-tiba kebesaran.
Selain itu, di Lorong Waktu episode 4 ini juga ada satu lagi rahasia Haji Husin yang terungkap. Namun, kita lihat dulu Ustad Addin yang lagi mengajar murid-muridnya.
Kepada murid-muridnya, Ustad Addin menceritakan kisah tentang hubungan orang tua dan anak. “Tapi akhirnya, sang Ibu memaafkan segala kesalahan yang diperbuat anaknya dan akhirnya anaknya meninggal dengan tenang. Oke, jadi hikmah apa yang bisa kalian ambil dari kisah tadi?” tanya Ustad Addin pada murid-muridnya.
Zidan mengacungkan tangan lalu menjawab, “Jangan mati sebelum minta maaf sama orang tua,”
“Orang tua harus pemaaf, sebab bisa bikin anak sengsara,” kata murid di samping Zidan.
“Iya, tapi anak-anak harus ngerti dong perasaan ibu. Ibu kan udah capeeekkk banget mengandungi adek bayi selama tujuh bulan,” Ayu ikut berpendapat.
“Eh, salah, yang benar Sembilan bulan,” murid lain membetulkan.
“Tapi, Ayu lahirnya pas tujuh bulan kok!”
“Itu namanya Ayu lahir dalam keadaan provokator, hahaha,” kata Zidan sok tahu
“Bukan provokator, tapi prematur karena Ayu sudah tidak sabar ingin ketemu dengan mamanya,” Ustad Addin meluruskan. Hadeeeh, si Zidan nih!
Mengakhiri pelajaran hari itu, Ustad Addin menyampaikan, “Jadi, rida Allah tergantung pada rida orang tua. Maka, berbaktilah selalu pada orang tua.”
Sesampainya di rumah, pesan itu terngiang-ngiang di kepala Zidan, membuatnya susah tidur. Zidan akhirnya memilih mendatangi kamar papa dan mamanya. Di kamar, papa Zidan baru saja terjatuh dari tempat tidur dan membuat mama Zidan terbangun. Kepada papanya, Zidan mengajak mengunjungi rumah kakek dan neneknya, tetapi papa Zidan menolak.
Papa Zidan ternyata berselisih paham dengan bapaknya, kakek Zidan. Papa Zidan tidak setuju Zidan terlalu dimanja, sementara Kakek menganggapnya wajar, namanya juga cucu satu-satunya.
Sekarang kita balik lagi ke Haji Husin dan Ustad Addin di masjid. Haji Husin masih penasaran kenapa kepalanya tiba-tiba mengecil.
“Dari rumusan program yang saya buat sudah jelas tidak ada kesalahan. Perhitungannya sudah tepat dan sesuai prosedur,” kata Ustad Addin.
“Kalo tepat, kenapa pale gue kecil waktu balik kemari?”
“Berarti ada pelanggaran prosedur, kita melakukan penyimpangan.”
“Kita???” protes Haji Husin, “Elu yang melakukan penyimpangan. Elu yang salah. Salah lu, bawa-bawa gue, lu. Gue sama Zidan kan cuma pasang badan, Din, istilahnye. Gue diri bedua die. Abis itu gue jadi kunang-kunang deh. Brrr, gitu. Lu pencet deh tombolnya. Plok. Bles. Gua pegi, ngilang. Nah, gua pegi, elu yang ngatur. Gua balik lagi kemari, elu yang atur juga. Gue, lu salahin. Enak aje lu. Elu yang sale!”
Sementara Haji Husin ngomong panjang lebar, Ustad Addin cuma senyum-senyum sendiri mendengarnya. Mungkin sudah terbiasa dengan tingkah Haji Husin yang ngegas.
Setelah sempat berpikir beberapa saat, Ustad Addin mulai tahu di mana letak permasalahannya. Ia tiba-tiba menggebrak meja, membuat Haji Husin terkejut. Saking kagetnya Haji Husin langsung memeragakan adegan silat. Bikin ngakak meski ditonton berulang kali.
Jadi, permasalahannya memang soal waktu. Haji Husin dan Zidan terlalu lama berada di masa lalu. Waktu itu Haji Husin dan Zidan terlambat 10 menit dari waktu yang seharusnya cuma 2 jam. Gara-garanya ya mati listrik di masjid.
