Mahasiswa asal Demak yang pengin KKN di Kaliangkrik Magelang harus tau ini dulu~
Tahun 2023 mungkin jadi tahun yang menyenangkan buat mahasiswa. Sebab, setelah sebelumnya selama dua tahun berturut-turut program KKN ditiadakan akibat pandemi, kini program KKN kembali dilaksanakan berbagai perguruan tinggi.
Kebetulan dulu saya adalah mahasiswa asal Demak yang mengikuti program KKN di Magelang, tepatnya di wilayah Kaliangkrik di kaki Gunung Sumbing. Mengikuti KKN di daerah yang berbeda 180 derajat dengan daerah asal saya membuat saya berkesimpulan, bahwa mahasiswa asal Demak harus memiliki setidaknya lima kemampuan berikut ini saat melaksanakan KKN di daerah Magelang dan sekitarnya.
Daftar Isi
Kemampuan spiritual
Entah gimana ceritanya, warga di Kaliangkrik Magelang berasumsi bahwa orang Demak seperti saya adalah ahlinya hal-hal spiritual. Saya dan rekan mahasiswa lain yang juga berasal dari Demak “dituduh” bisa mengaji kitab kuning, ahli fikih, hingga bisa mengusir aneka roh jahat.
Memang benar Demak memiliki Sunan Kalijaga sebagai representatif Wali Songo. Selain itu, di sana juga banyak pondok pesantren. Namun, itu semua nggak membuat orang Demak ahli agama. Nggak semua orang Demak mondoh, Gaes.
Saat KKN di Kaliangkrik Magelang, saya disuruh mengajar baca kitab kuning. Sementara itu, teman saya yang berasal dari Demak selalu mendapat jatah menjadi imam di setiap salat berjamaah. Sebelum meminta tolong pada kami, warga akan berkata, “Kalian dari Demak, kan? Allahu Akbar!” Orang Demak dianggap orang beriman dan anak pondokan tulen.
Mahasiswa Demak harus bisa menahan dinginnya Magelang
Tinggal di Demak membuat saya terbiasa dengan kondisi udara yang panas. Maklum, daerah ini masih masuk wilayah Pantura yang terkenal dengan panasnya. Maka nggak usah heran kalau mandi dua kali sehari, bahkan lebih, adalah sebuah keharusan selama tinggal di sana. Akan tetapi begitu mengikuti program KKN di Kaliangkrik Magelang, saya sering absen mandi pagi lantaran udara di sana dinginnya luar biasa.
Selain lebih familier dengan udara panas, saya dan beberapa teman mahasiswa asal Pantura lainnya kadang juga suka kaget ketika tiba-tiba banyak kabut datang. Malahan beberapa kali saya menelan pil pahit karena yang awalnya saya kira kabut, ternyata malah asap bakaran sampah. Aih, niat berfoto ala-ala Korea malah jadinya sangit semua!
Kemampuan berbahasa Jawa Krama
Yah, harus saya akui, meskipun Demak ada di Pulau Jawa, tapi saya nggak ahli bahasa Jawa Krama. Selain karena saya sebenarnya keturunan Sunda, di Demak, kami berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa Ngoko.
Alhasil waktu pertama kali datang ke Kaliangkrik Magelang, saya cukup sering ngah ngoh kalau ngobrol sama orang tua di sana. Apesnya, saya kebagian progja kesehatan dan kadang harus mengurus lansia. Saya pun cuma bisa meringis dan nggah nggih sambil sesekali melempar pandangan pada teman saya yang jago berbahasa Jawa Krama. Kalau sudah begini, teman saya akan menggantikan saya berbicara. Hehehe.
Sensitivitas terhadap gempa
Sebagai orang Pantura, saya dan beberapa teman mahasiswa asal Demak lebih familier dengan air rob. Jadi, kami sering kecelik jika terjadi gempa sewaktu mengikuti program KKN di Kaliangkrik Magelang.
Saya pernah menemani teman saya menyervis mesin cuci milik Pak Lurah. Saat tengah mengobrol dengan Bu Lurah, tiba-tiba blio berhenti bicara. Setelah melalui keheningan sesaat, Bu Lurah mengatakan bahwa barusan ada lindu atau gempa. Saya yang mendengarnya cuma bisa bengong.
Bu Lurah lalu menunjuk bahwa lampu gantung bergoyang sedikit. Saya lalu memastikannya dengan bertanya pada teman saya yang asli Magelang dan dia mengiakan.
Ingatan saya lalu melompat ke masa lalu, ketika terjadi gempa Jogja 2006. Kala itu gempa menggetarkan bumi hingga ke Demak. Saya sempat mengira tensi saya naik, eh, ternyata gempa. Agak bahaya sih kalau saya nggak menyadari gempa bumi.
Mahasiswa Demak harus mampu mengendalikan motor di jalanan berliku
Jalanan di Kabupaten Magelang berbeda dengan jalanan Demak. Kalau di Demak jalanannya selurus iman, di Kabupaten Magelang khususnya Kaliangkrik, jalanannya kayak rambut keriting. Ya naik, turun, belok kanan, belok kiri, tikungan tajam, wes lah awal-awal naik motor di sana saya pengin nangis.
Gini lho, skill berkendara saya kan cuma untuk menghindari tronton, lubang, dan bergerak lurus secepat kilat. Bukan untuk kagetan di sepanjang tikungan karena jalanan sempit dua arah dan dari depan mendadak keluar truk sayur kayak di Kaliangkrik.
Setidaknya itulah kemampuan yang wajib dimiliki mahasiswa asal Demak ketika KKN di Kaliangkrik Magelang. Yang paling penting, jangan lupa tetap menjaga sopan santun dan ingat di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jadi, hormati adat istiadat setempat dan kamu akan selamat KKN sampai akhir.
Penulis: Anisa Fitrianingtyas
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Seragam KKN Itu Nggak Ada Faedahnya, Sumpah!