Kerja Sampingan Jadi Penulis Boleh Saja, tapi Jangan Kerja Sembarangan

Kerja Sampingan Jadi Penulis Boleh Saja, tapi Jangan Kerja Sembarangan

Kerja Sampingan Jadi Penulis Boleh Saja, tapi Jangan Kerja Sembarangan (Unsplash.com)

Kerja sampingan jadi penulis di agensi memang fleksibel, tapi jangan sampai kerjanya sembarangan juga, dong.

Saya bekerja di sebuah agensi selama kurang lebih 3 tahun terakhir ini. Kebetulan tempat kerja saya saat ini memberikan fleksibilitas kepada karyawannya untuk bekerja di mana saja dan kapan saja. Selama pekerjaan kelar sesuai deadline, semuanya bakal baik-baik saja. Oh ya, saya bekerja di agensi yang layanan utamanya menyediakan artikel SEO, ya.

Di kantor agensi tempat saya bekerja, saya bertemu dengan penulis dari berbagai macam latar belakang. Ada ibu rumah tangga, mahasiswa, dan bahkan ada juga orang yang sebenarnya sudah punya pekerjaan utama tapi mau cari tambahan uang dengan kerja sampingan di agensi tersebut. Atau ada juga sih orang kayak saya yang bekerja di agensi karena minimnya opsi pekerjaan di Situbondo.

Selama bekerja, posisi saya di kantor agensi ini cukup bagus. Bisa dibilang, saya jadi tangan kanan dari empunya kantor. Lantaran menjadi salah satu orang kepercayaan, salah satu tugas saya di kantor adalah mengoreksi tulisan teman-teman penulis di agensi. Intinya, saya harus memastikan kalau tulisan yang sudah dibikin sesuai dengan brief dari klien.

Dengan adanya tugas semacam ini, saya jadi sadar kalau banyak yang menyepelekan “kerja sampingan” semacam ini. Banyak yang kadang nggak baca brief, belum melakukan tahap editing sendiri seusai menulis, pakai referensi seadanya, dan menambahkan kata-kata secara ngawur hanya untuk memenuhi permintaan jumlah kata.

Sering pakai format tulisan dari agensi lain

Di agensi tempat kerja saya, nggak sedikit penulis yang bergabung dengan agensi kepenulisan lain. Namanya juga kerja sampingan. Masalahnya, format tulisan mereka jadi sering ketuker dengan agensi lain.

Yap, setiap agensi punya aturan masing-masing soal tulisan. Ada yang harus membubuhkan nomor tiap subheading, ada yang harus rata kanan-kiri, ada aturan keyword density, penambahan long-tail keyword, dan semacamnya. Aturan tiap agensi memang berbeda karena strategi SEO yang dipahami oleh masing-masing pemilik agensi.

Kasus format tertukar semacam ini cukup sering terjadi. Harusnya pakai nomor di tiap subheading artikel tipe listikal, tapi malah nggak ada nomornya. Harusnya merapikan tulisan dengan format rata kanan-kiri, spasi 1,5, dan ukuran tulisan tertentu, eh malah nggak diatur sama sekali.

Hal-hal semacam ini kan bikin saya kesal juga, ya. Soalnya agensi yang memberi saya makan dan bikin rokok saya lancar ini sudah membayar penulis yang kerja sampingan sesuai ketentuan, bahkan nggak pernah telat dari jadwal yang ditentukan di awal.

Tapi, kenapa kesalahan semacam ini masih terjadi? Harusnya orang-orang yang bekerja di lebih dari satu pekerjaan memahami profesionalisme dasar semacam ini. Waktu nulis untuk agensi A, harus ikut aturan A. Waktu kerja di agensi B, harus ikut aturan agensi B. Jadi, mampu menempatkan diri dan profesional adalah keharusan.

