Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Otomotif

Keuntungan Naik Bis Bersama Ibu-Ibu

Andrian Eksa oleh Andrian Eksa
27 Mei 2019
A A
ibu-ibu

ibu-ibu

Share on FacebookShare on Twitter

Baca Juga:

Saya Semakin Muak dengan Orang yang Bilang Jogja itu Nggak Berubah Padahal Nyatanya Bullshit!

Bukannya Nggak Cinta Kabupaten Sendiri, Ini Alasan Warlok Malas Plesir ke Tempat Wisata di Bantul

Setiap kali hendak ke Yogyakarta, saya harus pergi ke Terminal Boyolali terlebih dahulu. Lalu ke Solo dan naik kereta ke Yogyakarta. Untuk sampai ke Terminal Boyolali, saya mesti naik bis dari Pasar Cepogo.
Bis itu kecil dan biasanya bertuliskan “Duta Sayur” atau “Sayur Gunung”. Biasanya digunakan untuk mengantar ibu-ibu dari Selo ke Cepogo dan Cepogo ke Boyolali atau sebaliknya. Pokoknya untuk mengantar ibu-ibu pasar guna jual beli hasil tanam.
Berada dalam bis yang sama dengan ibu-ibu itu menjadi cerita tersendiri bagi saya. Ada beberapa hal yang saya rasa menjadi keuntungan bagi penumpang. Berikut ini saya tuliskan beberapa di antaranya. Cekidot~

1. Bis berjalan dengan santuy
Saya termasuk orang yang tidak suka kebut-kebutan. Mau itu sepeda onthel, motor, mobil, truk, ataupun bis. Jadi, saya tidak suka kalau disuruh naik bis Sumber Kencana yang kesetanan itu. Mau sih, tapi tidak suka aja. Lah saya ini kagetan. Bisa-bisa nanti jantungan. Amsyong dong~
Untungnya, bis pasar kecil ini memuat ibu-ibu—yang sebagian besar sudah berumur. Jadi ya, sopirnya nancap gas tipis-tipis saja. Selaju dengan jalan kaki ibu-ibu di karnaval desa—santuy tiada terkira.
Dengan laju seperti itu, saya bisa dengan nikmat memandangi jalanan. Pohon-pohon di kiri-kanan jalan—yang seperti kilatan ingatan—melintas begitu bersahaja—pelan-pelan saja. Kalau begini kan, saya bisa leluasa mengingat momen-momen bersamanya.
Menyenangkannya lagi, perjalanan bis kecil ini biasanya pagi hari—perjalanan dari Barat ke Timur. Ditambah, letak geografis Cepogo lebih tinggi dari Boyolali. Jadi bisa kamu bayangkan, betapa indah pemandangan.

2. Pertunjukan story telling
Laju bis yang nyaman buat ibu-ibu membuat mereka leluasa untuk bercerita. Saya suka memperhatikannya dengan seksama. Setiap ibu akan bergilir untuk bercerita. Meski terkadang chaos dan tumpang-tindih, semua mendapat bagiannya masing-masing. Biasanya yang tujuannya lebih dekat, bercerita lebih dulu.
Fenomena saling cerita seperti ini saya sebut sebagai pertunjukan story telling. Sebab dari setiap ibu, saya mendapat cerita yang berbeda. Entah cerita tentang anak-anaknya atau terkadang tetangga-tetangganya.
Mungkin memang lebih tepat disebut gosip sih. Tapi kan nanti gak jadi keuntungan. Makanya saya bahasakan dengan story telling—bak sebuah pertunjukan.
Selain alasan tidak mutu ini, kalau diperhatikan cara ibu-ibu bercerita mirip dengan pementasan drama. Satu ibu bercerita sambil duduk, tapi gestur tubuh dan mimik wajahnya ikut berbicara. Ibu-ibu lain menyimak dan sesekali menimpali. Setiap melihat ini, saya ingat penghancuran dinding ke empat (breaking the fourth wall) dalam pentas drama.
Saya membayangkan, ibu-ibu ini benar-benar sedang pentas di dalam sebuah gedung kecil bernama bis. Pentas yang mengandalkan ibu-ibu sebagai aktor seutuhnya. Tanpa memperhatikan tata panggung, rias, kostum, ataupun tata cahaya. Kurang lebih, seperti Teater Miskinnya Simbah Jerzy Grotowski. Yang terpenting adalah peristiwa pertemuan antara ibu-ibu sebagai aktor dan sekaligus penonton.
Nah, kalau sudah dibahas sampai segitu, sudah bisa disebut pertunjukan, bukan? hehe

