Kopitiam Itu Warung Kopi, tapi yang Laris Manis Justru Makanannya

Kopitiam Itu Warung Kopi, tapi yang Laris Manis Justru Makanannya Mojok.co

Kopitiam Itu Warung Kopi, tapi yang Laris Manis Justru Makanannya (unsplash.com)

Kopitiam itu tempat ngopi atau tempat makan? Kalau dilihat dari namanya sih seperti warung kopi ya. Namun, kebanyakan kopitiam menjadikan makanan sebagai menu andalan. Sementara pilihan kopi dalam menu hanya sedikit, tampak seperti pelengkap saja. Jadi, kopitiam itu tempat apa? 

Kopitiam adalah warung kopi ala-ala Melayu yang semakin mudah ditemui di sana-sini. Konsep warung ini adalah tradisional. Kopitiam hanya mengandalkan kopi kopi item, kopi mentega, atau kopi susu jadul. Konsep ini tentu berbeda dengan coffee shop kekinian yang ada mesin espresso, manual brew barista outfit kece, dan pendekar kopi! 

Kalau dicermati, komposisi menu di warung kopi ini justru lebih banyak menawarkan makanan daripada kopinya. Jenis makanan yang dijual biasanya berbagai macam chinese food. Tidak heran sih, menilik sejarahnya, kopitiam memang hasil persilangan antara budaya China dan Malaysia. 

Asal-usul kopitiam

Kemunculan kopitiam tidak lepas dari imigran Tiongkok di Malaysia yang berbicara bahasa Hokkien, Kanton, dan Teochew. Para imigran itu bekerja di berbagai sektor seperti hotel, restoran, dan toko roti. Ketika krisis ekonomi melanda pada akhir Perang Dunia II, banyak imigran Tiongkok yang kehilangan pekerjaan. 

Mereka yang terdampak kemudian merintis berbagai usaha kecil-kecilan. Orang Hainan yang awalnya banyak bekerja di bidang restoran dan hotel membuka bisnis makanan. Mereka menamakan bisnisnya kopitiam yang merupakan gabungan dari bahasa Melayu dan Hokkien yang berarti warung kopi. Sejak saat itulah istilah kopitiam menjamur di mana-mana.

Makanan dan minuman di kopitiam dipatok dengan harga murah. Itu mengapa banyak kalangan bisa menerima konsep warung kopi ini. Seiring berjalannya waktu, kopitiam terus menjamur dan konsep warungnya masih bertahan hingga saat ini. 

Tidak untuk nongkrong dan ngopi

Namanya memang memiliki arti warung kopi, tapi orang-orang yang datang ke kopitiam kebanyakan tidak untuk ngopi dan nongkrong. Apalagi untuk ngerjain tugas. Kebanyakan pengunjung justru ke sana untuk menikmati makanannya. Mereka juga tidak berlama-lama, setelah makan kemudian langsung pulang. Persis seperti warung makan. 

Kebiasaan itu terbangun mungkin karena menu kopi yang cenderung sedikit, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya. Sementara menu makanannya beragam. Kebanyakan orang yang mampir justru memesan dimsum, bakwan, nasi kari, dan minum es teh. 

Sedikitnya menu kopi yang ditawarkan berkaitan dengan kondisi budaya di era kopitiam awal berkembang. Dahulu, jualan kopi memang bebarengan dengan jualanan makanan. Status kopi hanya sebagai pelengkap makanan saja, itu mengapa varian yang ditawarkan tidak banyak. 

Kata “kopi” hanya menjadi gimmick

Memang sih, kalau dibawa ke situasi zaman sekarang, kata “kopi” dalam kopitiam terkesan seperti gimmick. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, bukankah coffee shop zaman sekarang juga seperti itu? Penamaannya mengandung kata “kopi”, tapi yang paling laris dipesan adalah es teh. Ujung-ujungnya, urusan pesen kopi atau tidak, ya terserah pelanggan. Toh akhirnya mereka bayar juga. 

Soal menu makanan di kopitiam yang lebih digemari daripada kopinya, saya pikir baru belakangan ini saja kita mengkotak-kotakkan mana coffee shop dan mana tempat makan. Kalau di zaman dahulu, ya tidak ada pembeda yang tegas antara kedua tempat itu. Pembedanya hanya pada penyebutan. Di zaman dahulu di kawasan Melayu, kalau pemilik warungnya orang Tionghoa, sebutannya menjadi  kopitiam. Kalau pemiliknya warungnya orang Melayu, sebutannya menjadi kedai kopi. 

Nah, setelah tahu fakta-fakta di atas, jangan heran kalau pelanggan kopitiam nggak memesan kopi ya. Jangan samakan juga warung kopi ini dengan coffee shop kekinian. Mentang-mentang ada unsur “kopi” dalam kopitiam, bukan berarti kalian bisa duduk di sana berlama-lama di sana. Pelanggan kopitiam kebanyakan sat-set, sehingga antrian berikutnya bisa langsung memesan dan menikmati pesanannya. 

Penulis: Riyanto
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Kopi Tuku, Kedai Kopi yang Biasa Aja tapi Jadi Idola

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version