Siang itu, hawa di Jogja sungguh sumuk. Saya berada di kos sendirian, celingak-celinguk bingung mau ngapain, wong jam masuk mata kuliah berikutnya masih lama, nanti sore. Akhirnya, timbul niat untuk bercengkerama dengan orang-orang yang tak saya kenal lewat aplikasi MIRC (ketauan deh umur saya). Syukur-syukur kalau bisa kencan buta.
Kebetulan, waktu itu saya bersama teman-teman satu kos urunan untuk pasang internet bareng. Lumayan, buat cari bahan tugas kuliah, chatting-an, dan download film-film yang tentu saja, bajakan (maaf, pengakuan dosa). Teman-teman lain menambahkan daftar main game online, macam DoTa dalam memanfaatkan internet bersama. Saya kebetulan tidak suka main gituan. Pol-polnya main Footbal Manager, itu pun yang offline.
Sebagai pendatang baru, baik di Jogja maupun di dunia maya, tentu ada culture shock tersendiri bagi saya. Ya, saya berasal dari Wonosobo, yang belum maju dan modern, jika dibanding Jogja (ya jelas, Bambang). Lalu untuk urusan dunia maya, saya juga masih newbie. Masih polos dan culun gitu, meraba-raba, seperti apa unggah-ungguh berinteraksi di dunia maya.
Nah, untuk dunia per-chatting-an, MIRC sedang digandrungi generasi seangkatan saya di zaman itu. Aplikasi chat itu dapat menjangkau orang-orang di seluruh dunia, tanpa dibatasi sekat apa pun. Asal ada keberanian masuk ke room-room internasional, kita dapat menambah teman lokal, nasional, maupun multinasional.
Nah, siang itu, untuk mengisi waktu luang sekaligus menambah jam terbang komunikasi di dunia maya, saya masuk ke room yang isinya orang-orang Indonesia, mana tahu dapat teman baru di area Jogja. Apalagi kalau sekalian dapat cewek, mengingat hati ini masih kayak isi nopia, banyak ruang kosongnya, ketimbang isinya. Uhuk.
Melihat nama-nama alias di room tersebut, segera saja saya tertarik dengan satu nama, sebut saja Lisa22. Saya merasa nama itu sangat menarik sekaligus mengundang rasa ingin tahu, padahal waktu itu belum ada Lisa BlackPink.
Langsung saja saya klik nama tersebut, dan membuka percakapan dengan sapaan khas anak-anak MIRC.
“Hiii….”
Lama saya tunggu. Baru kemudian muncul balasan.
“Hii….”
Ah, syukurlah, usaha saya tak sia-sia. Percakapan saya lanjutkan lagi dengan kode khas anak MIRC
“asl” (btw, dulu saya kira, asl adalah singkatan “asal” kota, tapi ternyata ia adalah singkatan dari age, sex, location). Lalu muncul balasan.
“22, f , yk” (artinya umur 22, jenis kelamin perempuan atau female, lokasi di Jogja)
Ia melanjutkan.
“u” (kamu?)
Wah, sejenak hati ini terasa begitu bungah, sepertinya saya akan mendapat teman wanita baru. Saya pun menjawab,
“22, m, yk” (umur 22, lelaki atau male, Jogja)
Percakapan terus berlanjut. Mulai dari ngobrolin tentang studi, kehidupan, keluarga, dll.. Sampai kemudian, ia mengaku sedang punya masalah. Hari itu ia ingin pulang ke Magelang, namun tak ada yang bisa mengantarnya ke terminal Jombor.
Wah, ediannn. Kok bisa pas gini, saya pikir. Wong saya juga lagi selo sampai sore. Saya pun menawarkan diri untuk mengantarkannya ke terminal, sekaligus ketemuan. Ya siapa tau, tali silaturahmi dunia maya bisa berlanjut di dunia nyata, xixixi.
Ia menyetujui ajakan saya dan kami bersepakat untuk bertemu di sebuah warnet, di dekat UPN, duh saya lupa nama warnetnya. Pokoknya warnet itu tepat berada di ujung Seturan, berbatasan dengan jalan ke arah UPN. Katanya, ia akan menunggu di kursi-kursi depan warnet.
Saya pun bergegas menyiapkan motor dan berangkat dengan hati berbunga. Akhirnya kencan juga walau masih kencan buta. Ah, siapa sangka hawa panas Jogja berubah menjadi sejuk saat ada bunga-bunga di hati, hilih.
Kos saya terletak di daerah Kepuh, Gondokusuman, dekat jalan Solo. Rencana saya, setelah menjemput dia di warnet, saya akan mengajaknya makan terlebih dahulu di daerah pasar Condongcatur, baru kemudian langsung cus ke Jombor.
Mengawali perjalanan, dari kos saya mengambil arah ke Gejayan, menuju arah Condongcatur. Setelah itu belok kanan, sampai ke ujung UPN. Nah selepas lampu merah, tinggal belok kanan ke arah jalan Seturan.
Jujur saja, hati ini serasa mau copot saat tempat tujuan semakin dekat. Untung saja ada jeda dalam rupa perhentian lampu merah. Sambil menunggu tibanya lampu hijau, samar-samar, terlihatlah warnet tersebut.
Sesudah lampu hijau, saya melajukan motor dengan perlahan, sambil bersiap bertemu teman wanita saya itu. Kencan buta pun dimulai. Semakin dekat, terlihat sosok berambut panjang. Sepertinya itu dia orangnya.
Ah, tapi kenapa ia duduk bersama para lelaki? Mereka cekikikan pula, sambil melihat hape dan memantau motor-motor yang berseliweran di depan warnet. Perasaan saya kok malah jadi nggak enak. Duh.
Akhirnya saya memutuskan melipir lewat warnet itu satu kali, sambil melirik ke arah sosok berambut panjang itu. Tanpa dinyana, ternyata ada jambang dan kumis di wajah sosok itu. Asem ik, batinku…. Aku dikerjain ini, sial! Kencan buta yang manis berbalik jadi petaka. Saya sangka Lisa22 benar-benar perempuan berambut panjang. Nyatanya dia sejenis saya. Putar balik sudah, daripada saya khilaf.
Yah, dalam urusan keimanan, kita diajari untuk percaya, walau tidak melihat. Tapi, kalau untuk urusan cinta, ya harus buka mata lebar-lebar lah! Dunia kencan buta begitu liar memang.
*Kencan Amburadul adalah segmen khusus, kisah nyata, momen asmara paling amburadul yang dialami penulis Terminal Mojok dan dibagikan dalam edisi khusus Valentine 2021.
Photo by Gabby K via Pexels.com
BACA JUGA Panduan Menggunakan Tinder dan Aplikasi Sejenis untuk Pemula dan tulisan Yesaya Sihombing lainnya.