Fakta di Balik Kontroversi Perdagangan Miras di Sleman: Siapa yang Seharusnya Bertanggung Jawab?

Ilustrasi Fakta di Balik Kontroversi Perdagangan Miras di Sleman (Unsplash)

Ilustrasi Fakta di Balik Kontroversi Perdagangan Miras di Sleman (Unsplash)

Kasus penusukan santri Ponpes Krapyak Yogyakarta mengguncang Jogja (baca: Daerah Istimewa Yogyakarta). Kasus viral itu melahirkan berbagai macam opini di media sosial. Salah satu konten panas yang berseliweran adalah kontroversi perdagangan minuman keras (miras). Dan Kabupaten Sleman, berada di tengah pusaran kontroversi itu.

Sleman, berada di tengah pusaran kontroversi karena banyak netizen yang mengaitkan perdagangan miras dengan salah satu paslon Pilkada 2024. Rentetan kejadian yang muncul, lalu menyusul kemudian berbagai tuduhan dan analisis liar membuat warga gerah. 

Gelombang protes masyarakat Sleman terkait masifnya pertumbuhan outlet penjual miras semakin kuat. Kalau sudah begini, sebenarnya, siapa yang seharusnya bertanggung jawab?

Mengenal Perda Nomor 8 Tahun 2019

Mari mengenal Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 8 Tahun 2019. Perda tersebut mengatur “Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol Serta Pelarangan Minuman Oplosan”. 

Menengok pasal 4 ayat 1, bupati berhak menerbitkan Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL) untuk miras golongan B dan C. Surat ini untuk penjual langsung minum di tempat. 

Pasal di atas sudah sangat terang menjelaskan bahwa bupati berhak menerbitkan SKPL kepada pelaku usaha yang menjual miras golongan B dan C. Adalah permohonan Nomor Izin Berusaha (NIB) yang menjadi dasar penerbitan SKPL oleh bupati. Aturan tersebut disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan. 

Artinya, Bupati Sleman punya hak memberikan maupun menolak izin pendirian outlet yang menjual miras di Sleman, maksimal tiga (3) hari setelah syarat dan rekomendasi diterima. Sampai di sini, seharusnya sudah sangat jelas siapa yang membuat outlet penjual miras merajalela di Sleman.

Selain memberikan atau menolak izin pendirian tempat usaha yang menjual miras, bupati juga menerima laporan realisasi penjualan per 3 bulan sekali. Dengan kata lain, sebenarnya Bupati Sleman berhak memberhentikan aktivitas penjualan miras jika ditemukan laporan baik melalui laporan masyarakat, media, maupun laporan dari dinas terkait. 

Lucunya, melihat kontroversi yang terjadi sekarang, apakah tidak ada laporan dari masyarakat atau memang laporan tidak ditindaklanjuti oleh Bupati Sleman?

Bupati Sleman seharusnya bertanggung jawab!

Mari kita telaah lagi menggunakan pikiran yang jernih. Membaca kembali Perda yang ada, amanat izin pendirian usaha ada di tangan Bupati Sleman. Sementara itu, yang menerima laporan realisasi penjualan miras per 3 bulan sekali juga sang bupati.

Pertanyaannya, sebelum viral dan muncul gelombang protes warga, Bupati Kustini Sri Purnomo ke mana? Sibuk menerbitkan izin usaha bagi outlet-outlet penjual miras? Tidak punya daya untuk mencegah atau memang tidak mau?

Terbaru, Pemkab Sleman menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait peredaran miras. Surat ini sebagai tindak lanjut setelah terjadi pertemuan seluruh kepala daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kehadiran Surat Edaran itu diperkuat dengan keluarnya Instruksi Gubernur (Ingub) DIY Nomor 5 Tahun 2024. Isinya tentang optimalisasi pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol. 

Kehadiran Surat Edaran ini idealnya tidak dapat mengeliminasi Perda dan Perbup yang sudah ada mengenai pengendalian dan pengawasan miras di Kabupaten Sleman.  

Kustini bertanggung jawab secara penuh atas peredaran miras!

Maka semuanya menjadi jelas bagi warga Sleman, bahwa sang bupati, Kustini Sri Purnomo, bertanggung jawab penuh atas peredaran miras. Mari kita lacak ulang semuanya.

Pertama, perizinan pendirian usaha penjualan miras harus melalui tanda tangan bupati. Kedua, Bupati Sleman wajib menerima laporan, melalui Kepala Dinas, mengenai realisasi penjualan oleh pelaku usaha miras setidaknya 3 bulan sekali.

Ketiga, ketika ada laporan, baik dari masyarakat maupun media, bupati juga wajib melakukan peneguran maupun penutupan. Bupati seharusnya berkoordinasi dengan tim pengawas dan Satpol PP

Maka sudah sangat jelas alur peredaran miras di Sleman yang sudah diatur dalam Perda Nomor 8 Tahun 2019. Perda tersebut dikuatkan dengan Perbup nomor 10 Tahun 2022. 

Jika saat ini masyarakat Sleman meminta pertanggung jawaban soal peredaran miras di Sleman, monggo bisa disampaikan ke Bupati Kustini Sri Purnomo saja. 

Kustini yang memiliki tanggung jawab penuh atas peredaran miras di Sleman.

Penulis: Janu Wisnanto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Aib di Rumah Dinas Bupati Sleman, Bangun Kolam Mewah ketika Warga Ngeluh Hidup Susah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version