Capek kerja di tempat lain sering jadi alasan

Setelah cukup lama kerja sebagai tukang marah-marahin kesalahan format tulisan, saya menyadari banyak hal. Ada tipe tulisan yang dikerjakan dengan buru-buru, ada pula yang antar-kalimatnya nggak nyambung, pembahasan terkadang melebar jauh dari tema, dan sejenisnya.

Paling parah soal rewrite. Ini masih jadi “penyakit” utama dari penulis SEO yang cuma bisa rewrite doang alias menulis ulang. Sederhananya, parafrase saja tanpa memahami sesuatu yang mereka tulis. Sembarangan dan sering kena plagiasi karena banyak kalimat yang sama dengan referensi yang di-rewrite. Dengan kata lain, kualitas artikel semacam ini sangat layak untuk dikembalikan kepada penulis.

Kalau sudah banyak yang kena plagiasi, ada saja alasannya. Biasanya sih karena kelelahan kerja juga di A, karena kuliah, dan karena bla bla bla lainnya. Padahal kalau mau jujur, hal-hal semacam itu nggak bisa jadi alasan. Kalau memang kelelahan, kenapa harus ambil pekerjaan sampingan?

Ini hubungannya transaksional. Agensi butuh penulis yang cari kerja sampingan dan bisa menyediakan tulisan terbaik untuk klien. Mengenai tarif atau rate penulis harusnya juga nggak jadi masalah karena sudah ada kesepakatan di awal sebelum masuk jadi penulis.

Beneran, deh, ini cuma soal profesionalisme yang sangat mendasar. Kalau kata kakak-kakak Pramuka dan panitia ospek, “Sama, kita semua juga capek.” Yang membedakan hanyalah sejauh mana tanggung jawab bisa diselesaikan dengan baik.

Kalau memang capek, sering lelah, stres, pusing, tertekan, dan malah berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan, pertimbangkan ulang untuk mencari duit tambahan dengan kerja sampingan.

Kerja sampingan yang sembarangan bahaya buat keberlanjutan

Jika ada orang yang kerja sembarangan, sebenarnya bahayanya nggak cuma buat satu orang, melainkan bahaya buat tim secara keseluruhan. Contohnya begini, kalau kerjaan kita bagus, klien suka, orderan insyaallah lancar dan tambah banyak, siapa yang diuntungkan? Tentu penulis.

Tapi, kalau kerjanya sembarangan, klien bakal uring-uringan, bukan tak mungkin mereka jadi mikir dua kali buat lanjut orderan. Kalau sudah begini, nggak cuma penulis yang kesulitan, agensi pun bakal kesusahan karena nggak ada klien yang datang.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, memang ada beberapa orang yang bekerja di beberapa tempat sekaligus, jadi mereka nggak merasa khawatir saat orderan minim karena masih punya pekerjaan lain yang menjanjikan. Nah, masalahnya akan berat bagi orang-orang yang cuma menggantungkan nasib dari satu tempat saja, dan orang-orang itu juga ada di dalam agensi ini.

Satu hal yang cuma pengin saya sampaikan, kalau mau kerja sampingan boleh-boleh saja, tapi jangan kerja sembarangan. Lagi pula kalau kerjaan kita beres, klien puas, kan kita juga yang merasakan nilai positifnya. Nggak melulu soal duit, tapi juga kepuasan pribadi karena telah menyelesaikan pekerjaan semaksimal mungkin. Sedikit mengutip dari Start With Why-nya Simon Sinek, “Duit cuma efek, duit cuma akibat, duit cuma bonus,” atas seluruh kerja keras yang dilakukan.

Intinya, siapa pun boleh kok menambah penghasilan dengan kerja sampingan. Tapi sekali lagi diingat, kerjanya jangan sembarangan. Demi klien dan biar makin banjir orderan!

Penulis: Firdaus Al Faqi
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Pekerja Freelance Disepelekan, Dianggap Nggak Menghasilkan karena Nggak Punya Kantor dan Kerjaan Tetap.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version