Akhir tahun 2022 lalu saya mengikuti semacam diskusi di sebuah warung kopi. Diskusi itu mengangkat tema Catatan Akhir Tahun Pemkot Pekalongan. Sayangnya, dari pihak pemkot, tidak satu orang pun hadir. Diskusi pun menjadi kurang proporsional dan hanya melihat satu sudut pandang saja.
Habis mau bagaimana lagi? Panitia sudah memberikan kesempatan untuk berdiskusi. Tapi karena alasan-alasan klise khas pejabat, jadinya tidak ada satu orang pun yang hadir. Padahal jika perwakilan dari Pemkot Pekalongan ada yang hadir, diskusi tambah asoy. Ketidakhadiran pemkot dalam acara itu kemudian bikin saya curiga.
Dugaan saya, Wali Kota tidak percaya pada kebijakannya sendiri. Nah, kalau Pemkot Pekalongan sendiri tidak percaya pada kebijakannya, bagaimana masyarakat mau percaya? Tapi memang, sih, ada beberapa kebijakan Pemkot Pekalongan yang sebaiknya tidak usah terlalu dipercaya.
Daftar Isi
Pembangunan kembali Pasar Banjarsari oleh Pemkot Pekalongan
Kota Pekalongan pernah memiliki pasar sebagai pusat perekonomian rakyat, namanya Pasar Banjarsari. Terlampau panjang kalau saya jelaskan bagaimana Pasar Banjarsari itu. Mudahnya, silakan dicari saja lewat mesin pencari.
Oke, lanjut. Malangnya, pasar yang menggerakkan roda ekonomi itu ludes terbakar tahun 2018. Ekonomi warga sedikit goyah waktu itu, sampai Pemkot Pekalongan membuat pasar darurat.
Bagaimanapun masyarakat butuh pasar. Namun, upaya untuk membangun kembali Pasar Banjarsari dari pihak Pemkot Pekalongan seperti jalan di tempat. Padahal rencana untuk membangun kembali Pasar Banjarsari, kalau ingatan saya tidak berkhianat, sudah ada sejak periode Wali Kota sebelumya.
Tahun lalu, kebijakan itu muncul lagi. Pemkot Pekalongan berjanji akan membangun lagi Pasar Banjarsari. Memang, bekas pasar yang terbakar sudah rata dengan tanah. Namun sepertinya belum ada gelagat pembangunan.
Saya mencoba mencari tahu sejauh mana progres pembangunan Pasar Banjarsari. Ternyata pembangunan baru akan dimulai pada Juni 2023. Soal tanggalnya, tidak ada keterangan pasti. Yang jelas sampai saya menulis artikel ini, yang disebut pembangunan itu masih belum tampak. Padahal sudah ada acara doa bersama segala.
Proyek pengendalian rob oleh Pemkot Pekalongan
Belum lama ini Kota Pekalongan lagi-lagi dihajar oleh rob. Sebagian daerah masih tergenang. Atau kalaupun hari ini tidak tergenang, bukan berarti besok atau lusa daerah tersebut akan bebas dari rob. Padahal konon, Pemkot Pekalongan dibantu pemerintah provinsi dan pusat sudah membangun proyek pengendalian rob.
Tak sedikit duit yang keluar. Demi proyek pengendalian rob jalan, triliunan rupiah digelontorkan untuk membuat tanggul, pompa, perbaikan drainase, dan sebagainya. Namun nyatanya, rob sulit dikendalikan seperti inflasi.
Lucunya, kebijakan pengendalian rob ini bukan proyek kemarin sore. Bukan mulai sejak Wali Kota yang baru naik. Ini sudah berlangsung sejak lama. Saya dulu sempat berpikir, sebelum saya lulus kuliah, rob tidak akan ada lagi dan pengendalian rob mencapai titik keberhasilan.
Baca halaman selanjutnya
Proyek pengendalian rob belum tuntas…
Akan tetapi sejak masih menjadi anggota pers mahasiswa dan bikin majalah bertema rob, sampai sekarang saya sudah lulus dan jalan dua tahun bekerja di sebuah perusahaan, alih-alih tuntas, proyek pengendalian rob itu masih saja berjalan. Bukan hanya berjalan, tapi bertambah banyak.
Jika inovasinya berubah, atau katakanlah ada yang baru dan tepat guna sih, tidak masalah. Lha, jangankan tepat guna, proyek pengendalian rob sekarang ini bentuk dan ragamnya masih sama dengan yang dulu. Lagi-lagi tanggul, sedikit-sedikit pompa.
Padahal sudah jelas itu muspro dan hanya menghabiskan anggaran. Pemkot Pekalongan pancen payah dalam menangani rob. Mereka menghabiskan anggaran untuk proyek yang sudah jelas-jelas tidak berhasil dalam menanggulangi rob. Mending anggarannya buat nambahi gaji buruh batik yang gajinya sehari Rp30 ribu aja.
Peningkatan literasi
Yang terakhir, sampai hari ini saya masih sangat heran, mengapa ketika mengetik “literasi Kota Pekalongan” di mesin pencari, isinya nada-nada positif semua. Seolah upaya peningkatan literasi yang dilakukan Pemkot Pekalongan beneran tercapai.
Bunda Literasi yang tak lain adalah istri dari Wali Kota Pekalongan itu sendiri juga tak berhenti berinovasi. Blio juga mengaku kalau inovasi-inovasinya untuk meningkatkan literasi sejauh ini berhasil. Silakan cek sendiri laporan-laporan media daerah yang sudah dicengkram Pemkot Pekalongan.
Keberhasilan itu dalihnya adalah angka Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) yang meningkat. Kota Pekalongan mencapai peringkat 13 se-Jawa Tengah dengan nilai 86,72. Padahal kalau melihat kenyataannya, jauuuhhh.
Kalau memang meningkat, kenapa toko buku di Kota Pekalongan cenderung sepi? Mengapa Kota Pekalongan sangat jarang mengadakan bazar buku? Tidak hanya itu, beberapa taman baca masyarakat juga acap kali sepi. Bahkan tak sedikit dari mereka yang tidak lagi beroperasi. Hari gini juga sangat sulit untuk menemui komunitas yang menggelar lapak baca. Meskipun ruang untuk menginisiasi hal tersebut tidak pernah surut, perpustakaan-perpustakaan kecil yang dikelola perorangan atau komunitas juga tidak terlalu diperhatikan oleh Pemkot Pekalongan.
Sebentar lagi akan ada Pekan Raya Pekalongan. Saya berharap ada bazar buku di sana. Tapi, harapan itu tampaknya bakal utopis belaka. Sebab tatkala melihat pamfletnya, alih-alih menggelar bazar buku, yang ada justru kontes binatang!
Penulis: Muhammad Arsyad
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Aib Kota Pekalongan yang Sampai Sekarang Masih Menghantui.