Akhir-akhir ini sedang ramai sekali kabar tentang kasus pencurian. Hal tersebut dibuktikan dengan apa yang telah saya baca di sebuah koran harian Jawa Barat. Masalahnya, kabar yang terbit tidak hanya tentang satu macam pencurian saja. Namun, dua macam pencurian sekaligus, Hyung.
Kasus pencurian yang terjadi bukanlah tentang sesuatu yang cukup besar. Bukan pula tentang pelakor yang selalu hangat untuk dibicarakan. Melainkan, mengenai hal-hal remeh-temeh seperti mencuri tanaman dan ikan hias.
Serius, deh. Sekadar tanaman dan ikan hias yang bahkan tidak pernah terbayangkan buat dicuri. Namun, hal ini ramai diperbincangkan, sampai-sampai masuk surat kabar harian. Yah, mungkin saja, efek pandemi hobi ini benar-benar membuat orang nekat melakukan tindak kejahatan satu ini.
Sebenarnya daripada mencuri tanaman atau ikan hias, jelas-jelas mengembangbiakkan sendiri itu lebih aman dan menyenangkan, lho. Tentu bisa menjadi solusi dari jahatnya perilaku mencuri. Hanya saja butuh sedikit bumbu kesabaran. Tapi, mau gimana lagi? Mata manusia-manusia ini telah silau oleh kepraktisan dari hasil mencuri.
Hmmm, jadi, tanaman dan ikan seperti apa yang mengharuskan manusia mengotori tangannya sendiri dengan tindakan mencuri yang jelas-jelas dilarang hukum dan agama? Walaupun cuma tanaman atau ikan hias, tetap saja hal tersebut tidak didapat hanya dengan mengadi-adi.
Kasus pencurian tanaman hias Aglonema
Dari jenis tanaman sendiri, korbannya bernama tanaman hias Aglonema, atau yang lebih dikenal dengan tanaman Sri Rejeki. Bagi kita, penghuni Asia, cenderung lebih suka kepada warna daunnya yang lebih cerah. Seperti kombinasi daun berwarna hijau, corak putih-putih dengan tambahan merah muda di tengah yang menggaris. Entah kenapa, tanaman ini imut sekali ketika kita tengok.
Dari tahun lalu hingga sekarang, penjualan tanaman hias yang telah lama ada di Indonesia itu meningkat pesat. Harga satuannya dibanderol mulai dari Rp50 ribu hingga puluhan juta. Makanya, tidak heran para pencuri tergiur dengan tanaman tersebut yang nganggur di luar rumah. Akibatnya, warga di Kabupaten Pangandaran jadi jengkel gara-gara pot-pot mereka mendadak kosong. Puluhan Aglonema lupa disimpan di dalam rumah, maka raiblah sudah~
Solusi ketimbang mencuri Aglonema
Sebenarnya membudidayakan atau memperbanyak tanaman ini pun terbilang cukup mudah. Dilansir dari Pupuklahan, cukup siapkan tanaman induk dan media tanam yang cocok. Proses lahiran tanaman ini bisa dilakukan dengan dua cara mudah. Pertama, pisahkan anakan (yang ada di sebelah tanaman induk) dengan induknya, lantas beri tempat tersendiri. Kedua, lakukan stek batang. Kalau butuh cara-cara detailnya, bisa dicari di Mbah Google, ya.
Jikalau masih tetap mengeluh, “Gimana nih, kan tetap harus ada tanaman induknya.” Weleh weleh, gini, ya… Kita sebagai manusia diberi akal yang didominasi kebaikan. Saya yakin ketimbang mencuri, sebelumnya pasti sudah ada cara-cara dalam pikiran kita yang sebenarnya halal. Tinggal kitanya saja mau atau tidak~
Seperti tetangga saya kemarin. Daripada mencuri, blio lebih memilih meminta indukan tanaman untuk kemudian ia perbanyak sendiri. Hal tersebut lebih patut, walaupun minta-minta, ketimbang mencuri. Setidaknya, blio mengeluarkan usaha dengan niat dan keringat positif.
Kasus pencurian ikan hias cupang
Selain tanaman hias, yang tidak kalah menggegerkan adalah kasus pencurian ikan hias. Ikan laga yang sering membuat kagum mata. Ya, korban tersebut mempunyai nama lain ikan cupang.
Penggarongan ikan cupang ini sebenarnya sudah jadi tren sejak saya kecil, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Namun, karena saat ini zamannya media online, maka kabar pencurian tentangnya bisa diakses secara bebas, lantas viral.
Sama halnya dengan Aglonema, ikan cupang pun akhir-akhir ini sedang jadi artis ikan yang sedang naik daun. Terbukti dari harga (beberapa jenis ikannya) yang benar-benar melonjak, ramainya pencurian yang terlansir di media masa, dan penggarongan yang berkaitan dengan cupang pada surat kabar harian di daerah Bandung ini.
Sebenarnya, penggarong cupang (di koran) ini tidak secara langsung mengambil ikan pada penjual. Lebih buruk, ia malah merampas terlebih dahulu motor Satria FU milik orang lain dengan berbekal kunci motor palsu. Dikabarkan, blio mengaku bahwa motor tersebut akan dijual untuk membeli ikan cupang yang telah diidamkan. Haduh. Tepok jidat.
Solusi ketimbang mencuri cupang
Lagi-lagi daripada mengandalkan “si panjang tangan”, membudidayakan hewan satu ini terbilang lebih mengasyikkan dan menantang. Walaupun saya sendiri (saat mencobanya) kandas pada tahun lalu. Memang, menurut saya, cukup sulit untuk memperbanyak hewan ini. Mungkin karena faktor lingkungan dan motivasi yang kurang.
Akan tetapi, melihat kawan-kawan yang memilih dan berusaha untuk membudidayakan cupang dengan sungguh-sungguh ketimbang mencurinya, hal tersebut benar-benar harus diapresiasi.
Entah nanti hasil memperbanyak Aglonema dan cupang itu gagal atau berhasil. Lebih penting lagi, tangan mereka tidak kotor dari perilaku mencuri yang tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga pihak yang mereka curi.
BACA JUGA Bocoran 5 Tanaman Hias Paling Banyak Diburu Belakangan Ini.