Kasus KDRT yang menimpa Lesti Kejora dan Rizky Billar ramai diperbincangkan di media sosial.
Saya bukan fans Leslar, saya pun jarang mengikuti perkembangan cerita mereka berdua. Yang saya tahu, mereka adalah sepasang kekasih yang kemudian memutuskan untuk menikah. Pernikahan mereka digelar meriah dan disiarkan di stasiun TV. Buat saya yang awam, kisah Lesti Kejora dan Rizky Billar ini nampak baik-baik saja, bahkan cenderung penuh dengan momen manis.
Maka tak heran ketika berita tentang Lesti Kejora melaporkan tindak KDRT yang ia terima dari suaminya kepada polisi mendadak viral, saya cukup terkejut. Menurut berita yang beredar di media sosial, Lesti bahkan sudah memiliki hasil visum sebagai bukti KDRT yang ia terima. Ada luka memar di bagian wajahnya.
Sumber lain mengatakan bahwa Lesti Kejora sempat dicekik dan dibanting di atas kasur dan kamar mandi. Menurutnya, pemicunya adalah perselisihan setelah ada dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh sang suami. Sementara itu, Rizky Billar menyatakan bahwa ia terpicu melakukan kekerasan karena merasa direndahkan sebagai seorang suami. Terlepas dari benar tidaknya pernyataan Rizky Billar, tentu saja tak ada alasan pembenaran untuk kekerasan.
Tentu saja hingga hari ini kita belum bisa menentukan kebenaran dari berita tersebut. Pun Rizky Billar statusnya masih terduga. Namun, saya miris ketika melihat komentar netizen akan kasus ini. Sungguh disayangkan, banyak pihak yang menyatakan bahwa hal ini hanya gimik untuk mendongkrak popularitas. Padahal dalam kasus ini, Lesti Kejora adalah korban. Harusnya kita percaya korban dan mendukungnya. Bayangkan, setelah Lesti mengumpulkan keberanian untuk speak up, dia justru dituding mengada-ada dan cuma cari sensasi.
Berbagai komentar negatif, candaan, bahkan taruhan akhir kisah mereka dan flashback hubungan mereka di masa lalu juga bertebaran di media sosial. Untungnya, di sela-sela hujatan yang hadir masih muncul komentar baik dari netizen dapat bersimpati atas apa yang menimpa Lesti.
Kasus kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT bukanlah kasus biasa. KDRT merupakan tindakan kriminal. Korban berhak menuntut pelaku dan mencari perlindungan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 351-356 KUHP. Oleh karena itu, KDRT sama sekali bukan aib rumah tangga yang harus ditutupi.
Masih segar dalam ingatan ketika ucapan Oki Setiana Dewi tentang betapa “baiknya” seorang istri yang mau menutupi pemukulan yang dilakukan suaminya menjadi viral. Berbagai hujatan diterima Oki gara-gara ucapannya itu. Seharusnya, saat Lesti Kejora melakukan hal sebaliknya, dia mendapat dukungan bahkan apresiasi.
Kekerasan dalam rumah tangga meliputi kekerasan fisik, verbal, psikis, dan mental. Kebanyakan korbannya adalah perempuan. Hal ini rentan menimpa perempuan yang memiliki pasangan abusive, menganggap istri adalah hak milik, bukan pasangan apalagi manusia yang setara dengan dirinya. Tentu saja pelakunya memiliki kontrol diri yang lemah.
Jika seorang perempuan menerima KDRT dan memutuskan untuk keluar dari lingkaran tersebut, ia harus menerjang banyak tantangan. Ia akan dianggap tak bisa menjaga aib suami, tak bisa mempertahankan rumah tangga, bahkan stigma janda dan sederet asumsi negatif di belakangnya siap menanti.
Saya yakin, memutuskan untuk melaporkan tindakan KDRT suami bukan perkara mudah bagi Lesti Kejora. Dia mempertaruhkan pernikahannya, statusnya, dan reputasinya. Sejak awal, banyak sekali fans yang mengelu-elukan bahwa keduanya adalah pasangan yang cocok. Apa yang akan terjadi jika tidak berakhir baik?
Namun, Lesti Kejora paham betul jika ia memilih diam dan memaafkan, keselamatannya yang akan jadi taruhannya. Perilaku kekerasan cenderung terulang. Dan jika tidak segera dihentikan, korbannya akan semakin menderita.
Masih banyak perempuan di luar sana yang menjadi korban KDRT oleh pasangannya. Masih banyak pula dari mereka yang ingin keluar dari jeratan itu. Hanya sebagian yang berani melapor kepada pihak berwajib. Sebagian dari mereka dapat mengajukan gugatan dan berpisah dari suaminya. Sebagian kecil lainnya—sangat kecil—mendapat keadilan dengan memperoleh ganti rugi yang konon katanya impas. Sementara sisanya masih terjebak dalam lingkaran yang sama.
Hari ini seorang perempuan berani melaporkan kasus KDRT yang ia terima dari pasangannya. Seharusnya kita mengapresiasinya. Memberi ucapan selamat karena telah berani berdiri untuk dirinya sendiri. Ia akan menjadi contoh bagi perempuan-perempuan lain di luar sana yang belum berani melangkah meski telah menjadi samsak bagi suaminya selama bertahun-tahun. Go, Mbak Lesti Kejora!
Penulis: Rezha Rizqy Novitasary
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Normalisasi KDRT dan Pesan Nabi Muhammad tentang Rumah Tangga.