3. Info harga di pasar
Di antara sekian naskah yang dipentaskan ibu-ibu tersebut, pasti terselip isu pasar. Paling jamak dibicarakan adalah perkara naik-turunnya harga yang sering mendebarkan.
Berkat ibu-ibu yang pulang dari pasar, saya jadi mengerti harga-harga terkini. Tidak jarang mereka mengeluhkan kondisi ini. Tapi toh dapur tetap harus dihidupi. Jadi sebisa mungkin mereka menyiasati.
Bagi anak kecil seperti saya—yang tidak tahu apa-apa selain bucin semata—info harga-harga tersebut tidak begitu berarti. Saya juga tidak belanja ke pasar setiap hari. Pol mentok, ya jajan dawet ayu yang harganya tetap lima ribu dari dulu. Jadi, saya senyum, nyengir, ikut terkejut, dan ekspresi lain menyesuaikan tangga dramatik emosi ibu-ibu.
Tapi untuk ibu-ibu lain yang sedang dalam perjalanan ke pasar—entah jualan atau belanja—info ini penting sekali. Fungsi pertama adalah sebagai patokan harga. Jangan sampai jauh dari harga yang seharusnya. Namanya juga pasar, harga kan sering manipulatif agar terjadi tawar-menawar. Perkara itu, setiap ibu mesti pintar.

4. Ada pasar dadakan
Poin terakhir ini memang jarang terjadi. Tapi kalau kamu sempat menemuinya, pasti untung sekali. Kamu bisa jadi pembeli tangan pertama dari ibu-ibu yang menjajakan dagangannya.
Sebagai pembeli pertama, kamu akan dapat harga lebih murah dan barang lebih bagus. Pembeli lain sebagai saingan tawar-menawarmu pun tidak sebanyak di pasar besar. Apa ya tidak menggoda hasrat jajan?
Saya sih sering menemui ini. Kalau pas cocok dagangannya, saya pun ikut membeli. Lumayan buat teman di perjalanan. Daripada beli di pedagang asongan yang sering gila dalam mematok harga. Ibu-ibu yang berjualan di bis ini jadi solusi paling hokya~
Nah, itulah beberapa keuntungan buat kamu kalau naik bis bersama ibu-ibu. Tapi ya itu, bisnya yang kecil saja. Bis yang memberi ruang untuk berbagi cerita. Bukan bis yang cuma memberi waktu kita berbicara dengan kondektur saja.

Selamat mencoba!

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: BisEmak-Emakibu-ibuSumber KenconoYogyakarta
Andrian Eksa

Andrian Eksa

Kelahiran Boyolali, 15 Desember. Saat ini sedang bergiat di Dolanan Anak Jogja.

ArtikelTerkait

Lion Star, Tupperware, Lock & Lock, dan Miniso: Mana Botol Minum yang Worth It? terminal mojok.co

Membela Ibu-ibu yang Menimbun Tupperware di Rumah

4 September 2021
Salah Kaprah Anggapan Jogja Serbamurah. Tabok Saja kalau Ada yang Protes! terminal mojok.co

Jogja: Saya Cemburu Padamu

3 Agustus 2019
5 Topik Terhangat Mom Shaming Abad Ini yang Seharusnya Kita Hentikan terminal mojok

5 Topik Terhangat Mom Shaming Abad Ini yang Seharusnya Kita Hentikan

5 Agustus 2021
pengendara merokok

Wahai Pengendara yang Baik, Merokok Sambil Berkendara Itu Cupu

29 Mei 2019
thomas stamford raffles perampasan keraton jogja geger spehi perang spehi sepoy mojok.co

Ketika Raffles Merampas Harta Pusaka Keraton Yogyakarta

25 September 2020
Kisah Tragis Ki Ageng Mangir, Korban Kelicikan Panembahan Senopati demi Memuluskan Ambisi mataram

Kisah Tragis Ki Ageng Mangir, Korban Kelicikan Panembahan Senopati demi Memuluskan Ambisi

8 Maret 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

Eretan Wetan Indramayu, Venesia Jawa Barat yang Nggak Estetik Sama Sekali

24 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru Mojok.co

6 Rekomendasi Tontonan Netflix untuk Kamu yang Mager Keluar Rumah Saat Liburan Tahun Baru

27 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.