“Antara waktu kunjung dengan memori komputer saya berbanding terbalik. Makin lama objek itu di sana, maka makin besar pula memori yang dibutuhkan. Akibatnya, bobot dan bentuk benda itu akan menyusut,” jelas Ustad Addin.
“Terus, terus, hubungannya ama kepale gue gimane?”
Sebagai jalan keluar, Ustad Addin menyarankan Haji Husin makan lebih banyak. Haji Husin jelas nggak terima. Namun, Ustad Addin nggak peduli. Mereka berdua kemudian masuk ke kamarnya Ustad Addin.
Begitu masuk ke kamar, betapa terkejutnya mereka ketika melihat bahwa Zidan sudah siap sedia di tempat pengiriman objek, lengkap dengan roket-roketan alias Komunikator 2000 di tangannya.
“Pak Ustad, Zidan sudah siap dikirim,” seru Zidan dengan penuh semangat.
“Eh, bocah. Lu mau ke mane? Ah, ngapain lu di sini? Ah!” semprot Haji Husin.
“Zidan mau ketemu kakek dan nenek! Zidan udah kangeeen banget sama kakek dan nenek!”
Entah kenapa kok bisa, Haji Husin dan Ustad Addin lagi-lagi patuh sama Zidan. Dikirimlah mereka berdua menemui kakek dan nenek Zidan.
Nah, di sini kesalahan terjadi lagi. Alih-alih sampai ke rumah tujuan, Haji Husin malah nyantol di tiang bendera depan masjid. Ustad Addin panik, Haji Husin langsung ngoceh kayak biasa. Setelah puas, dia bergegas menuju kamar Ustad Addin.
Ustad Addin coba menenangkan Haji Husin. Ia lalu meneliti layar komputer. Di sana muncul tulisan “frekwensi negatif”. Di sinilah rahasia Haji Husin terbongkar.
“Maaf yah, Pak Haji. Waktu proses pengiriman berlangsung, perasaan Pak Haji apa?”
“Perasaan?”
“Iya, Pak Haji,”
Hening sejenak karena Haji Husin sedang berpikir, tidak berapa lama ia menyadari apa yang keliru.
“Astagfirullahaladzim. Astagfirullahaladzim. Ya Allah. Ya, tadi sempat sedetik dua detik gue inget ame si Romlah,” aku Haji Husin.
“Romlah?”
“Ho oh. Neneknya Zidan.”
“Pak Haji kenal?”
“Ye, gue jadi malu, gue. Dulu waktu masih mude-mude, zaman perjuangan dulu kan gue pernah… pernah pacaran ame si Romlah. Terus tadi, sempat sedetik dua detik, ape tuh, rasanya gue kangen bener. Padahal kan mustinya kagak boleh. Ya Allah. Si Romlah kan sudah jadi bini orang. Astagfirullahaladzim. Ini komputer lu tahu aje. Dia aja tahu apalagi yang Mahatahu, Allah. Gue jadi malu dah.”
Di tempat lain, Zidan sudah sampai di rumah kakek dan neneknya. Mendarat di dalam kurungan ayam. Kebetulan kakek dan neneknya Zidan memang lagi ngebahas papa Zidan. Kakek Zidan sebenarnya kangen sama Zidan, tetapi gengsi berkunjung duluan. Kakek Zidan juga lagi masuk angin. Ia lalu minta dikeroki istrinya.
Ketika tahu Zidan datang, kakek dan neneknya sangat bahagia. Sementara itu, di kamarnya Ustad Addin, Haji Husin nggak berkedip melihat neneknya Zidan.
Kunjungan Zidan selesai. Ia dipulangkan sepaket dengan oleh-oleh dari kakek-nenek. Ada buah nanas, kelapa, dan kacang panjang segala macem.
Sesampainya di rumah, Zidan langsung menyampaikan apa yang terjadi pada kakeknya kepada Papa.
“Pah, Kakek sakit.”
“Tahu dari mana kamu?”
“Kontak batin, Pah.”
“Iya, iya, iya. Nanti Lebaran kita ke sana yah?”
“Kenapa musti nunggu lebaran, Pah. Kata Ustad Addin, silaturahmi itu bisa setiap saat, Pah,”
Papanya Zidan pun langsung merenung. Ya udah, gitu aja akhir Lorong Waktu episode 4. Hahaha.
Ikuti sinopsis Lorong Waktu musim 1 di sini serta tulisan Utamy Ningsih lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.