Kenapa sih Bungkus Kondom Harus Mirip Permen dan Diletakkan di Dekat Kasir Minimarket?

Kenapa sih Bungkus Kondom Harus Mirip Permen dan Diletakkan di Dekat Kasir Minimarket Terminal Mojok

Kenapa sih Bungkus Kondom Harus Mirip Permen dan Diletakkan di Dekat Kasir Minimarket (Unsplash.com)

Agak tabu, tapi perlu. Itulah kalimat yang mungkin bisa menggambarkan benda bernama kondom. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap kondom sebagai sebuah benda yang tabu. Kondom masih diidentikkan dengan seks bebas, seks di luar nikah: sesuatu yang masih sangat tabu bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan ketika hari Valentine, produk kondom banyak yang memberikan promo yang biasanya langsung ditentang oleh banyak masyarakat.

Namun, kondom adalah benda yang sangat penting dalam urusan aktivitas seksual. Kampanye soal aktivitas seksual yang “aman” selalu digaungkan, dan kondom selalu jadi “senjata”. Ya maklum saja, selain sebagai alat kontrasepsi, kondom juga menjadi benda yang dapat mengurangi risiko penyakit seksual. Apalagi bagi mereka yang aktivitas seksualnya cukup “liar”, suka berganti-ganti pasangan. Di sinilah peran kondom yang sangat krusial.

Terlepas dari pro-kontra masyarakat Indonesia soal kondom, permasalahannya bukan di situ. Kalau urusan pro-kontra kondom, ya biarkan saja, toh itu masalah preferensi dan keyakinan. Nggak ada habisnya kalau kita fokus di pro-kontra kondom. Mending kita pindah ke masalah kondom yang lebih penting untuk dibahas. Setidaknya ada dua masalah utama terkait kondom ini.

Masalah utama kondom adalah bagaimana kondom ini dikemas dan positioning-nya di berbagai minimarket. Kita mungkin tahu dan sepakat bahwa bungkus kondom itu sangat menarik, apa pun merek kondomnya. Kondom dibungkus dalam sebuah kotak kecil, lebih kecil dari sebungkus rokok, dan dengan desain serta warna-warna yang sangat “menggugah selera”.

Inilah letak masalahnya. Dengan kemasan yang kecil dan desain yang menarik, kondom jadi mirip dengan kemasan permen. Kita mungkin tahu bahwa ada beberapa produk permen yang punya kemasan mirip dengan kondom. Sama-sama dibungkus dengan kotak kecil, dan sama-sama punya desain serta warna-warna yang menarik. Kalau kita orang yang polos, alim, dan nggak pernah keluar rumah sepanjang hidup, mungkin kita akan menganggap kondom sebagai permen. Pertanyaannya, kenapa sih bungkus kondom ini harus mirip dengan bungkus permen?

Masalah kedua adalah positioning kondom di berbagai minimarket. Di berbagai minimarket, kondom sering diletakkan di depan kasir (ada juga yang di belakang kasir), dan letaknya kadang dekat dengan permen-permen. Alasan mengapa kondom diletakkan di bagian kasir minimarket adalah karena kondom merupakan barang yang nggak bisa sembarangan diambil bebas. Masuk akal, sebab ada aturan usia kalau mau beli kondom. Iya, kan?

Namun, letak kondom yang di depan kasir minimarket, sayangnya kadang diletakkan berdekatan dengan rak permen. Ini menjadikan kita yang nggak tahu apa-apa jadi bingung. Kondom ini permen atau alat kontrasepsi, sih? Apalagi dengan kenyataan bahwa desain kemasan kondom ini mirip banget sama permen. Kotaknya kecil, bungkusnya menarik, warna-warni pula. Permen banget, kan?

Kenapa hal ini saya pertanyakan? Ya karena saya pernah mengalami peristiwa yang melibatkan kondom dan permen. Begini ceritanya.

Beberapa tahun lalu, saya mengajak keponakan saya pergi ke sebuah minimarket berwarna biru. Ya sebagai paman yang baik dan baru saja dapat rezeki, nggak ada salahnya dong mengajak keponakan untuk sekadar beli jajan atau es krim di minimarket. Maka, pergilah kami ke sebuah minimarket yang nggak jauh dari rumah.

Sampai di minimarket tersebut, keponakan saya langsung menuju ke rak jajanan. Dia memilih beberapa ciki dan es krim. Tak masalah, toh dia sudah dapat izin dari ibunya untuk beli jajan apa pun, dan saya juga nggak keberatan. Masalah muncul ketika berada di kasir minimarket, ketika kami ingin membayar belanjaan.

Keponakan saya melihat beberapa kotak kondom yang dijejer di dekat kasir. Namanya anak kecil, rasa penasarannya pun tinggi. Melihat kotak kondom, keponakan saya langsung bertanya dengan nada suara yang cukup keras. “Iki permen opo e, Om?” sambil menunjuk ke arah kondom.

Baca halaman selanjutnya

Deg, tentu saja saya kaget…
Deg, tentu saja saya kaget. Gimana caranya menjelaskan sebuah alat kontrasepsi yang bungkusnya mirip permen kepada anak yang baru berumur 4 tahun? Kalau saya bilang itu bukan permen melainkan kondom, pasti akan ada pertanyaan lagi, “Kondom itu apa?” Malah bingung lagi saya menjelaskannya. Sudah gitu mbak kasir minimarket malah ketawa tipis sambil men-scan jajanan dan es krim yang kami beli.

Akhirnya, saya bilang saja seperti ini kepada keponakan saya. “Iku gawe orang gede. Arek cilik nggak boleh iku.” Tanpa berlama-lama lagi, setelah selesai membayar, saya langsung mengajak keponakan saya keluar minimarket dan segera pulang. Untungnya, keponakan saya nggak tanya-tanya lagi soal kondom itu, dan langsung menggasak es krim yang sudah dibeli.

Kejadian ini membuat saya bertanya-tanya, kenapa ya bungkus kondom harus mirip sama permen? Kenapa sih kondom itu nggak dibikin satu warna saja desainnya? Kenapa harus warna-warni? Dan kenapa letak kondom di minimarket ini harus dekat banget sama rak permen? Memangnya nggak bisa dijauhkan saja, ya?

Okelah, mungkin sekarang kondom itu sudah diletakkan di belakang kasir minimarket, nggak di dekat permen lagi. Namun, bungkusnya kan masih mirip permen. Kita beli kondom karena butuh isinya, bukan pengin memperhatikan dan mengulas bagaimana desain kemasannya. Meskipun kondom cuma dibungkus kotak dengan satu warna tanpa desain, kondom akan tetap laku, kok. Percaya sama saya.

Mungkin kondom perlu diperlakukan seperti rokok. Secara positioning di minimarket harus diletakkan di belakang kasir (dan itu sudah banyak dilakukan). Lalu, kalau perlu ada tulisan peringatan di bagian depan produk yang bisa terbaca terkait batasan usia, dll.  Soalnya kalau saya perhatikan, nyaris nggak ada tulisan peringatan terkait batasan usia di produk-produk kondom yang beredar.

Gimana? Masuk akal nggak usulan saya ini? Atau ada usul lain biar kondom ini nggak dikira permen?

Penulis: Iqbal AR
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Di Daerah Saya, Ngumpulin Massa Buat Sosialisasi Kondom Dianggap Mau Bagi-bagi Bantuan.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version