Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Lebih Sedih Ditolak Kampung Halaman Ketimbang Ditolak Gebetan

Aisyah Nursyamsi oleh Aisyah Nursyamsi
25 Maret 2020
A A
Lebih Sedih Ditolak Kampung Halaman Ketimbang Ditolak Gebetan
Share on FacebookShare on Twitter

Rasanya nggak diterima sama kampung halaman sendiri itu sungguh menyedihkan.

Beberapa minggu terakhir Indonesia tengah resah-resah gimana gitu karena kehadiran si kecil mungil, virus corona. Virus ini sebenarnya sudah muncul sejak awal tahun 2020. Ia juga disebut covid-19, berasal dari daratan China dan berhasil membuat gempar hampir seluruh dunia. Sebetulnya, seberapa bahayanya virus corona ini?

Setidaknya, makhluk yang tidak dapat terlihat secara kasat mata ini dapat merusak sistem pernapasan hingga bisa merenggut nyawa manusia. Seluruh negara di dunia saat ini sedang berjibaku mencari solusi bagaimana agar virus yang bandel ini cepat menghilang dari muka bumi. Minimal mengurangi penyebaran virus yang semakin meluas.

Berbagai negara berusaha untuk betul-betul meminimalisir penyebaran virus ini. Apalagi saat ini vaksinnya masih sedang diuji cobakan. Melihat masyarakat Indonesia yang terpapar virus ini di Indonesia cukup banyak dan tidak sedikit yang meninggal, kita pun juga sama-sama berusaha untuk memutuskan rantai penyebaran virusnya.

Meski gemas dengan kebijakan pemerintah pusat yang ngalor-ngelindur, tapi beberapa pemerintah daerah mulai gerak cepat alias gercep. Mereka mengambil inisiatif untuk mengantisipasi penyebaran virus yang semakin parah. Beberapa daerah di Indonesia mulai menerapkan work from home. Banyak tempat wisata yang ditutup demi menerapkan social distancing. 

Belakangan seiring maraknya program social distancing, muncul imbauan baru yang tidak kalah penting terutama bagi perantau nelangsa macam saya, yakni permintaan untuk tidak pulang ke kampung halaman. Slogan ini muncul dari beberapa kepala daerah yang semakin khawatir jika wilayahnya semakin diperparah dengan didatangi oleh pendatang. Khususnya dari daerah-daerah zona merah semacam Jakarta dan sekitarnya. Dan saya merupakan salah satu perantau yang berada di zona merah, tepatnya di Jakarta Selatan.

Sementara kampung halaman saya adalah Sumatera Barat yang saat ini menurut data (data yang diumumkan secara berkala di media) masih bersih dan belum ada yang terinfeksi. Tentu sebagai perantau yang berbudi lagi tahu diri tentu saya harus manut lagi tunduk.

Tadinya kedua orang tua meminta saya untuk kembali saja ke rumah. Mereka merasa lebih baik menghadapi masalah yang sudah mendunia ini bersama-sama. Saya pun hampir terhanyut dan mengiyakan karena sampai sekarang tak kunjung dapat panggilan kerja (mendadak curhat). Belum lagi keuangan yang sudah menipis dan hanya mampu beli lauk macam tempe bacem dan ikan teri. Kebijakan social distancing sebenarnya malah mengiris hati di saat seperti ini.

Baca Juga:

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Namun setelah berkonsultasi dengan beberapa teman dan saudara, tawaran itu saya tolak jua dengan hati perih. Semua ini tentu atas pertimbangan gono-gini dari hati nurani. Sebab, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selama di dalam perjalanan nanti.

Meski saat ini saya (masih yakin) belum terpapar virus ini, tapi tetap saja ada rasa was-was yang muncul timbul dan tenggelam. Bagaimana kalau di jalan nanti saya bertemu dan berkontak langsung dengan mereka yang positif corona? Kan, bisa-bisa saya bawa oleh-oleh tidak mengenakkan sesampainya di rumah.

Sayangnya masih banyak orang-orang yang sesumbar dan tetap kekeuh ingin pulang. Bahkan tetangga seberang rumah di kampung saya nekat menyeberangi negeri Jiran tanpa persiapan apa-apa. Hanya modal tawakal. Dari beliau pula, beredar kabar jika saat ia pulang (awal Maret), bandara tidak punya pemeriksaan khusus untuk menghadapi orang-orang yang baru saja turun dari pesawat. Namun semoga saja saat ini sudah banyak perbaikan dengan sistem ini.

Akan tetapi yang terpenting dari pada itu, ketahuilah! Sebagai perantau, imbauan ini membuat saya seperti tengah ditolak orang satu kampung. Ah, bahkan satu provinsi. Sedih sekali. Apalagi mengingat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan jika masa darurat bencana kemungkinan akan diperpanjang sampai akhir Mei. Alamat bakal lebaran di Jakarta. Sudah sepi, sendiri, ada virus lagi!

Rasanya lebih sedih ketimbang ditolak gebetan. Ya kalau ditolak doi, masih bisalah menghibur diri. Berkumpul bersama sanak saudara sambil makan singkong rebus dan kopi. Lah, kalau ditolak kampung halaman? Mau bercanda sama siapa? Balik ke rumah juga ujung-ujungnya ketemu cicak di dinding. Sudah single fighter, jauh pula dari handai taulan.

Yah, kalau sudah begini saya hanya sabar dan menghibur diri dengan makan Indomie rebus ditambah cabe rawit. Kamu mau, nggak?

BACA JUGA Dilema Anak Mama yang Pergi Merantau untuk Pertama Kalinya atau tulisan Aisyah Nursyamsi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 13 November 2021 oleh

Tags: perantausocial distancingvirus corona
Aisyah Nursyamsi

Aisyah Nursyamsi

Saya seorang Melayu udik yang berniat jadi abadi. Tiada cara lain tentunya selain dengan tulisan. Jangan sungkan untuk mengobrol dan lempar ktirikan.

ArtikelTerkait

Nggak Semua Perantau di Jogja Doyan Gudeg hingga Sering ke Sarkem! Mojok.co

Nggak Semua Perantau di Jogja Doyan Gudeg dan Sering ke Sarkem!

9 November 2023
stereotip orang batak tari tortor pesta batak toba mojok.co

3 Stereotip Orang Batak yang Kuterima selama Sekolah di Jawa

19 Juni 2020
Bukan Ibadah Salat Saya yang Kecepetan, tapi Salat Anda yang Kelamaan mojok.co/terminal

Muslim Nggak Usah Sensi sama Tempat Ramai Hanya karena Masjid Sepi

20 Mei 2020
kesalahan memakai masker mojok.co Bertemu Penjual Masker di Apotek yang Agak Ceroboh

Bertemu Penjual Masker yang Agak Ceroboh di Apotek

10 Februari 2020
Lockdown Mandiri di Desa Bikin Sadar kalau Cuma Ketua RT yang Bisa Nyelametin Kita

Lockdown Mandiri di Desa Bikin Sadar kalau Cuma Ketua RT yang Bisa Nyelametin Kita

30 Maret 2020
rakyat kecil, kemiskinan, acara tv

Bodo Amat Soal Kebijakan, Rakyat Kecil Maunya Cuma Bisa Makan

7 April 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.