KRS boleh berencana, tapi dosen yang menentukan
Bagi kalangan mahasiswa, KRS-an pasti merupakan momen yang amat meresahkan. Dituntut untuk begadang, berdesak-desakan secara daring, dan merasakan cemas akibat takut nggak bisa ambil jadwal mata kuliah yang diinginkannya.
Keresahan itu bukan tanpa alasan. Sebelum KRS-an, mereka biasanya sudah memperkirakan terkait jam dan hari yang sekiranya bisa menunjang kompetensi belajarnya selama satu semester ke depan. Dan perkiraan semacam itu yang akhirnya ketika KRS-an, mereka resah; rela begadang dan berdesakan secara daring hanya karena biar bisa memilih dan memilah mana jadwal mata kuliah yang sesuai dengan perkiraan sebelumnya.
Tapi sayangnya, walaupun para mahasiswa sudah begadang, berdesak-desakan di web SIAKAD, dan mendapatkan KRS yang sesuai perkiraannya, hal itu bukan berarti suatu keniscayaan yang abadi. Lha, kenapa?
Jadi begini.
Daftar Isi
KRS berubah jadi kartu rencana mengajar dosen
KRS itu secara sistemik memang dibuat untuk mahasiswa. Tujuannya selain untuk memandu mahasiswa memilih mana mata kuliah yang perlu dan nggak perlu untuk diambil, juga seperti yang saya katakan di awal tadi; memilih jadwal mata kuliah yang sesuai dengan kesibukan hariannya.
Tapi percayalah, pada faktanya NGGAK SEBENAR itu. Dunia ini memang dinamis, KRS yang awalnya adalah kartu rencana studi “untuk” mahasiswa, seketika berubah menjadi kartu rencana mengajar dosen.
Tempat terjadinya perubahan jadwal itu nggak pasti. Beda-beda setiap dosen. Kadang ada di grup WhatsApp, kadang juga saat pertemuan mata kuliah. Waktunya pun begitu, kadang saat awal-awal perkuliahan, kadang juga saat-saat pertengahan. Pokoknya nggak pasti. Yang pasti, selalu ada saja dosen yang mengubah jadwal mata kuliah berdasarkan keinginannya.
Tentu saja sekelas dosen bukan tanpa alasan dalam memutuskan perubahan jadwal. Alasan beliau-beliau ini pun sangat jujur dan biasanya nggak jauh-jauh dari kalimat, “Saya di hari ini; jam ini nggak bisa, ada kesibukan lain. Gimana kalau hari ini dan jam ini saja”.
Bukan perkara kesibukan, tapi perkara keobjektifan
Memang iya, sih, kehidupan para dosen itu lebih sibuk daripada mahasiswa. Tapi dalam konteks KRS, saya pikir akan terdengar nggak masuk akal bahkan jahat kalau dosen mengubah jadwal dengan alasan kesibukan. Sementara mahasiswa harus manut begitu saja mengorbankan kesibukannya.
Ya, walaupun cuma mahasiswa, mereka juga manusia; punya kesibukan lain yang nggak hanya di kuliah. Bahkan, ada juga mahasiswa yang kesibukannya itu bekerja demi membiayai kuliahnya sendiri. Makanya kenapa mereka saat KRS-an sebegitu resahnya memperkirakan jam dan hari biar jadwal kuliahnya nggak bertabrakan dengan kesibukannya.
Jadi saya pikir, dalam konteks KRS ini bukan perkara mana yang paling sibuk dan mana yang nggak terlalu sibuk. Melainkan bagaimana semua pihak yang ada di civitas academica, khususnya yang dalam hal ini adalah dosen dan mahasiswa, itu bisa menjalankan sistem perkuliahan secara objektif.
Mempertanyakan kualitas unit pengelola prodi dan integritas dosen dalam pengerjaan KRS
Jujur saja, sebagai mahasiswa yang nggak tahu hiruk pikuk kampus, saya tuh jadi bertanya-tanya. Kalau para dosen itu masih suka melobi bahkan mengubah jadwal mata kuliah, apa sebelumnya itu nggak ada rapat atau persetujuan antara pihak dosen dan pengelola prodi, ya?
Harusnya, kan, sebelum sistem KRS-an itu dijalankan, penentuan jadwal mengajar mustinya sudah disusun sedemikian rupa berdasarkan kapasitas setiap dosen. Lha kalau sudah disusun lalu diformulasikan dalam bentuk KRS, tapi masih ada saja dosen-dosen yang suka melobi jadwal mata kuliah dengan alasan kesibukan, maka saya pikir wajar kalau kualitas unit pengelola prodi itu dipertanyakan.
Kalau bukan pengelola prodinya, maka pertanyaan yang serupa; wajar juga kalau integritas dosen sebagai pendidik dan civitas academica dipertanyakan. Lha gimana, seenaknya mengubah jadwal, kok.
Ya mau gimana lagi, masih feodal, kok
“Ya, kalau dosen mengubah jadwal dan mahasiswa nggak keberatan, apa masalahnya?
Iya, saya tahu, hal itu memang sangat mungkin terjadi. Tapi pada waktu yang bersamaan, masalah yang seharusnya bisa kelar saat KRS-an, itu malah muncul lagi. Mahasiswa akhirnya bersusah payah dua kali. Sudah rela begadang dan berdesakan di web siakad, eh bingung lagi menyesuaikan jadwal gara-gara dosen yang punya kesibukan pribadi.
Kalau mahasiswa satu kelas kesibukannya sama, sih, masih mending. Lha, kalau nggak?
Ah, sudahlah. Namanya juga mahasiswa Wakanda. Sepintar apa pun otaknya, tapi kalau sebuah sistem masih bercorak feodal, ya tuntutan untuk disiplin dan patuh pada aturan hanya berlaku untuk mahasiswa.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Di Kampus Saya, Waktu KRS Adalah Waktu Penuh Drama yang Menggemaskan