Diawali dengan guard of honour, para pemain Liverpool memasuki lapangan Etihad Stadium dengan anggun. Di kanan dan kiri, para pemain, staf, dan pelatih Manchester City memberikan tepuk tangan. Mungkin dengan setengah hati saja tepuk tangan itu. bahkan, bisa jadi dilakukan dengan perasaan terpaksa.
Terlihat dari satu pemain Manchester City yang enggan memberikan penghormatan kepada Liverpool yang baru saja memutus puasa gelar selama 30 tahun. Dia adalah Bernardo Silva, gelandang Manchester City yang hanya berdiri saja sambil mengenakan jaket. Pandangannya dingin, sedingin sambutan Manchester United, rival abadi Liverpool, yang berisik setengah mati.
Sikap Bernardo Silva, mungkin bisa mewakili fans Manchester United yang jengah betul dengan Liverpool dan para fansnya. Kamu tahu, bahkan sebelum barisan pemain Liverpool selesai masuk ke lapangan, Bernardo sudah meninggalkan barisan sambil meneguk air dari botol. Mungkin beliau kebelet pipis.
Juaranya Liverpool itu “biasa saja” dan bahkan cenderung norak, klaim para fans Manchester United di media sosial, terutama Twitter. Sebuah gelar juara, yang saking biasanya, bisa ditinggal pergi minum air ketimbang repot-repot memberikan penghormatan kepada rival. Bernardo Silva, mungkin jadi kesayangan fans Manchester United, meskipun statusnya pemain City.
Saya sempat memberikan “sedikit pembelaan” kepada fans Liverpool yang disebut norak oleh fans Manchester United. Bagaimana tidak, ketika tim kamu sudah tidak juara ribuan tahun, adalah wajar kalau fans merayakannya secara gempita, selayaknya baru saja menang Perang Dunia.
Mungkin fans Manchester United sendiri belum punya pengalaman puasa gelar selama ribuan tahun seperti fans Liverpool. Jadi agak sulit memahami kebahagiaan yang meluap, lalu terlihat norak. Itu kalau manusia, puasa selama 30 tahun, pasti tinggal tulang saja. Kulitnya menempel ke tulang dan bisa jadi subtitusi mainan jalangkung.
Tapi saya membela fans Liverpool, dong. Pesta bir dan kembang api itu hal wajar, dong. Jadi agak norak dan berisik di timeline juga seharusnya bisa dipahami. Siapa tahu, setelah juara di musim 2019/2020 ini, Liverpool butuh 40 tahun lagi untuk merasakan hal yang sama. Jadi, tolong, fan Manchester United, tolong maklumi.
Sayangnya, Liverpool itu, pada titik tertentu, tidak bisa diharapkan. Sudah dibela setengah mati, saya diserang banyak fans Manchester United di Twitter, eh saya malah dikecewakan.
Bagaimana bisa, setelah jadi juara, malah dibantai Manchester City dengan skor 4-0. Kata “memalukan” saja tidak cukup untuk menggambarkan kegoblokan The Reds. Apalagi, setelah pertandingan, banyak fans Liverpool yang merundung Raheem Sterling, mantan pemainnya, yang menang duel atas Joe Gomez.
Ini apa, sih, maksudnya? Eh, banyak fans The Reds, terutama dari luar negeri, yang sok bijak. Berkata kalau ini kemenangan yang disumbangkan. Eh, ini kompetisi Liga Inggris atau acara tali kasih, sih? Bagaimana dengan fans Liverpool dari Indonesia? Sampai pagi ini tidak ada gaungnya. Kayaknya masuk sumur karena malu.
Ya maaf ya, fans Liverpool, kok saya rasa fans Manchester United ada benarnya. Kalian itu norak. Sudah bising, malah kalah lagi setelah dapat guard of honour.
Atau begini saja, deh. Biar adil, kita sepakati saja kalau fans Manchester United dan Liverpool itu sama-sama norak. Nah, begitu baru adil. Sudah sana, gandengan, sama-sama masuk sumur.
BACA JUGA 8 Menit 46 Detik George Floyd Meregang Nyawa Adalah Sebuah Pengkhianatan dan tulisan Yamadipati Seno lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.