Rasa kecewa Susi Pudjiastuti terlihat tak dapat dibendung lagi. Lewat twit, terlontar kritiknya atas berbagai kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Sebut saja kebijakan ekspor benih lobster hingga legalisasi penggunaan cantrang. Anda bisa amati sendiri kegigihan Susi merespons berbagai berita yang mengabarkan perkembangan jalannya kebijakan tadi.
Tapi, tak sedikit yang beranggapan Susi merecoki urusan pemerintah sekarang. Padahal beliau sudah berstatus mantan menteri. Ia dianggap kurang arif menerima kenyataan bahwa “Ini sudah bukan masamu, Susi”. Respons datang dari anggota Komisi IV DPR RI Daroro Wonodipuro hingga Ali Mochtar Ngabalin.
Menurut saya, anggapan itu tidak tepat disematkan kepada Susi Pudjiastuti karena sebab-sebab berikut.
#1 Susi memang mencintai bidangnya
Kecintaan Susi pada bidang perikanan bermula sejak beliau bekerja sebagai pengepul ikan di Cirebon hingga menjadi menteri kelautan dan perikanan periode lalu. Kalau sudah cinta sesuatu, terus hal yang dicintai itu diperlakukan tidak betul, wajar dong kalau Susi nggak rela dan memutuskan mengkritik.
#2 Tanggung jawab ke publik
Selama kepemimpinannya, Susi sering dapat sorotan publik karena kebijakannya yang mencengangkan. Ia juga dihormati nelayan karena dianggap berpihak pada kedaulatan nelayan dan kelautan Indonesia.
Sebagai mantan pemangku kebijakan, bisa saja rasa bertanggung jawab itu jadi bagian dari sikap kenegarawanan Susi yang terus melekat. Sekalipun ia sudah tidak menjabat sebagai pejabat public lagi. Saya rasa, nggak banyak pejabat publik yang konsisten memberi masukan, kritikan, hingga sekadar update berbagai informasi di bidangnya secara konsisten. Inilah bagusnya Susi.
Setahu saya, Susi Pudjiastuti juga masih aktif menjalin komunikasi dengan para nelayan, demi menyuarakan suara mereka.
#3 Sudut pandang
Perbedaan sudut pandang selalu menjadi asal timbulnya sikap pro-kontra Susi dengan otoritas kemaritiman saat ini. Misalnya, penolakannya pada kebijakan Edhy Prabowo soal ekspor benih lobster dan legalisasi cantrang.
Jika Edhy memakai sudut pandang ingin meningkatkan dan memperbaiki iklim investasi di Indonesia, Susi berangkat dari perpektif pelestarian keberagaman hayati dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan. Tentu kedua sudut pandang tersebut tidak selamanya berbeda drastis. Akan tetapi, dalam beberapa titik, keduanya sulit bertemu.
Ya kebayang dong, gimana membuat titik temu antara peningkatan investasi yang biasanya simultan dengan pengurasan sumber daya habis-habisan, dengan pelestarian berkelanjutan yang tidak bisa sembarangan mengambil sumber daya yang ada.
Perbedaan sudut pandang menjadi wajar saja. Menurut saya, baik itu Edhy dan kebijakannya serta Susi dengan kritikannya sama-sama punya alasan logis. Jadi, berlebihan jika mengatakan Susi mengkritik hanya untuk mencari popularitas politik dan sensasi.
Apa yang dilakukan Susi adalah wujud rakyat biasa yang berhak sekali mengkritik pemerintahnya. Serunya, karena beliau pernah masuk pemerintahan, kritiknya jadi diskusi yang memberi kita wawasan soal kebijakan kemaritiman Indonesia.
Sumber gambar: Instagram @susipudjiastuti115
BACA JUGA Susi Pudjiastuti Kesal pada Kebijakan-Kebijakan “Konyol” Kementerian Kelautan dan Perikanan dan tulisan Daffa Prangsi Rakisa Wijaya Kusuma lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.