Telur, telur apa yang bikin emak-emak emosi? Yang jelas jawabannya bukan telur ceplok, karena justru selama ini telur ceplok berperan sebagai dewa penyelamat. Iya, telur ceplok jadi solusi saat emak-emak lagi mager atau mati gaya dalam urusan perdapuran. Kalau gitu, telur apa dong yang bikin emak-emak emosi? Wo ya jelas, jawabannya adalah telur jadi-jadian alias Kinder Joy, si cokelat seuprit itu. Tahu, kan?
Ngomong-ngomong soal Kinder Joy ini, kemarin saya baca berita tentangnya di sini. Saya nyaris kegocek, saya pikir Kinder Joy beneran ditarik dari pasaran. Elah jebul, memang beneran ditarik, sih, tapi ditarik dari pasaran Inggris, Bund. Inggris, bukan Indonesia. Patah hati deh jadinya. Angan-angan melihat etalase kasir Indomaret bersih dari endog-endogan itu pupus sudah. Hiks.
Peristiwa penarikan Kinder Joy—atau yang di Inggris dikenal dengan nama Kinder Surprise—merupakan buntut dari adanya laporan tentang lusinan Kinder Surprise yang diduga mengandung Salmonella. Wew, baru dugaan saja tapi langsung ditarik. Ah, pencinta tubir pasti kecewa. Mbok ya ada yel-yelan dulu biar seru. Yang bikin laporan dilaporkan balik, misalnya. Biasalah, pakai pasal dugaan pencemaran nama baik. Eh, ada nggak ya pasal itu di Inggris?
Balik soal Kinder Joy terindikasi mengandung Salmonella. Seingat saya, zaman belajar Biologi di bangku SMA, Salmonella adalah nama bakteri penyebab gangguan pada pencernaan. Sayangnya, nggak ada penjelasan lebih lanjut di portal berita mana pun kenapa si Salmonella terindikasi ada di telur cokelat itu. Maksud saya, kenapa bakteri itu tiba-tiba ada di telur cokelat itu? Apa ada kebocoran di proses pembuatan, pengemasan, atau apa? Padahal si Salmonella ini kan umumnya ada di bahan makanan seperti daging dan telur yang dimasak setengah matang atau bahkan raw food. Ha, kok bisa ke jajanannya bocil? Apa Salmonella-nya salah mengenali? Endog-endogan dikira endog beneran?
Produk ditarik dari pasar tentu jadi cobaan berat bagi sebuah perusahaan. Entah berapa banyak kerugian yang terjadi. Yang jelas, pasti besar. Apalagi momen penarikan tersebut dilakukan menjelang Paskah, saat di mana banyak warga Inggris yang merayakannya dengan membeli dan memakan telur coklat. Yahhh, nggak jadi cuan, deh.
Sebetulnya ini bukan kali pertama Kinder Joy diterpa cobaan. Endog-endogan yang katanya menjual kebahagiaan ini juga sempat diterpa isu yang menyebut bahwa produknya bisa menyebabkan kanker karena kandungan lilin yang terdapat dalam coklat produksi mereka. Bahkan disebutkan pula bahwa Lembaga Imigrasi Amerika Serikat sampai menyita massal produk Kinder Joy di pasaran. Elah jebul, hoaks, Bund.
Seharusnya cobaan demi cobaan yang menimpa Kinder Joy membuat produsen Kinder Joy bisa legowo untuk bermuhasabah. Merenung di sepertiga malam mempertanyakan kenapa, oh, kenapa cobaan datang silih berganti. Bisa jadi—bisa jadi, lho, ya—peristiwa nggak mengenakkan yang terjadi pada Kinder Joy adalah buah dari jeritan hati emak-emak yang terzalimi. Gimana nggak? Duit yang bisa buat beli tempe sama sayur pokcoy, terpaksa melayang jadi telur cokelat. Mana pas dibuka coklatnya nggak niat banget lagi. Mainannya apalagi. Lebih sering berakhir jadi sampah atau hilang mbuh ke mana.
Sungguh, jalan terbaik bagi Kinder Joy saat ini adalah bermuhasabah, dengan cara berhenti membuat hati emak dan tante gundah. Tapi tentu saja, muhasabah nggak akan sempurna tanpa adanya usaha untuk memperbaiki diri. Dan langkah memperbaiki diri yang bisa dilakukan Kinder Joy saat ini adalah dengan menurunkan harga dan menjauhkannya dari etalase kasir Indomaret. Yok, bisa, yok~
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Rekomendasi Cokelat Enak dengan Harga di Bawah 5 Ribu.