Bagi penggemar sepak bola, menonton langsung pertandingan di stadion merupakan sebuah keharusan. Apalagi untuk sebagian besar orang Indonesia, yang mana sepak bola sudah seperti kebutuhan pokok. Sepka bola yang sudah mendarah-daging di tubuh orang Indonesia, membuat stadion nyaris tidak pernah sepi ketika ada pertandingan (sebelum pandemi), baik itu di level klub atau tim nasional.
Bagi saya pribadi, yang lahir dan besar di Malang, menonton sepak bola juga sebuah ritus wajib yang setidaknya harus dilakukan minimal sekali seumur hidup. Beruntung saya tinggal di lingkungan yang cukup fanatik terhadap sepak bola, terutama klub Arema FC. Jadinya, sejak kecil saya sudah akrab dengan hal-hal yang berwarna biru, bernuansa singa, khas Singo Edan, julukan Arema FC. Saya juga sudah cukup akrab dengan suasana Stadion Kanjuruhan, kandang Arema, ketika Arema bertanding.
Sebagai orang yang cukup akrab dengan suasana Stadion Kanjuruhan, saya ingin berbagi tentang kasta tempat duduk/tribun di Stadion Kanjuruhan dari yang paling enak sampai yang tidak enak. Ya, meskipun saya juga sudah tidak terlalu sering datang ke stadion dalam beberapa tahun terakhir. Dan tentu saja ini berdasarkan pengalaman saya pribadi. Cekidot di bawah ini.
#1 Tribun bawah papan skor
Tribun papan skor, atau yang dikenal dengan Tribun 87 adalah tribun utama di Stadion Kanjuruhan. Ini juga merupakan tribun tempat berbagai macam nyanyian dan koreografi suporter berpusat. Dikomandoi oleh Yuli Sumpil atau Sam Jholez (dirijen kondang Aremania), nyanyian di tribun ini tidak pernah berhenti dari awal sampai akhir.
Menonton di tribun ini tentu menyenangkan sekali. Kita akan mendapatkan pengalaman terbaik ketika menonton Arema FC. Harganya pun terjangkau, tidak terlalu mahal. Bagi saya, ini adalah tribun terbaik dan paling enak di Stadion Kanjuruhan ketika saya menonton Arema FC.
#2 Tribun VIP/VVIP
Tidak ada yang bisa dikomentari tentang tribun VIP di Stadion Kanjuruhan. Teduh karena dilindungi atap, serta tidak terlalu riuh kalau kita ingin menonton Arema. Pasalnya, jarang sekali ada koreografi di tribun ini. Paling ya hanya nyanyian, ikut-ikut komando dari tribun bawah papan skor. Tapi, yang namanya menonton Arema di stadion ya agak kurang kalau di tribun VIP/VVIP. Harganya lebih mahal dan pengalaman menonton Arema akan kurang menyenangkan kalau dari tribun VIP/VVIP. Tapi kalau agak malas dengan riuh rendah nyanyian suporter dan ingin menonton Arema dengan tenang, ya tribun VIP/VVIP bisa jadi pilihan.
#3 Tribun berdiri
Bagi sebagian Aremania, adanya tribun berdiri ini bisa menambah pengalaman menonton Arema lebih dekat (secara lokasinya berada di bawah tribun ekonomi dan tribun utara-selatan dan menjorok ke lapangan). Tribun yang baru dipakai sekitar 2014 ini menambah kapasitas penonton di Stadion Kanjuruhan. Namun, bagi saya, yang menonton di tribun berdiri ini agak capek. Sebab, di sini tidak ada tempat duduk (ya namanya juga tribun berdiri), meskipun kita masih bisa colongan duduk di beberapa tempat, sih.
#4 Tribun utara/selatan, menonton dari belakang gawang dan tertutup bendera-bendera besar
Di beberapa kelompok suporter sepak bola, tribun utara/selatan kadang jadi tempat bagi beberapa suporter fanatik. Tribun ini juga jadi tempat berkibarnya bendera-bendera besar yang nyaris tidak berhenti terkibar dari awal hingga akhir pertandingan. Namun, bagi saya tribun utara/selatan ini agak kurang enak jika untuk menikmati pertandingan sepak bola. Bayangkan saja, kita menonton sepak bola tapi dengan sudut pandang belakang gawang. Agak kurang gimana gitu.
Meskipun adrenalin kita akan terpacu dengan teriakan dan nyanyian (serta kibaran bendera) tanpa henti, tetap saja kita agak kurang nikmat dalam menonton sebuah pertandingan. Maka dari itu, saya agak menghindari ada di tribun ini ketika menonton Arema FC.
Itulah kasta menonton sepak bola (pertandingan Arema) di Stadion Kanjuruhan berdasarkan posisi tribun dari yang enak sampai yang tidak enak. Sekali lagi, ini berdasarkan pengalaman pribadi saya selama menonton Arema di Stadion Kanjuruhan. Silakan untuk tidak sepakat, toh masing-masing orang berbeda pengalaman, kan?
Penulis: Iqbal AR
Editor: Audian Laili