Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Kabupaten Karawang makin tinggi di tahun 2023. Pada tahun 2022 jumlah TKI Karawang sebanyak 2.399 orang, dan di tahun ini melonjak 1.377 orang menjadi 3.776 TKI. Data ini adalah TKI yang bekerja secara legal. Untuk yang ilegal, saya tidak mau komentar, karena jelas tak punya datanya. Tapi ya, silakan berasumsi.
Melihat data di atas entah kenapa mengingatkan saya kepada pengalaman beberapa tahun silam. Ketika merantau di suatu daerah dan pertama kali berkenalan dengan seseorang. Orang itu menanyakan asal saya, dan saya jawab Karawang. Respons orang itu bikin saya terkejut, karena dia bilang, “Wah, kota yang banyak TKI-nya itu ya.”
Wah, saya sebagai orang asli Karawang langsung terkejut dengan celetukan tersebut. Biasanya orang asing ketika mendengar kata “Karawang” pasti langsung menyebut goyang Karawang atau Kota Industri. Tapi yang ini baru saya terima, makanya saya sempat kaget.
Melihat kenyataan ini sebenarnya sangat miris. Kota Karawang, yang jadi salah satu kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara, harusnya tidak jadi kota penghasil TKI. Justru harusnya akamsinya tak perlu merantau karena harusnya ya, mereka makmur di tanah sendiri.
Tapi, kenyataan memang selalu lebih pahit daripada angan-angan.
Masalah tenaga kerja di Karawang
Masih banyak masalah yang membelit dari kota Karawang. Mulai dari calo kerja, syarat kerja yang tak masuk akal, juga sistem kerja kontrak yang membuat status kerja karyawan terkatung-katung.
Maka, mau tidak mau bekerja sebagai TKI menjadi pilihan alternatif untuk memperjuangkan hidup. Sebab, perut dan kebutuhan lainnya tidak bisa menunggu daerah asal untuk berubah.
Saya bukannya merendahkan TKI Karawang yang bekerja di luar negeri sana. Justru saya bangga mereka mau memperjuangkan hidup dan mengorbankan banyak hal. Apalagi suku Sunda terkenal betah di kampung halamannya. Jadi kalau sudah merantau untuk memenuhi kebutuhan hidup menurut saya adalah hal yang luar biasa.
Tapi entah kenapa saya begitu benci melihat banner yang bergambarkan pejabat mengatakan “TKI adalah pahlawan devisa negara.” Saya yakin para TKI dan orang Karawang tidak ingin menjadi pahlawan devisa negara, tapi ia ingin menjadi pahlawan untuk dirinya sendiri maupun keluarga karena kesempatan bekerja di negeri sendiri sangat minim.
Merdeka, tapi kembali jadi budak
Negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi, tapi warganya menjadi jongos di negeri orang. Para pahlawan terdahulu susah payah mengusir penjajah agar bisa berdaulat berdikari. Mirisnya saat merdeka malah tetap menjadi jongos di negeri orang. Dan diberi semangat dengan mengatakan jika mereka adalah pahlawan devisa negara.
Menjadi TKI itu penuh dengan resiko apalagi yang illegal, karena banyak kasus TKI yang malah terjebak dalam kasus perdagangan orang. Bayangkan menjadi mereka yang dijadikan budak di negeri antah berantah. Padahal kalau kesempatan bekerja di Indonesia banyak hal tersebut bisa dihindari.
Sudah seharusnya pemerintah melihat ini sebagai kartu merah, bukannya bangga karena semakin banyaknya pahlawan devisa negara. Terlebih, mereka berasal dari Karawang, kota yang jadi salah satu pusat industri. Untuk apa madu berlimpah di tanah sendiri jika warganya justru tak bisa menikmati?
Penulis: Diaz Robigo
Editor: Rizky Prasetya