Kradenan Blora bak daerah yang terlupakan…
Sebagai kabupaten underrated, nggak banyak orang yang tahu tentang Blora. Mungkin pernah dengar, tapi saya sangsi kalau ada orang yang paham betul soal Blora selain warga Blora itu sendiri. Bahkan bukan cuma masyarakat, Blora saja agaknya luput dari perhatian pemerintah daerah.
Entah karena kabupaten yang ada di paling timur Jawa Tengah ini berlokasi jauh dari jarak pandang pemerintah, atau memang karena Blora mau dibiarkan begitu saja agar pohon jati dan kilang minyaknya bikin kantong penguasa makin tebal. Sebab sampai saat ini hanya sebagian kecil daerah di Blora yang dibangun, diperbaiki, dan disayangi oleh pemerintah.
Salah satu daerah yang tampaknya terlupakan dari kasih sayang pemerintah adalah Kecamatan Kradenan. Kecamatan yang berada di paling selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur ini kondisinya mengenaskan. Berkunjung ke sana akan membuatmu merasa masuk ke dimensi lain. Bukan hanya karena lokasi Kradenan Blora yang cukup terpencil, tapi juga daerah ini memiliki empat karakteristik berikut.
Daftar Isi
#1 Kradenan Blora masuk top 5 kecamatan dengan penduduk paling sedikit
Saat memasuki Kradenan Blora, nggak akan ada lagi keramaian atau kepadatan seperti yang kamu temui di Semarang atau Solo. Bahkan bisa jadi kamu bakal agak-agak jarang bertemu manusia di Kradenan.
Ini karena Kradenan termasuk kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit di Blora. Pada 2022, total penduduk Kradenan hanya 42.471 jiwa. Jumlah ini cuma 4,81 persen dari total penduduk di Kabupaten Blora. Bahkan ada dua desa di Kradenan yang penduduknya benar-benar jarang.
Pertama, Nginggil dengan jumlah penduduk 422 orang. Rumah-rumah penduduk berkelompok di beberapa titik di pinggiran Sungai Bengawan Solo. Selain di situ, lahan Nginggil full sawah dan hutan.
Kedua, ada Ngrawoh dengan total penduduk 536 jiwa. Saking terpencilnya Ngrawoh, jalan depan kantor desa sana hanya berupa pasir dan kerikil.
#2 Di sana ladang, di sini hutan
Bersyukurlah kalian yang masih bisa mengakses Google Street View sebelum menuju ke suatu tempat. Warga Kradenan Blora mana bisa begini. Sangat sedikit tempat di Kradenan yang pernah terekam mobil Google Street View. Faktornya karena sebagian besar daerah Kradenan berupa ladang, sawah, dan hutan serta jalanannya yang sangat rusak.
Tempat tinggal warga Kradenan dikelilingi oleh ladang jagung dan sayuran, sawah yang ditanami padi, serta hutan jati. Dan jangan dibayangkan ada penerangan di sekitar ladang, sawah, dan hutan, ya. Kalau siang mereka memang dapat cahaya matahari, tapi begitu malam, ya gelap.
Sudah penduduk sedikit, full hutan lagi. Nggak bisa ngebayangin deh kalau kesasar di Kradenan Blora malam-malam dalam kondisi ban bocor atau kehabisan bensin. Mau minta tolong ke siapa coba?
#3 Kondisi jalanan memacu adrenalin
Warga Kradenan Blora sudah terbiasa tiap hari melintasi jalur offroad untuk sekedar berangkat sekolah atau ke ladang. Kondisi jalan di Kradenan sudah di luar bayangan kita sebagai anak kota yang jalan jelek sedikit langsung sambat.
Sebagian jalan di Kradenan sudah dikonblok. Tapi konbloknya sudah pecah atau terlepas yang kalau terlihat seperti habis kena sesar gempa. Sebagian lainnya masih tanah atau pasir. Kalau hujan turun, jalan menjadi licin atau bahkan tergenang air.
Jangan tanya deh gimana akses menuju ke Kradenan kalau kondisi jalannya seperti itu. Kalau mau agak landai sedikit, kita bisa lewat Ngawi via tol dan Kecamatan Pitu. Tapi begitu masuk Kradenan ya tetap saja, mau tak mau, kita harus menaklukkan medan yang berat.
#4 Banyak mitos dan cerita menyeramkan di Kradenan Blora
Seakan belum cukup dengan jumlah penduduk yang sedikit, lokasi yang terpencil, dikelilingi hutan, dan kondisi jalan yang buruk, Kradenan juga kaya akan mitos dan cerita horor. Pemandu yang mendampingi saya dan teman-teman saat melakukan riset di Kradenan sempat bercerita tentang mitos di setiap desa.
Saya nggak akan bercerita satu per satu. Tapi pada saat itu ada kejadian paling heboh yang menimpa rombongan riset kami. Salah satu rekan saya sempat ketindihan saat bermalam di Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada di Getas. Peristiwa itu sempat membuatnya sakit beberapa waktu.
Di samping kondisinya yang terpencil dan seperti berada di dimensi lain, berada di Kradenan Blora tetap menyenangkan. Banyaknya pohon membuat udara sejuk dan segar. Ditambah lagi dengan masyarakatnya yang sangat ramah. Tapi ini hanya berlaku saat pagi dan siang. Begitu malam, langsung mencekam.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.