Kasus Waroeng SS: Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Menghadapi Masalah Serupa?

Kasus Waroeng SS: Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Menghadapi Masalah Serupa?

Kasus Waroeng SS: Apa yang Harus Kita Lakukan Jika Menghadapi Masalah Serupa? (Pixabay.com)

Kala itu sudah malam, Sabtu tertanggal 29 Oktober 2022, beberapa akun Twitter seperti @BuruhYogyakarta, @SemestaBuruh, @TitikNol_Jogja, dst., telah ramai menanggapi sebuah surat keputusan bernomor 0307/WSS/SDM-Kesra/SK-BSU/X/2022. Surat tersebut mengantarkan warganet yang budiman dan sangat menjunjung tinggi tata krama pada berbagai taktik bisnis Waroeng SS di bawah komando Yoyok Herry Wahyono.

Bak program pembangunan di era Jokowi, perhatian warganet terus berkembang pesat, beberapa membabi buta, selama beberapa hari setelah surat itu diunggah. Pembahasan soal Waroeng SS ramai di lintas platform, menjalar dari Twitter, ke Instagram, media digital, bahkan sampai media cetak membicarakan polemik WSS. Banyak yang kontra dan terang-terangan cancel warung yang punya gaya manajemen ala militer yang menentang kekuatan dunia untuk membangun supremasi golongannya sendiri. Hingga hari ini, pertanyaan-pertanyaan warganet masih berceceran di mana-mana, emang apa sih yang salah di Waroeng SS?

Pertama-tama, semua keributan ini berasal dari surat resmi yang diunggah di Twitter. Surat tersebut berisi tentang keputusan untuk pemotongan gaji sebesar Rp 300 ribu/bulan untuk 2 bulan upah bagi pekerja yang telah menerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dari Pemerintah. Jumlah potongan tersebut sama dengan BSU yang diterima oleh pekerja, yakni sebesar 600 ribu Rupiah. Di poin selanjutnya, perusahaan menegaskan bahwa apabila ada pekerja yang tidak setuju dengan “kebijakan” tersebut, diperbolehkan untuk mengundurkan diri. Bahkan manajemen perusahaan tersebut melampirkan surat pengunduran diri bagi pekerja yang tidak setuju dengan mereka. 

Kenapa surat itu bermasalah? Yang pertama ya jelas karena pemotongan upah bagi mereka yang menerima BSU. Padahal BSU itu didistribusikan oleh Kemenaker dan ditujukan bagi pekerja yang gajinya di bawah 3,5 juta per bulan. Yaaa namanya juga “subsidi upah”. Bayangin aja kalau pemerintah kota ngasih kalian bantuan, lalu tiba-tiba bantuan itu diminta semua sama Pak RT. Kalau tidak terima, silakan pindah! Terdengar bermasalah, kan? Bantuan yang seharusnya ditujukan untuk pekerja dengan upah rendah, justru ditarik oleh perusahaan. 

Menurut Yoyok selaku pemilik SS, keputusan itu mereka lakukan karena takut apabila nanti ada iri hati antara pekerja yang mendapat BSU dengan yang tidak. Nah pertanyaan awalnya, kenapa bisa ada yang tidak dapat (selain karena gajinya di atas 3,5 juta per bulan)? Apa pun alasannya, akan jauh lebih masuk akal kalau manajemen SS mengejar Pemerintah selaku penyalur bantuan daripada sibuk merecoki pekerjanya hanya karena mereka dapat BSU.

Yang membuat masalah ini makin pelik adalah sikap totalitarian dari manajemen ke pekerjanya. Bagi mereka yang menolak, dipersilakan untuk mengundurkan diri saja. Perusahaan yang punya sikap “kalau tidak terima, silakan pergi” seharusnya dilihat sebagai red flag bagi pekerja atau pelamar. Apalagi ini perkara upah, yang sebenarnya sudah disepakati dari awal. Kalau upah aja bisa diturunkan, apa yang tidak mungkin?

Hubungan antara pekerja dengan pengusaha juga pada hakikatnya hubungan yang didasari sama-sama butuh. Sudah sepatutnya juga ketika ada masalah, kuncinya di komunikasi, tidak tiba-tiba disiapkan surat pengunduran diri. 

