“Ah…andai saja kita dijajah Inggris lebih lama kita pasti lebih maju” adalah perkataan yang sering diucapkan oleh warga +62 jika mengenang kembali penjajahan yang pernah dilakukan Belanda dan Inggris. Entah kenapa pandangan ini bisa dibilang merata di hampir setiap generasi saya sendiri tidak begitu tahu. Walaupun saya menduga kebiasaan ini karena warga +62 ini selalu membandingkannya dengan negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura atau yang agak jauh sedikit ke Utara yaitu Hongkong. Tapi, apa iya sih kalau negara bekas jajahan Inggris lebih maju?
Baik kita lihat faktanya.
Dibandingkan dengan Kerajaan Belanda, Kerajaan Inggris memang lebih banyak memiliki bekas negara jajahan. Bahkan ketika di puncak keemasannya sampai ada pepatah yang mengatakan matahari tidak pernah tenggelam di Kerajaan Inggris. Hal ini karena negara jajahan Inggris membentang mulai dari Timur hingga ke Barat bola dunia. Kalau merujuk pada daftar anggota negara persemakmuran saja ada 52 negara, belum lagi bekas negara jajahan yang tidak masuk jadi anggota yang jumlahnya kurang lebih 12 negara. Negara jajahan Inggris terbanyak ada di Afrika dan Amerika Tengah.
Belanda sendiri, hanya memiliki sedikit wilayah atau bekas negara jajahan. Indonesia adalah negara bekas jajahan Belanda yang terluas, berikutnya adalah Brazil, Afrika Selatan, dan Suriname. Wilayah lain yang pernah jadi jajahan adalah pulau Manhattan yang kemudian ditukar dengan Pulau Run di kepulauan Maluku. Jadi sebenarnya agak susah membandingkan tingkat kesejahteraan antara bekas jajahan Inggris dengan jajahan Belanda. Ya ini macam membandingkan apel dengan durian jadinya.
Sekarang kita kembali ke pendapat bahwa kalau kita dijajah Inggris pasti akan lebih maju. Mereka yang punya pendapat seperti ini barangkali ya karena melihat di beberapa kota yang pernah menjadi pusat kolonialisme Inggris memiliki banyak bangunan yang megah seperti Singapura dan Kuala Lumpur. Selain itu warga di dua negara tersebut memiliki kemampuan berbahasa Inggris, setidaknya lebih baik dibandingkan dengan rata-rata orang Indonesia.
Tapi, perlu diingat Singapura itu setelah merdeka dari Inggris sebenarnya keadaannya tidak beda jauh dengan Indonesia, wabil khusus kota Jakarta di awal kemerdekaan. Bahkan ketika masih dijajah Inggris, orang Singapura masih punya kebiasaan buang hajat sembarangan. Kondisi Singapura menjadi lebih baik justru ketika Lee Kuan Yew menjadi Perdana Menteri Singapura yang pertama pada 1959. Salah satu kebijakannya ya itu tadi melarang warga Singapura buang hajat sembarangan.
Begitu juga dengan Malaysia, negara ini menjadi maju kurang lebih 30-40 tahun terakhir saja terutama sekali setelah Datuk Mahathir berkuasa. Dulunya ya jauh tertinggal dari Indonesia. Menurut sejarah dulu Indonesia banyak mengirim guru-guru ke Malaysia untuk mengajar anak-anak Malaysia. Tercatat antara 1966-1972 sebanyak 175 guru dikirim ke Malaysia. Beberapa guru ini juga memperoleh tugas memperbaiki kurikulum sains bekas peninggalan Inggris yang dianggap sudah usang. Ini kan bukti bahwa Indonesia dulu pernah lebih maju dibanding Malaysia. Kan nggak mungkin Indonesia mengirim guru buat ngajar ke sana kalau di sana lebih maju …..ya nggak?
Negara jajahan Inggris lainnya yang sudah jelas merupakan negara maju adalah Australia, New Zealand, dan Kanada. Tapi, perlu diingat kalau ketiga negara ini memiliki sejarah penjajahan yang berbeda. Meskipun ngakunya pernah dijajah Inggris, warga negara di ketiga negara itu dulunya adalah warga negara Inggris yang pergi merantau. Sehingga memang pembangunan dan yang lainnya juga memang sama standarnya dengan kerajaan Inggris.
Oh iya, hingga abad 21 ini tidak semua bekas jajahan Inggris juga menjadi negara yang makmur gemah ripah loh jinawi. Meskipun mereka juga anggota negara persemakmuran, agaknya kemakmuran masih jauh dari harapan, setidaknya jika dibandingkan dengan rakyat Indonesia. Misalnya saja kalau di benua Asia, Pakistan, Bangladesh, dan Myanmar adalah salah tiga negara bekas jajahan Inggris yang kondisinya jauh tertinggal dibandingkan Indonesia.
Begitu juga kalau kita bandingkan dengan negara-negara bekas jajahan Inggris di Afrika macam Uganda yang termasuk ke dalam kategori negara termiskin di dunia. Barangkali hanya Afrika Selatan yang bisa dibilang cukup maju dan bisa jadi anggota negara G20 seperti Indonesia.
Ketika Belanda menjajah Indonesia juga sebenarnya pembangunan yang dilakukan oleh Belanda nggak kurang-kurang amat. Lah buktinya kota Jakarta atau Batavia saja sampai punya gelar “Mutiara dari Timur”. Ini kan sebenarnya suatu bukti bahwa Jakarta dulu dibangun dengan serius oleh kerajaan Belanda. Kalau misalnya sekarang Jakarta secara khusus kelihatan acak-acakan dan Indonesia secara umum nggak keurus ya jangan salahkan kita dijajah Belanda dong, tapi salahkan Pemerintahnya.
Bahkan kalau kita lihat ke kota Bandung yang pernah direncanakan sebagai ibukota Hindia Belanda pengganti Batavia, terlihat bahwa Belanda juga cukup serius untuk membangun. Sayangnya Perang Dunia II keburu meletus dan Indonesia juga merdeka, sehingga pembangunan kota Bandung jadinya tidak sesuai rencana.
Kalau urusan bahasa sih memang benar ya kalau kebanyakan warga di negara bekas jajahan Inggris bisa berbahasa Inggris. Masalahnya memang ketika dijajah Belanda memang ada kebijakan larangan penggunaan Bahasa Belanda oleh pribumi terutama pribumi jelata. Di masa itu pribumi yang boleh berbahasa Belanda hanyalah dari kaum ningrat berdarah biru. Hal ini memang berbeda dengan kebijakan kerajaan Inggris yang memperbolehkan penggunaan bahasa Inggris oleh penduduk negeri jajahannya. Jadi wajar kalau kita sebagai bekas jajahan Belanda ya nggak bisa ngomong Belanda kecuali beberapa kosakata macam kantor, resleting, bangsal dan lainnya.
Jadi gitu ya, maju mundurnya bangsa Indonesia bukan karena siapa yang ngejajah. Itu kan masa lalu. Kalau kita sekarang kalah maju dibanding Singapura dan Malaysia ya karena mungkin kita tidak pandai mengurus negara dan juga susah diatur. Lagian ngapain sih banding-bandingin masa lalu kayak kurang kerjaan aja.
BACA JUGA Mengulik Keluarga Kerajaan Inggris yang Justru Lebih Berdarah Jerman ketimbang Inggris dan tulisan Imanuddin lainnya.