Hitam lagi. Lagi-lagi hitam. Itulah gambaran warna kendaraan beroda empat yang sering kita lihat mengaspal di jalanan. Seolah, hitam adalah warna default dunia otomotif Indonesia, khususnya mobil. Ya memang sih, mobil warna hitam itu terlihat lebih gagah. Selain itu, konon katanya, yang warna hitam paling dicari pasar. Jadi, ketika suatu saat mau dilepas, gampang aja nyari pembeli. Beda perkara kalau yang mau dijual punya warna yang nggak umum. Warna ungu gonjreng, misalnya.
Nah, kesan gagah dan mudah dijual itulah yang mungkin jadi alasan banyak orang memilih hitam sebagai warna mobil mereka. Masalahnya, semua iming-iming itu jarang dibarengi dengan cerita soal perawatannya. Sebab, setelah dimiliki, barulah terasa bahwa punya kendaraan hitam sungguh menguji kesabaran.
Sedikit debu, langsung ketahuan
Bagi kebanyakan orang, warna hitam dianggap sebagai warna yang bisa menyamarkan kotoran. Coba saja kalau mau beli kaos. Mereka yang males ribet pasti menghindari kaos warna putih. Alasannya, warna putih itu cepet kotor. Ndilalah, rumus ini dipakai juga saat beli mobil. Padahal nggak berlaku.
Untuk urusan cat mobil, hitam adalah warna yang jujur. Terlalu jujur, malah. Sedikit saja ada debu, pasti langsung kelihatan. Baru dicuci pagi, siangnya parkir sebentar di pinggir jalan, sorenya si mobil sudah terlihat seperti nggak pernah dicuci selama seminggu. Kelihatan banget dekilnya.
Lain cerita kalau catnya berwarna terang. Nggak dicuci beberapa hari pun masih aman-aman saja. Debu-debunya terlihat samar. Jadi, nggak ganggu banget di mata. Terutama, bagi mereka-mereka yang punya gangguan OCD.
Mobil hitam rentan baret halus
Bukan hanya jujur soal kotoran, ya. Merawat mobil bercat hitam juga butuh effort karena rentan swirl mark atau baret halus. Di mobil warna lain, swirl mark mungkin cuma detail kecil. Tapi di mobil hitam? Ahayyy, tidak sesederhana itu, Bosku! Baret halus di mobil hitam adalah tragedi. Goresan sekecil apa pun langsung terlihat jelas, apalagi kalau kena cahaya matahari.
Itu sebabnya, kudu hati-hati banget kalau mau mengelap. Kesalahan kecil seperti lap sembarangan, kain kurang bersih, atau salah teknik cuci bisa meninggalkan jejak permanen. Pokoknya kudu banget pake lap microfiber, sabun khusus, bahkan metode cuci yang benar, supaya nggak bikin baret halus yang bikin senewen.
Gimana nggak senewen? Kalau sudah kadung penuh swirl, solusinya jadi nggak murah. Mau nggak mau harus poles, coating, detailing yang tentu saja butuh biaya. Ribet amat kan si hitam ini? Memang.
Butuh effort dan tidak semua orang mampu
Kawan saya kebetulan punya mobil warna hitam. Pernah suatu ketika kendaraannya jejeran dengan kendaraan beroda empat warna lain di tempat parkir. Sama-sama berdebu, tapi debu di mobilnya terasa lebih “bold”. Padahal baru tadi pagi dia cuci.
“Capek banget pokoknya punya mobil warna hitam,” begitu katanya.
Teman saya yang lainnya bahkan mengaku kapok punya mobil warna hitam dan lebih memilih warna lain untuk mobil keduanya. Katanya, mobil hitam itu cuma kelihatan cakep pas di showroom. Selebihnya zonk karena begitu keluar dari showroom, segala debu halus, serbuk semen, sampai bekas air hujan langsung terpampang nyata. Alhasil, kudu telaten cuci lagi, cuci terus, cuci tiap hari. Minimal, rajin dilap.
Ngomong-ngomong soal ngelap, sudah ngelap kendaraanmu belum hari ini? Terutama, kamu yang punya mobil hitam di garasi. Noh, debunya manggil-manggil, noh.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