Permasalahan ini pun sekarang meluas ke mana-mana, di mana terungkap juga bahwa menurut BPJS, ternyata Waroeng SS nunggak pembayaran premi. Iuran terakhir yang dibayarkan oleh perusahaan tersebut ada di Maret 2020, sudah lebih dari 2,5 tahun yang lalu. Andaikata sejak awal manajemen membuka ruang diskusi atau menyadari kesalahan dan meminta maaf, mungkin aib-aib warung dengan budaya militer tersebut tidak akan diungkap seluas ini.

Syukurlah sekarang kasus pemotongan upah ini sudah selesai. Kabar terbaru, kemarin Kamis (3/11) Pemilik SS menyatakan bahwa telah mencabut surat dan membatalkan keputusannya untuk memotong upah pekerjanya. Hal ini dilakukan setelah Pemilik bertemu dengan Disnakertrans DIY. Tentunya juga, setelah banyak orang terang-terangan men-cancel warung itu.

Meskipun kasus itu selesai, tapi bukan tidak mungkin kasus serupa terjadi di masa mendatang. Nah berikut saya kasih tips kalau kamu dihadapkan dengan situasi serupa.

Baca halaman selanjutnya

Sedia payung sebelum dipecat secara sepihak

Tidak ada yang ingin bermasalah dengan tempat kerjanya, juga tak ada yang ingin punya atasan yang zalim. Namun, terkadang, realitas tak seindah angan. Kasus Waroeng SS ini bisa jadi pengingat bahwa kita perlu sedia payung sebelum dipecat secara sepihak hujan.

Nah, inilah langkah-langkah yang bisa kalian tempuh dan ambil jika amit-amitnya, kalian berada di situasi tersebut.

#1 Jangan resign

Insting yang kerap kali muncul ketika berhadapan dengan situasi gini biasanya fight or flight. Ketika nggak setuju dengan keputusan ra mashok dan nggak bisa fight, ya realistis untuk milih flight atau ngalih aja. Tapi, sebisa mungkin jangan resign, karena ketika kamu resign, hak seperti pesangon, kompensasi, dll akan gugur. Kasus Waroeng SS ini adalah contoh sahih kenapa sebisa mungkin kamu jangan keburu resign.

#2 Cari bantuan

Selain itu, cara yang bisa kalian lakukan adalah cari bantuan, tapi tetap hati-hati. Kalau nggak yakin banget, mending cari bantuan dari pihak luar. Kadang bisa juga ada pihak dalam perusahaan yang mungkin pura-pura simpati, padahal sebenarnya mau cari kesempatan naik jabatan. Ini yang perlu diwaspadai. Lebih baik cari bantuan dari pihak luar bisa seperti serikat pekerja/buruh, LBH, atau konsultasi ke pihak lain yang kamu percaya.

#3 Lapor

Lapor itu tidak harus dengan surat formal ke manajemen. Bisa juga buat laporan anonim ke Disnaker, misalnya. Atau dari pihak yang tadi diminta bantuan mungkin bisa dimintai pendampingan biar lebih aman.

Laporan ke Disnaker memang bisa anonim, tapi bukan tidak mungkin perusahaan nakal mencari-cari siapa pelapor dengan berbagai siasat liciknya. Maka dari itu, penting juga untuk mendapat bantuan berupa pendampingan dari yang berpengalaman.

#4 Bentuk/gabung serikat

Ini bakal jauh lebih baik dilakukan sebelum terkena kasus. Tapi, kalau sudah terlanjur ya selain pendampingan secara hukum, bisa juga mempertimbangkan untuk membentuk atau mendirikan serikat sehingga perusahaan lebih hati-hati kalau mau bertindak. Tanpa serikat, perusahaan bisa lebih beringas karena hanya menghadapi satu atau beberapa orang. Tapi dengan serikat, perusahaan akan lebih berhati-hati karena berhadapan dengan organisasi.

Yah mungkin itu aja tips dari saya. Pengingat aja sih, kasus Waroeng SS kemarin nggak akan ramai kalau nggak ada yang spill/lapor. Begitu juga dengan kasus-kasus lain. Sabar saja nggak akan menyelesaikan masalah.

Penulis: Faisal Makruf
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Pedasnya Waroeng SS: Karyawan dapat Bantuan, tapi Gaji Disunat, Situ Sehat?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version