Mulai 2022 ini, kalo mau akses NIK bakal dikenakan biaya seribu rupiah. Alasannya sih buat memelihara dan merawat sistem yang sudah mulai rusak. Banyak yang memprotes keputusan Kementerian Dalam Negeri tersebut. Orang-orang nyinyir menganggap ini seperti pemalakan preman di pasar. Ada juga yang ngawur dengan bilang bisa saja besok bernapas aja kena tarif. Hash, dasar netizen Indonesia yang banyak nyinyir tapi kadang benar juga.
Kabar tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh. Seperti dikutip dari detiknews, Blio mengatakan bahwa, “Dari tahun 2013 layanan akses untuk NIK itu gratis. Mulai tahun 2022 akan berbayar bagi industri yang bersifat profit oriented.”
Nah, berita ini sempet bikin geger di media sosial mulai dari akun IG yang dulu hanya fokus nyinyirin artis tapi sekarang nyinyirin politik juga, sampai ke akun Twitter mas-mas dan mbak-mbak random yang turut merasa paling dirugikan dengan keputusan ini. Biasalah, komentar negatif dulu baru baca keseluruhan berita.
Padahal kalo memahami kasus lebih baik, pasti bakal tambah merasa menderita. Haha, nggak. Maksudnya, bakal lebih paham. Sebenernya, dari ungkapan Pak Zudan saja sudah jelas kasusnya, kok. Mereka nggak ada biaya buat peremajaan sistem, dan butuh duit dari mereka yang minta akses ke data NIK. Itu kan hal yang wajar, ya? Kalian mau pesen Go-Food aja nggak masalah bayar platform fee yang nggak tau buat apa itu, masa dibebankan biaya seribu buat akses NIK aja nangis.
Lagian, Pak Zudan juga mengatakan yang bakal dikenakan biaya itu lembaganya, bukan manusia-manusia jelata kayak kita yang pingin akses NIK. Dan lembaga yang dikenakan tarif juga lembaga yang profit oriented kayak bank, asuransi, atau lembaga favorit kita semua yaitu Pinjol. Sementara kalo akses NIK untuk pelayanan publik, bantuan sosial, dan penegakan hukum masih gratis. Hal-hal kayak ngurus STNK atau memperpanjang SIM nggak bakal dikenai biaya akses NIK, kok, cukup kudu punya BPJS Kesehatan aja. Wis rasah protes apa hubungannya BPJS sama kemampuan mengemudi.
Juga, misal semua lembaga dikenakan biaya akses NIK, yaudah nggak masalah. Toh yang kudu bayar aksesnya itu lembaga, bukan masyarakat rendahan kayak kita. Yang butuh data kan mereka, ya yang bayar ya mereka. Ngapain juga kita butuh mengakses NIK lewat sistem, kalo buka dompet dan lihat KTP saja sudah dapat mengakses NIK. Hah, ini pemikiran goblok, cetek, nggak akademis, dan nggak kritis sama sekali ya. Jangan ditiru pola pikir begini, wahai para netizen yang merasa paling pintar!
Kita nggak bakal kena efek apa-apa kalo semua lembaga kudu bayar akses NIK, wong kita nggak perlu menggunakan sistem itu. Kasus ini tuh sesimpel kita beli sistem dan dikenakan tarif buat melakukan akses terhadap sesuatu. Yang bakal puyeng itu para programmer, gimana caranya membuat pembayaran setiap kalo form akses data NIK muncul. Juga, metode apa yang digunakan untuk melakukan pembayaran. Pihak yang pake sistem sih tinggal nyediain budget buat bayar setiap akses aja. Kita nggak bakal direpotkan atau terkena efek dari hal ini. Paling efeknya ya cumaaa… kena pungli di sana-sini.
Nah itu dia, memang keputusan mengenakan biaya pada akses NIK bagi lembaga-lembaga tertentu bisa memunculkan potensi pungli sih. Bisa aja dengan dalih biaya perawatan blablablabla, lembaga tertentu membebankan biaya akses ke masyarakat. Tapi, apalah arti pungli itu demi peremajaan sistem kependudukan, benar?
Apalah arti duit seribu atau dua ribu yang kita serahkan dengan kepolosan tak terhingga, demi terciptanya sebuah sistem kependudukan canggih yang datanya nggak bisa dibobol, bocor, dan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Apalah arti pungli, jika kita dapat memiliki sistem super canggih yang siap digunakan untuk Pemilu 2024!
Kita butuh sistem kependudukan yang nggak kaleng-kaleng dan senantiasa dirawat. Benar, kita butuh itu, meski nggak tau ada manfaatnya buat kita apa enggak. Nggak tau loh, ya, bukan nggak ada manfaat. Tolong dibedakan antara dua hal yang jelas-jelas sama ini.
Penulis: Riyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Memahami Konsep Trinitas: Kenapa Tuhan Orang Kristen Beranak dan Ada 3?