Musim pandemi seperti ini, otak kita memang dibuat tidak karuan. Mulai dari masalah mikro soal betapa sulitnya nyari uang di tengah pandemi. Hingga masalah makro soal hutang negara yang semakin tak membumi.
Kemumetan di otak juga ditambahi sama banyak hal sepele nggak guna yang terus dijejali oleh media macam teori konspirasi ampas Jerinx dan Deddy Corbuzier yang mengaburkan berita-berita penting macam kasus rasisme, pembatasan orang berekspresi, Rupiah yang menggagahi Dolar, Jokowi yang pesan mobil Esemka 6.000 unit, sampai…
…Krisyanto, vokalis Jamrud yang maju jadi calon Bupati Tanggerang.
Setelah berita soal konspirasi agak reda, jangan harap bisa bernafas dan meluangkan isi otak sejenak, karena nyatanya, sekarang, kita malah disuguhi konflik keluarga selebriti yang bikin geger.
Sebagai pemuda yang alhamdulillah diberi berkah keluarga yang baik. Saya merenungi apa yang sedang terjadi dan sedang trending. Dan kemudian berkata dalam hati, “Ini kenapa nggak diselesaikan secara kekeluargaan, yak? Kasus kekerasan seksual yang bukan keluarga aja bisa diselesaikan lewat jalur kekeluargaan, masa yang sudah jelas-jelas masih berkeluarga, malah diumbar-umbar.
Saya bukannya julid, cuma merasa aneh aja. Di belahan bumi lain mungkin orang-orang berbondong-bondong menutupi aib keluarga masing-masing. Ini kok malah show up. Nggak mikir apa, netizen itu bacotnya bajingan? Nggak tahu apa bahwa konflik tersebut bisa jadi bahan pergunjingan yang memekakkan sanubari?
Konflik keluarga memang kurang elok diumbar. Apalagi yang melihat satu Indonesia. Memang bisa dijadikan pelajaran. Namun saya yakin tidak semua orang bakal menjadikannya pelajaran. Yang ada malah menjadikannya bahan gibahan.
Maka dari itu, saya mencoba memberikan sedikit kiat agar konflik keluarga bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Bukan dengan jalan mengumbar kesalahan di depan seluruh rakyat Indonesia.
Pertama, jangan umbar konflik keluargamu di media sosial
Silakan umbar betapa tololnya kamu percaya bahwa Kim Jong Un itu nggak pernah buang air besar di media sosial. Silakan kamu bagikan haluan kecebonganmu atau kekampretanmu. Cuma jangan pernah mengumbar masalah keluargamu di media sosial.
Jangan bagikan foto ayah dan ibumu dengan caption yang menjelek-jelekkan keluargamu yang lain. Namanya juga keluarga, selesaikan saja dengan kekeluargaan. Bukan dengan saling sindir di media sosial dan netizen ikut ambil bagian dengan kejulidan. Eh, ujung-ujungnya kamu malah merasa disudutkan.
Kedua, janganlah kamu menjadi orang terkenal
Jika kamu tidak ingin konflik keluargamu jadi santapan semua orang. Buang jauh cita-citamu jadi orang terkenal. Karena kalau kamu terkenal, konflik sekecil apa pun bisa jadi konflik yang terlihat besar.
Menjadi orang biasa adalah sebuah solusi. Jadi misal ada konflik di keluargamu. Penyelesaian mungkin akan jauh lebih cepat. Tanpa perlu saling berbalas story dan curhatan di kolom komentar tentunya.
Ketiga, jalin silaturahmi dan komunikasi
Keluarga itu perlu komunikasi dan silaturahmi. Jangan saling cuek satu sama lain. Ya kalau mau silaturahmi, bilang baik-baik mau silaturahmi, coba mengerti satu sama lain. Kalau perlu ya didatangin lah orang yang mau diajak silaturahmi. Jangan curhat-curhat nyindir di kolom komentar medsos juga. Selain itu kurang etis, itu juga bakal memancing rasa curiga netizen julid bin bacot. Sesama keluarga ya mbok saling mengerti soal privasi. Rang orang pada perlu privasi, masa kamu ngumbar privasi dan aib keluargamu sendiri?
Keempat, jangan pernah buka media sosial saat kondisi hati lagi emosi. Itu berpengaruh dan ujungnya bisa jadi blunder
Jika kamu terlanjur sedang berkonflik dengan keluargamu dan lagi emosi, jangan pernah sekali-sekali buka media sosial. Tenangkan dirimu dan jauhkan gawaimu. Ada baiknya selesaikan langsung masalah dengan tatap muka. Jangan curhat-curhat masalah konflik keluarga di media sosial. Selain bakal jadi bahan gibah. Takutnya ada keluargamu yang punya jabatan penting. Kan nggak enak semisal dapat teguran MKD DPR gara-gara membalas curhatanmu soal konflik keluarga ke publik.
Kelima, nggak usah punya keluarga aja deh
Kalau kamu tipe orang santuy dan suka hal-hal yang praktis, coret saja namamu di Kartu Keluarga atau terus terang bilang ingin hidup merdeka tanpa keluarga yang mungkin kamu anggap toxic itu. Dengan begitu kamu bisa menghindari konflik keluarga dengan instan dan tentu saja dengan cara yang agak bodoh. Tapi jelas, kamu sudah nggak punya keluarga, dan masalah menyoal keluarga nggak bakal menerpamu. Paling-paling kamu cuma bakal dibenci keluargamu. Macam Itachi Uchiha gitu.
Kiat di atas tentu tidak akan efektif jika kamu masih punya ego yang sangat besar. Baik kamu atau keluarga yang sedang berkonflik denganmu. Ego adalah temannya bego yang bikin manusia mikirnya selalu benar dan orang lain selalu salah.
Daripada kamu ngumbar konflik keluarga ke publik yang malah menyulut pendapat-pendapat goblok netizen. Mending kamu nge-YouTube dan alihkan beban masalahmu ke hal-hal yang positif dan berbau adsense. Atau kalau kamu punya bakat nanyi, ya mbok nyanyi aja deh, nggak usah ngumbar aib keluarga terang-terangan. Kalau ada konflik keluarga, ya selesaikan secara kekeluargaan dan baik-baik.
Eh tapi, masyarakat sukanya konflik, iya nggak, sih?
BACA JUGA Perspektif Orang Ketiga dalam Prahara Rumah Tangga Orang Lain dan tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.