Kuliah Kerja Nyata (KKN) jadi momok bagi mahasiswa selain skripsi dan magang. Selain proses pengerjaannya yang lumayan lama dan ribet, program KKN ditakuti karena bisa menyedot dana yang tidak sedikit. Bahkan, kadang, keberadaan dana bisa menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program.
Itu mengapa muncul anggapan kelompok KKN yang memiliki anggota mahasiswa “sultan” bakal sangat membantu. Tidak melulu meringankan dalam hal finansial, mahasiswa “sultan” biasanya punya koneksi yang nggak main-main dari orang tua atau keluarganya. Hal ini juga sangat membantu kelancaran KKN.
Tulisan ini bukan bermaksud memberikan perlakuan spesial kepada orang-orang tertentu. Hanya saja, saya ingin membeberkan apa yang terjadi di lapangan. Kenyataannya, kemudahan akses terhadap dana dan koneksi orang-orang penting bisa jauh memudahkan proses KKN.
Tidak lagi khawatir akan logistik dan mobilitas KKN
Di media sosial X (Twitter) atau TikTok pernah viral mahasiswa yang dikirimi makanan cepat saji ketika sedang KKN. Paket makanan untuk satu kelompok KKN itu berasal dari salah satu orang tua mahasiswa yang memang berasal dari golongan berada. Ekspresi senang tampak menghiasi wajah mahasiswa KKN. Mungkin mereka sudah begitu rindu mencicipi berbagai makanan cepat saji yang biasanya mereka konsumsi sehari-hari.
Itu baru satu contoh sederhana terkait makanan. Mahasiswa “sultan” bisa begitu membantu dalam hal transportasi atau mobilitas. Biasanya mereka dibekali kendaraan pribadi oleh orang tuanya yang bisa sangat bermanfaat saat survei maupun pelaksanaan. Kelompok KKN jadi nggak perlu bergantung pada kendaraan kampus atau menyewa kendaraan lain untuk kebutuhannya.
Mungkin mahasiswa “sultan” tidak menyumbang dalam bentuk uang yang berlebih, tapi kemudahan mendapatkan fasilitas-fasilitas seperti di atas jelas tidak kalah berharga daripada dana. Itu mengapa, satu kelompok KKN dengan mahasiswa sultan benar-benar menyenangkan.
Punya koneksi berharga yang bisa dimanfaatkan
Keuntungan lain KKN bareng mahasiswa “sultan” adalah koneksi yang tidak main-main. Mahasiswa “sultan “ ini biasanya punya orang tua dengan pekerjaan yang terpandang secara sosial. Koneksi orang tua bisa dimanfaatkan untuk melancarkan proses dan program KKN.
Bukan tidak mungkin orang tua mereka mengenal pejabat daerah yang dapat membantu melancarkan perizinan atau mempermudah birokrasi. Artinya, penerapan program bisa menjadi lebih efisien tanpa rintangan yang berarti. Ditambah lagi, apabila punya jaringan dari pihak media, keunggulan ini dapat dimanfaatkan guna meliput kegiatan KKN atau mempromosikan program. Sebab, kesuksesan eksposur akan mendorong rasa penasaran yang berdampak pada keterlibatan masyarakat setempat. Jelaslah keuntungan semacam ini ditawarkan oleh mahasiswa golongan atas dalam sebuah tim KKN.
Tulisan ini tidak bermaksud mereduksi atau mengkerdilkan peran mahasiswa lain ya. Mereka yang tidak datang dari kalangan berada juga punya peran nggak kalah penting sesuai dengan keahliannya masing-masing. Saya yakin, kalau satu kelompok isinya mahasiswa “sultan” semua, program KKN juga nggak akan jalan. Setiap orang tetap punya perannya masing-masing, hanya saja, tidak bisa dimungkiri satu kelompok dengan mahasiswa “sultan” akan jauh lebih memudahkan.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Keunikan UIN Jogja, Mahasiswanya seperti Nggak Kuliah di Kampus Islam
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
