Kasus Brigadir J ini, kalau ditangani Conan, Kindaichi, atau Kogoro Mouri sekalipun, pasti kelar nggak pake drama
Geger kasus Brigadir J yang menyita perhatian masyarakat Indonesia sebulan terakhir ini, dirasa makin hari makin nggak jelas juntrungannya. Mulai dari leletnya penetapan tersangka, hingga kronologi kasus yang berubah sampai ke penambahan daftar nama tersangka. Belum lagi, drama dugaan motif terkait asmara, terseretnya nama jenderal yang ditengarai sebagai mastermind di balik hilangnya nyawa Brigadir J, sampai opini munculnya samaran seorang pengacara di depan media guna menggantikan saksi mata sebenarnya.
Kasus yang harusnya satset ditangani, malah makin ruwet sampai-sampai bikin netizen gemes. Saking geramnya, muncul cuitan di Twitter yang mengandaikan detektif fiktif supaya menangani misteri ini secepatnya tanpa ditutupi rekayasa lagi. Tak ayal, tersebutlah nama Detektif Conan seperti yang disampaikan oleh seorang netizen bernama Dwita Rian Desandri dengan username @wita_desandri.
Dalam unggahannya itu, dia menyebutkan bahwa kasus yang awalnya dikenal sebagai peristiwa “polisi tembak polisi” tersebut sangat mirip dengan cerita yang sering dihadirkan dalam komik detektif seperti Conan dan Kindaichi. Sebut saja pembunuhan dalam ruang tertutup, pelaku yang sebenarnya ada di antara orang-orang yang berkumpul di TKP, skenario njelimet, sampai barang bukti seperti CCTV yang diduga sengaja dilenyapkan. Semua hal tersebut terdengar familiar bagi para pengikut manga kedua detektif asal Negeri Matahari Terbit tersebut.
Segitu skeptisnya masyarakat kita sampai berniat melimpahkan kasus Brigadir J kepada para cowok gepeng yang bernapas saja nggak. Seandainya Conan atau Kindaichi yang maju, kebenaran dari kasus ini akan terbongkar kurang dari sebulan. Boleh dibilang, para pembaca komik detektif yang disebutkan tadi jauh lebih kritis dalam menanggapi kronologi kasus penembakan tersebut. Mereka bahkan berceloteh: “jangan kibulin netizen penikmat cerita detektif dan drama thriller” atau “inilah gunanya ngikutin komik Conan sampai jilid 100”.
Bagaimana tidak, rancangan skenario awal kasus Brigadir J saja sudah bikin dahi berkerut lantaran kejanggalan di sana-sini. Kalau Agatha Christie sedang menyimak kasus ini, sudah ngakak duluan mungkin. Rakyat jelata yang awam dengan penyelidikan saja, sudah bisa berargumen dari anehnya pernyataan baku tembak tersangka tunggal dengan seorang sniper di mana tidak ada satupun peluru si penembak jitu tersebut yang mengenai lawannya. Belum lagi, jika benar sekadar baku tembak satu lawan satu, lebam dan luka dalam korban juga perlu penjelasan yang masuk logika.
Kecuali snipernya ternyata pangkatnya Silver 2 dan sok-sokan 360 no scope.
Angan-angan masyarakat atas hadirnya sosok penegak hukum yang tak gentar membongkar kebenaran kasus seperti Conan dan Kindaichi ini sesungguhnya merupakan kritik tajam terhadap aparat terkait. Rakyat Indonesia butuh seseorang yang gagah dan berani melawan rekayasa hukum sebagaimana kegarangan Pesulap Merah membuka modus serta tipuan para penipu ulung berkedok dukun. Sedih, loh, kemampuan para penyidik kita dibandingin sama bocah SMA berbadan anak SD atau disandingkan keahliannya dengan seorang karyawan swasta medioker berusia 37 tahun yang khas dengan kuncir kudanya itu.
Okelah, mungkin yang nggak pada setuju dengan opini di atas masih bisa berkelit dan bilang kalau Conan atau Kindaichi bakalan melenggang maju tak gentar lantaran punya privilese alias bekingan di belakang mereka. Conan, misalnya, orangtuanya jelas punya koneksi nggak kaleng-kaleng. Dari CIA sampai FBI, mereka punya orang dalam. Bahkan rumahnya saja dijadikan markas sementara oleh agen FBI dalam pengejaran organisasi hitam di Jepang. Belum tentu juga Conan berani menghadapi kasus Brigadir J ini.
Kindaichi pun, meski latar belakangnya tidak semenakjubkan Conan, masih punya kenalan seorang pensiunan kepolisian bernama inspektur Kenmochi. Ia juga berhubungan baik dengan komisaris besar kepolisian, Akechi. Tapi, toh, tak lantas fakta ini lalu menggugurkan sikap heroik mereka dalam meringkus penjahat sesungguhnya.
Sebenarnya, sindiran nyelekit netizen membandingkan becusnya pihak berwenang dengan dua cowok gepeng di atas belum seberapa. Di samping tim Conan atau tim Kindaichi, nyatanya, ada sejumlah warganet yang menyerukan nama Kogoro Mouri. Wah, kalau disandingkan dengan mantan polisi yang satu ini, artinya kejengkelan netizen terhadap kasus Brigadir J sudah memuncak. Pasalnya, kemampuan analisis dan penarikan deduksi dari seorang Kogoro Mouri ini bisa dibilang jauh dilampaui oleh Conan maupun Kindaichi.
Wajar saja, baik Kindaichi maupun Conan, naluri dan ketajamanan berpikirnya lebih terasah karena sering dihadapkan pada kasus tingkat tinggi yang sampai merenggut nyawa. Sedangkan Kogoro, alih-alih membaca novel misteri seperti yang dilakukan Shinichi, dia lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton pacuan kuda atau menyaksikan aksi panggung penyanyi idolanya, Yoko Okino. Seperti pisau yang tidak diasah, talenta Kogoro Mouri bisa menumpul. Kalaupun mendapat tawaran kasus, lebih seringnya sekedar kasus perselingkuhan belaka.
Namun demikian, rasa menegakkan keadilan adalah nilai mutlak yang tak mungkin ditawar bagi ketiganya. Saat sedang berada di level serius, analisa Kogoro tidak bisa disepelekan. Mau itu pelakunya kawan sendiri, ia tetap gas pol. Kasus Brigadir J ini bakal diselesaikan dengan satset batbet.
Sudah dapat poinnya? Ketika telah berkomitmen untuk menjadi anggota penegak hukum, sudah seharusnya seseorang wajib mengutamakan kebenaran, apa pun risikonya. Bukannya malah menutupi kejadian sebenarnya dengan rangkaian cerita yang justru bikin masyarakat muak dan sanksi atas fungsi pihak berwenang di tanah air ini. Kalau saja masih ada orang-orang seperti Conan, Kindaichi, atau Kogoro yang berkecimpung di ranah hukum, mungkin netizen tidak akan riuh menuliskan tagar #percumalaporpolisi untuk setiap kasus yang muncul.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kasus Brigadir J: Ditertawakan Rakyat, Makin Menjatuhkan Martabat Polisi