Saat itu, saya kelas 2 SMP dan ingin sekali punya hape sendiri.
Keinginan ini lantas membuat ibu saya cemas. Memberikan saya telepon seluler berarti beliau harus bersiap untuk mulai ‘melepas’ saya mengenali dunia remaja. Ibu saya mesti ikhlas seutuhnya bahwa akan ada hal dari kehidupan saya yang tidak mau saya bagikan ke mereka. Situs lalatxxx adalah salah satunya.
Selama 14 tahun hidup, ibu selalu mengetahui dan mengawasi segala langkah yang saya tapaki: mulai dari bagaimana saya berpakaian hingga di mana rental playstation yang kerap saya datangi.
Tentu, agar bisa dikabulkan, saya harus melalui perjuangan yang panjang. Ibu saya adalah jenis orang tua yang tidak akan membeli sesuatu kalau memang tidak harus. Saat itu, beliau menganggap saya tidak perlu punya hape sendiri dulu. Padahal, menurut saya, hape adalah kepingan puzzle terakhir untuk melengkapi masa remaja seorang manusia. Kamu belum remaja kalau belum sms-an dan miskol-miskolan.
Tentu, alasan asmara mendasari keinginan kuat saya ini. Saya sedang naksir seorang perempuan. Tapi, saya tidak bisa dong bilang ke ibu begitu saja kalau saya perlu hape untuk nyepik anak orang. Ya sudah, alasan-alasan klasik macam “biar mudah dihubungi” dan “untuk bertanya soal tugas sekolah” menjadi senjata utama rayuan. Bagi pemuda yang dililit cinta, berbohong demi gebetan adalah dakwah kasih sayang secara sembunyi-sembunyi.
Selama ini, saya selalu meminjam telepon seluler ayah untuk berbalas pesan singkat dengan si dia. Ayah pulang kerja sekitar pukul 5 sore setiap harinya. Biasanya, saya akan menodong beliau untuk meminjamkan hape saat itu juga. Sekitar pukul 10 atau 11 malam, hape saya kembalikan lagi.
Tentu saja, sebelum saya mengembalikannya, saya harus menghapus semua pertukaran pesan yang saya lakukan dengan si dia, takut dibaca ayah. Inilah kegiatan yang membuat saya resah dan ingin segera memiliki hape sendiri.
Sebagai seorang hopeless romantic akut sejak kecil, saya tidak terima keadaan ini. Masa sih saya harus terus menghapus semua pesan singkat ke gebetan tiap kali mengembalikan hape ke ayah? Kan saya juga pengen menyimpan rapi pesan-pesan romantis itu di Kotak Masuk dan merasakan indahnya senyam-senyum sendiri ketika membaca ulang sms dari si dia sebelum tidur.
Saya merengek setiap hari selama 7 bulan ke ibu sebelum akhirnya ibu menjanjikan akan membelikannya dalam waktu dekat. Kakak saya kesal sekali dengan tingkah saya ini. Tapi persetan lah, dia sudah dibelikan hape jadi saya pikir dia tidak punya hak untuk cerewet. Bagi pemuda yang dililit cinta, tidak ada yang lebih penting dari hape milik sendiri.
Rengekan 7 bulan akhirnya membuat orang tua saya luluh dan bertanya merk apa yang saya inginkan. Saya mantap menjawab satu nama: Nokia N-Gage.
Saya tentu tidak paham bahwa saat itu Nokia N-Gage adalah produk peniru Gameboy (produk Nintendo) yang ternyata gagal dari segi pemasaran. Yang saya paham, Nokia N-Gage telah berhasil menguasai sekolah saya. Ada 10 dari 40 teman sekelas saya menggunakan Nokia tipe ini. Setiap jam istirahat, teman-teman pengguna selalu berkumpul di sudut kelas untuk bermain sebuah game multiplayer lewat hape tersebut.
Saat game online belum marak, teknologi multiplayer menggunakan Bluetooth milik N-Gage adalah masa depan sesungguhnya. Sebagai penonton setia dari kerumunan ini, saya selalu menantikan saat-saat bisa bergabung ke dalam N-Gage Familia. Iya, sejak dulu tekanan kelompok pertemanan memang sudah menyeramkan.
Untungnya, bagi pemuda yang sedang dililit cinta, tidak ada yang lebih menyeramkan dibanding membuatnya menanti pesan singkat dariku karena ku tidak punya hape. Sabar ya sayang, sebentar lagi.
Poin lainnya yang penting-gak-penting: saya merasa hobi mendengarkan musik saya bakal diakomodasi dengan baik oleh hape ini. Dengan sistem open source, N-Gage mempunyai sebuah aplikasi pemutar musik legendaris dengan titel Ultra MP3. SIAPA SIH ANAK SEUMURAN SAYA YANG GAK PERNAH MENDENGARKAN LAGU LEWAT ULTRA MP3 YANG BISA DIKASIH WALLPAPER BOKEP ITU?
Singkat kata, hari yang ditunggu tiba. Saya bersama kedua orang tua menuju salah satu pusat perbelanjaan di Lampung untuk menjemput hape pertama saya. Di perjalanan pulang, saya memeluk hape baru itu dan tidak sabar untuk melestarikan perbincangan saya dan gebetan.
Dua minggu berselang, si dia raib digebet kakak kelas. Bangsat.