Damai itu indah, aman dan nyaman. Kerusuhan akan membuat masyarakat sengsara. Damai Papua, amanlah Indonesia. Mari kita jaga kedamaian dan keamanan di Papua dan Papua Barat.
Dampak kericuhan Papua tampaknya makin berbuntut panjang. Berita terkini mengatakan jika kerusuhan kembali terjadi disana. Ribuan warga mengungsi di instalasi militer. Bahkan komunikasi di Jayapura lumpuh.
Situasi kembali memanas dari akibat digelarnya aksi unjuk rasa oleh ribuan warga. Mereka datang kembali untuk menyikapi tindakan rasis yang telah dialami oleh mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu. Massa juga mengadakan aksi berjalan kaki (long march) dari Wamena menuju Jayapura, Papua.
Massa juga mengibarkan bendera bintang kejora serta membentangkan spanduk-spanduk bertuliskan protes. Tak hanya membuat rusuh, aksi pembakaranpun juga dilakukan. Mirisnya lagi, mereka juga melakukan penjarahan, sungguh disayangkan.
Akibatnya suasana kota yang telah kondusif kembali mencekam. Masyarakat takut beraktivitas di luar rumah. Serta sebagian perkantoran dan pertokoan tutup. Aksi ditengarai berjalan hingga malam hari tiba. Massa kukuh bertahan di Halaman Kantor Gubernur di Jalan Soa Siu Dok 2. Bahkan mereka melakukan razia di setiap kendaraan yang melintas.
Tak jauh dari sana Aparat keamanan sigap merapat di jalan Koti dekat kantor Grapari Telkomsel yang dibakar massa. Ketakutan yang dialami warga juga semakin membuat keadaan makin keruh. Fasilitas publik dinilai lumpuh dengan dampak yang merugikan warga.
PT PLN di wilayah Papua dan Papua Barat juga menyatakan jika terpaksa melakukan pemadaman listrik. Hal ini dilakukan karena adanya sejumlah kabel yang terbakar di Kantor Telkomsel. Serta sejumlah tempat lainnya. Selain itu untuk menghindari kemungkinan hal-hal yang buruk terjadi sampai situasi kembali kondusif.
Tak hanya listrik, namun juga sarana telekomunikasi juga putus. Denny Abidin selaku VP Corporate Communicayions Telkomsel menyatakan jika sementara GraPARI Jayapura tidak beroperasi. Sementara pemblokiran jaringan internet sejak 21Agustus hingga kini masih dilakukan.
Ditengarai kabel koneksi antar base tranceiver station (BTS) di Jayapura juga dibakar massa. Hal inilah yang mengakibatkan jarigan selular mati. Terdapat 313 BTS yang tidak bisa difungsikan.
Masyarakat kini hanya bisa berdiam diri dirumah akibat kelumpuhan beberapa akses publik yang dirasa sangat vital. Hal ini turut diperkuat oleh Dirjen Aplikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan terkait lumpuhnya telekomunikasi.
Menanggapi kasus ini, Jokowi angkat bicara. Presiden Jokowi menghimbau agar masyarakat tetap tenang serta tidak melakukan tindakan anarkis. Jokowi juga menyatakan telah berkoordinasi dengan Menkolpulhukam bersama Kapolri, Kabin, beserta Panglima TNI. Guna mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang melanggar hukum serta pelaku tindakan anarkis dan rasialis.
Kerusakan yang ditimbulkan tak hanya soal kerugian materiil, namun juga spirituil. Dampak spirituil ini dirasakan akibat kecemasan yang berlebihan akibat tindakan kerusuhan ini. Sementara kerugian sektor materiil adalah rusaknya fasilitas publik yang dinilai sangat penting dan vital.
Tentu saja penerima dampak kerugian bukan satu dua orang saja, bahkan ribuan mungkin lebih. Karena bisa jadi akses perekonomian warga berasal dari telekomunikasi yang kini tengah lumpuh akibat aksi rasisme tersebut.
Semuanya pasti terganggu, mulai dari sektor ekonomi, pendidikan, hingga layanan publik tak bisa difungsikan hingga waktu yang belum ditentukan. Kalau begini siapa yang rugi? Masyarakat juga bukan?
Tindakan kerusuhan yang digelar ini harusnya dijalani dengan sikap lebih bijaksana. Mengingat akibat yang timbul bukan hanya milik pribadi saja, namun masyarakat secara menyeluruh. Belum lagi ketakutan serta kecemasan jika akan keluar rumah. Siapa yang akan menjamin?
Sungguh disayangkan situasi yang telah kondusif ini dibuat rusuh kembali oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Tindakan radikal dengan membakar semua yang berada di dekat massa. Bahkan fasilitas publik tanpa menghiraukan apa dampaknya kemudian, siapa yang akan merugi. Bagaimana akses pendidikan terkait fasilitas publik yang rusak, sistem jaringan internet yang putus juga berakibat mandegnya proses belajar-mengajar.
Lalu siapa yang akan disalahkan? Setelah membuat kerusakan dan kerusuhan mereka hanya mendapatkan ketidak tenangan, bukan? Seharusnya sebagai masyarakat yang cerdas dan berpikir logis bisa meredam emosi. Entah akibat sulutan provokasi maupun informasi yang dinilai belum tentu kebenarannya. Bukankah pemerintah telah berjanji membuat suasana kondusif serta memperbaiki segala situasi yang ruwet ini.
Kesabaran dewasa ini dirasa merupakan tindakan paling efektif guna membentengi diri dari berita-berita yang berujung provokasi. Semoga Papua kembali seperti sedia kala serta seluruh elemen lapisan rakyat kembali damai dan bekerja sama lagi. (*)
BACA JUGA Politik Alkohol atau tulisan Rebbeca Marian lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.